Rabu, 11 Desember 2013

Informasi Abu-Abu

“Kecelakaan antara KRL Commuter Line dan Truk tangki pengangkut Pertamina terjadi di perlintasan Kereta Bintaro, Jakarta Selatan, Senin (9/12).”

Kutipan berita di atas adalah salah satu berita yang sedang sering dibicarakan. Bahkan, hingga saat ini, dua hari setelah kejadian terjadi, berita kecelakaan KRL Commuter Line  dengan truk pembawa pengakut BBM milik Pertamina di Bintaro masih terus diberitakan. Berita kecelakaan ini menjadi beberapa main newsdi program berita.
Selasa pagi, seperti biasa sambil melakukan beberapa ritual pagi hari, televisi menjadi salah satu barang elektronik yang dihidupkan. Program televisi yang paling sering dipilih pada pagi hari adalah program berita. Hari itu, saya dan keluarga menonton program berita milik salah satu televisi swasta menayangkan program khusus. Program berita tersebut memberi segmen khusus dimana, reporter melaporkan langsung dari lapangan untuk mengabarkan keadaan sekitar satu hari pasca kecelakaan terjadi. Hal ini, bisa dibilang cukup memberi banyak informasi mengenai keadaan saat itu. Reporter lapangan memberikan gambaran bagaimana keadaan sekitar lapangan yang agak macet. Hal ini dikarenakan rel kereta yang belum bisa berfungsi maksimal sehingga banyak commuter tidak bisa menggunakan KRL dan beralih menggunakan kendaraan pribadi, juga karena situasi lalu lintas Bintaro yang memang sudah ramai. Sebagai, penikmat berita, saya cukup puas dengan segmen khusus tersebut, namun saya tidak sempat imengikuti dari awal.
Hanya saja, kepuasan saya sebagai penikmat berita harus sedikit dirusak dengan program selanjutnya yang mengiringi program berita tersebut. Program Infotainmentmembawa pemirsa pada sudut pandang yang 180 derajat berbeda dengan apa yang disajikan sebelumnya. Kedua program tersebut sama-sama mengangkat isu yang sama, yaitu tabrakan kereta di Bintaro. Hanya saja program berita menayangkan perihal kronologi dan keadaan pasca terjadinya kecelakaan, namun Infotainment hadir dengan kecelakaan Bintaro 2013 yang disangkutpautkan dengan kecelakan Bintaro tahun 1987. Pembawa acara Infotainment tersebut juga bernarasi seputar kejadian tersebut, yang secara tidak langsung menggiring penonton televisi untuk ikut memikirkan hal tersebut. Di satu titik, sebagai penikmat media saya bisa sedikit terbantu dengan narasi yang disampaikan, paling tidak saya memiliki gambaran akan tayangan yang akan disajikan. Tetapi, sebagai pembelajar media, saya bertanya-tanya, apakah bisa seorang pembawa acara memberikan narasi yang jatuhnya akan menggiring pola pikir penontonnya?
Infotainment memang masih dipertanyakan kedudukannya. Apakah masuk dalam sebuah hasil jurnalistik atau bukan-hanya sekedar hiburan saja. Diantara masih abu-abunya status Infotainment ini, ditambah dengan bagaimana narasi yang diajukan dalam acara tersebut, khususnya perihal kecelakaan KRL Commuter Line di Bintaro, membawa kebingungan tersendiri. Ada begitu banyak informasi yang tersebar di masyarakat, dengan berbagai pendekatan. Lalu, informasi manakah yang harus dipercaya? Kecelakaan yang memang dipengaruhi faktor human error atau adanya kesalahan teknis, atau kecelakaan yang dipengaruhi hari naas terkait dengan kecelakaan tahun 1987 tersebut?
Salah satu masalah jurnalistik Indonesia saat ini memang bisa dibilang seputar biasnya informasi yang berbasis tentang pengetahuan atau hiburan. Produk jurnalistik saat ini juga seakan-akan bercampur atau malah hanya berisi hal berbau hiburan. Seperti adanya Infotainment yang memberikan cara penyampaian informasi yang lebih ringan, dengan sedikit narasi. Namun, jika disaksikan secara berurutan dimulai dari berita lalu disambung dengan Infotainment, sebuah informasi malah terasa rancu. Bahkan, Infotainmentmenyajikan fakta privat seorang artis yang dikemas seolah-olah menjadi fakta publik yang harus diketahui banyak orang.
Kontroversi program Berita dan Infotainment tidak hanya ada pada kasus tersebut. Ingatkah dengan kasus Eyang Subur dan Arya Wiguna? Kasus ini diawali dengan meledaknya pengakuan Adi Bing Slamet yang merasa ditipu oleh guru spiritualnya, yaitu Eyang Subur yang beralih pada meledaknya emosi dan kebenciaan Arya Wiguna yang juga merupakan murid Eyang Subur. Pada saat itu, kejadiaan ini sangat heboh dibicarakan. Kasus ini pertama kali diangkat dalam program Infotainment dan menjadi pengisi utama setiap program Infotainment. Lucunya, kasus ini ‘naik tahta’ dan masuk dalam program berita. Tentu saja yang diangkat bukanlah soal marahnya Arya Wiguna dan perasaan kecewa Adi Bing Slamet, namun lebih pada sudut pandang penistaan agama dan penipuan. Memang, kedua program ini membawa sudut pandang yang berbeda, namun program Berita yang seharusnya lebih mengejar pada proses pencarian fakta dan mengulas soal penipuan atau penistaan agama tetap saja memunculkan Arya Wiguna sebagai salah satu narasumbernya. Juga membawa masuk emosi Arya Wiguna dan menjadi inti pembahasan. Apakah benar jika hal ini dimasukkan? Belum lagi perihal Angelina Sondakh dan Brotoseno, mantan Penyidik KPK, yang hubungannya juga mengusik para wartawan program berita untuk mengangkatnya. Sama halnya dengan kasus penabrakan, Dul, anak Ahmad Dhani yang banyak bersiar dalam berita tapi tetap mengangkat sosok keterkenalan Ahmad Dhani didalamnya, juga menjadi sosok yang terus dikejar komentarnya.
Biasnya informasi ini sangat mempengaruhi apa yang nantinya akan diterima oleh masyarakat. Tidak menutup kemungkinan masyarakat nantinya hanya akan menangkap secara parsial berbagai informasi yang dibagikan dan tidak cukup kritis untuk membandingkan informasi dari program Berita dan Infotainment. Namun, keadaan sosial masyarakat Indonesia yang lebih menyukai hal-hal yang berbau skandal yang luar biasa bisa jadi menjadi salah satu faktor kenapa program Berita saat ini sedikit memasukan unsur hiburan didalamnya atau komentar kecil seputar kejadian yang sedang terjadi.
Lucunya lagi, saat ini, jika kita memasukkan keyword seputar berita kecelakaan KRL dan truk tangki BBM di Bintaro di search engine, kita akan mendapatkan banyak tulisan. Hanya saja, tulisan tersebut lebih banyak seputar mencocokan dan menyangkutpautkan kecelakaan Bintaro 1987 dan kecelakaan Bintaro 2013 yang sama-sama terjadi pada hari Senin. Mirisnya, Media online berbasis berita menjadi salah satu pihak yang ikut mengangkat kecurigaan tersebut.