Jumat, 27 Juni 2014

Ancaman Mahal

“Honey!!! Kamu pilih rokok atau aku?!”
“Jangan marah, honey. Tentu aja aku milih kamu. Ayo deh kita bicara di luar.”
Gue heran banget kenapa cewek suka banget ngasih pilihan gak masuk akal. Kenapa cewek suka merendahkan diri ke harga sebelas ribu sebungkus? Cowok waras tentu saja pilih yang lebih berharga.
-Jack Daniel’s vs Orange Juice dalam Autumn Once More, Harriska Adiati-

So, pilih ancaman yang lebih ‘mahal’ yaa, girls! Tentu saja kita lebih dibanding sebelas ribu sebungkus..

Senin, 23 Juni 2014

Soal Cinta

Hari ini adalah hari keramat, yang ditunggu-tunggu, selama semester 4 ini. Sebuah soal penuh cinta untuk mata kuliah Jurnalisme Media Cetak.
Tugasnya maaaakk! Entah mau bersyukur pake cara apa.. Udah gitu soalnya agak unyuuuu~
Ada 4 macam tulisan berita totalnya kurang lebih ada 60 paragraflah yaa. Dan ada satu tema yang unyu luar biasa, tulisan feature dengan tema preman yang berubah menjadi Ustad. Ya Tuhan, Abang kesayangan ini memang idenya selalu luar biasa yaa :’)
Semoga Abang tidak lupa mendoakan kami, bantulah Tuhan menurunkan hidayah-Nya pada kami. Supaya kami bisa membanggakan Abang, kami ingin lhoo Abang bangga sama kami. Serius.

Minggu, 22 Juni 2014

Listen To Your Heart

“When you ask 10 people about your work, career and life, you’ll get 10 different answer. Have you listened to your heart?”
-Dolly Lesmana, Focus Is Not About Limiting Yourself, It’s About Self-Empowerment on The Ultimate You 2-


Have you, dear? Have you listen to your heart?
Beberapa hari ini aku menemani seseorang bergalau ria. Soal pekerjaan, karier dan hidupnya. Aku tidak bisa banyak memberikan solusi, aku hanya bisa memberikan semangat. Juga sebuah pesan kecil dalam tulisan ini.

Aku belum pernah merasakan apa yang saat ini sedang kau rasakan. Aku juga mungkin akan mencari dan banyak bertanya soal itu. Saat diposisimu mungkin aku juga akan galau. Aku hanya ingin berpesan ini padamu, jangan lupa untuk bertanya pada hatimu. Jangan pernah ragu untuk mendengarkan hatimu. Mungkin jawaban atas segala kegalauanmu terselip dalam kekakuan dan perasaan tidak aman yang kau rasakan saat ini. Mungkin kau tidak perlu bertanya pada 10 orang, cukup dengarkan hatimu. Have you try it, dear?
Maaf jika aku sedikit menceritakan dirimu lewat tulisan ini. Aku tidak bermaksud lancang. Aku hanya ingin pesan ini masuk dalam sebuah tempat yang mungkin akan bertahan lama dan kamu bisa membukanya kapan saja. Aku harap pesan ini juga tidak hanya menjadi pesan spesial untukmu namun juga semua orang yang sedang ada diposisimu. Selamat mendengarkan hatimu, semoga segera ada jawaban untukmu.

Sabtu, 21 Juni 2014

Tidak Rela

“Sekarang gue akan bawa kalian semua ke salah satu pantai yang masih sepi. Dan pastinya indah banget!!”

Pagi tadi, sayup-sayup aku mendengar presenter acara jalan-jalan mengucapkan kalimat itu.
Lalu aku teringat pada 2 hari berkesan di OLI. Permasalahan kesadaran dan keterlibatan kita dalam menjaga ekosistem pantai yang ada di Gunung Kidul. Semakin banyak pantai yang rusak karena semakin banyak wisatawan yang datang seenaknya.
Saat aku pulang aku menanyakan ini pada Mas Bintang, “Terus kalo kaya gitu, apa yang harus kami lakukan? Apakah kami gak boleh memberitahukan salah satu keindahan lain yang ada di Jogja?”
Mas Bintang tersenyum. “Itu sudah hak kalian. Apa yang akan kalian lakukan, membagikannya agar semakin banyak orang tau atau menyimpannya sendiri? Itu sudah hak kalian sekaligus kewajiban kalian untuk bijak.”


So, aku sedikit sedih saat televisi banyak menyebarluaskan wisata alam yang masih perawan. Aku tidak bisa membayangkan jika semakin banyak orang yang tidak punya kesadaran untuk merawat lingkungan merusak keindahan. Aku tidak ingin keindahan itu hanya dinikmati satu generasi saja~

Jumat, 20 Juni 2014

Too Short

Don’t sacrifice your dreams,
Because life is too short

-kaos kuning Mbak Wid-

Sudah berapa banyak mimpi yang kamu matikan, Des? Sudah berapa banyak mimpi yang kamu padamkan secara semena-mena karena keegoisanmu? Life is too short, jangan pernah menyesali hal yang tidak ingin kamu sesali.

You Terribly Blessed

Aku habis menghayati sebuah lagu dari Disney.
Sebenernya ini film jaman lawas. Udah 2004, tapi aku suka filmnya. Dan baru kali ini sempet untuk menghayati salah satu soundtrack didalamnya.
Judulnya Your Crowning Glory. Salah satu soundtrackuntuk The Princess Diaries 2: The Royal Engagement.
Mendengar lagu ini bikin adem. Bikin merasa sangat spesial. Dan yaa sangat berhubungan dengan si Mia, princess dalam film ini. Ceritanya Mia adalah Princess yang sangat clumsydan suka seenaknya. Yaa bukan tipe putri banget. Yang pendiam, anggun. Mia sering tidak diremehkan karena sikapnya ini.
Sebagai orang yang clumsydan kemproh, yang sangat pecicilan dan jauh jika dibandingkan adikku yang tenang dan keibuan. Aku merasa sangat dekat dengan Mia. Hahahah sepertinya kriteria cewek idaman sangat jauh dari aku.
Mungkin banyak cewek lainnya yang merasa seperti ini. Sering diremehkan atau diacuhkan karena tidak berkriteria cewek idaman yang terkonstruksi dalam masyarakat. Mungkin kalian harus mendengar lagu ini. Bukan. Bukan hanya untuk yang pecicilan, tapi siapa saja yang ada didunia ini. Karena setiap orang adalah perhiasan yang memiliki sinarnya sendiri, dan semuanya adalah pribadi yang sangat diberkati terlebih lagi hati kita. Dan sinar hati kita yang akan menunjukkan siapa kita sebenarnya.

Yap, kalo kataku, semua orang itu cantik semua orang itu luar biasa. Kamu akan sempurna saat terlihat oleh mata dan hati orang yang tepat..
Salam kemproh and love yourself more!! J

Ini aku kasih lirik lagunyaa~
"Your Crowning Glory"
(feat. Julie Andrews)


[J.A.]
Some girls are fair
Some are jolly and fit
Some have a well-bred air
Or a well-honed wit

Each one's a jewel
With a singular shine
A work of art
With it's own rare design

Dear little girl,
You are terribly blessed
But it's your heart of gold
I love the best

And that will be your crowning glory
Your whole life through
It'll always be your crowning glory
The most glorious part of you

[J.A.] Some boys can waltz
[R] Some guys can groove
[J.A.] Strike an elegant pose
[R] With the really good clothes
[J.A.] Some seem to have no faults
[R] But we never like those
[J.A.] No we don't
[R] He'll praise your eyes
[J.A.] Your melodious laugh
[BOTH] Call you more lovely than others by half
[J.A.] The one who's right
[R] My gorgeous prince
[J.A.] Will be honest and true
[R] He'll believe in me too
[J.A.] And prize your heart of gold the way I do

[BOTH]
He'll know that will be your crowning glory your whole life through
Your love will see that it's your crowning glory
The most glorious part of you and you
And you
And you

[BOTH]
That will be your crowning glory
Darling when they tell your story
They'll call your heart of gold your crowning glory
The most glorious part of you

Rabu, 18 Juni 2014

Berbicara Cinta

“Mata, telinga dan mulut seakan jadi paket lengkap saat kita berbicara cinta”
Novi Kurnia, Dosen Ilmu Komunikasi UGM


Siang ini, aku menonton sebuah film dengan konsep sederhana yang sangat apik. Film dengan judul yang cukup panjang yaitu What They Don’t Talk About When They Talk About Love karya Mouly Surya.
Sebenarnya enggak nonton juga, hla wong setengah paham filmnya karena telat masuk. Intinya film ini bercerita soal ketidakmampuan seseorang dalam melihat, mendengar dan berbicara. Ketidakmampuan ini lalu dihubungkan dengan cinta.
Saat kita berbicara cinta, kita pasti membutuhkan ketiga indra tersebut. Melihat pacar kita memberikan bunga mawar dan melihat indahnya mawar tersebut, mendengar pacar kita menyanyikan lagu romantis dengan petikan gitar atau mengucapkan kata sayang dan rayuan gombal. Film ini membahas soal bagaimana cinta tetap bisa diekspresikan tanpa harus melihat, mendengar dan berbicara. Berisikan soal bagaimana orang dengan kebutuhan khusus ini berdinamika untuk menunjukkan rasa cintanya.

Walau aku gak paham dengan jelas tentang si film, tapi pembukaan Mbak Novi dalam sesi diskusi ini cukup membuatku terharu. Iya, ada banyak cara untuk merasakan dan menunjukkan cinta. Terlebih lagi, seperti kata Mas Rizal, Bahasa Indonesia memiliki kata memperhatikan yang memiliki kata dasar hati. Itu artinya, hati memang memiliki peran yang cukup penting dalam hidup kita. Setidaknya Bahasa Indonesia mengakui. Memperhatikan yang identik dengan memberikan fokus terhadap sesuatu atau bisa dilakukan dengan mata ternyata lebih tepat digunakan dengan kata dasar hati. Iya, hati hehehe

Selasa, 17 Juni 2014

Maafin, Cicak

Aku sudah tau hal pertama yang harus aku ucapkan saat besok pengakuan dosa.
Aku akan menceritakan soal betapa kejamnya aku akan seekor cicak tak berdosa. Makhluk Tuhan genyuk-genyukyang merayap di dinding lalu hap menangkap nyamuk.

Sebenarnya aku enggak tau gimana ceritanya kok bisa ada cicak kejepit diatas pintuku. Tiba-tiba si cicak udah menggantung aja didaun pintu bagian atas. Parahnya, bagian tubuh ada di bagian dalam pintu dan sedikit kepala cicak muncul dibagian luar pintu. Dalam keadaan terjepit, mungkin penyet. Entahlah.
Kenapa aku harus mengakui kejahatanku pada hewan ini karena aku membiarkannya begitu saja diatas sana. Dari masih basah dikrubung semut sampe sekarang kering tingal tulang belulang. Dari waktu masih berbentuk bagus sampe sekarang aku tidak sedikit pun berusaha untuk memberikan kematian yang lebih layak buat si cicak.
Sereeem men, gak tega juga kalo harus melihat wujud si cicak. Aku gak bisa membayangkan seperti apa bentuk kepala cicak dan kesakitan apa yang harus ia rasakan sebelum ajalnya. Hamboksumpah, karena gak tega itu aku membiarkan dia menggantung begitu saja.
Aku dilema. Pengen nurunin tapi kok gak tega. Pengen bilang sama Ayah tapi kok enggak mau dimarahin apa diejekin. Apalagi bilang sama adek. Jadi ya begitulah, hanya aku dan Tuhan yang tau, serumah gak ada yang tau.
Sekarang si Cicak sudah kaku, kering dan tinggal tulang belulang, literally. Mungkin sebentar lagi jatuh. Dan saat jatuh itu aku juga harus memikirkan cara dan menyiapkan mental untuk menyapunya.

Selamat jalan cicak, semoga kasih Tuhan menyertaimu dan semoga kamu mendapat afterlife yang lebih indah. Maafin aku cicak, maafin banget~

Senin, 16 Juni 2014

Hujan Bulan Juni (3)

Aku tersadar dari lamunanku.
Menatap air hujan yang meluncur di kaca jendela. Sebuah warna ditengah hamparan warna putih kertas kembali menarik perhatianku. Kertas ujian dengan sebuah nama universitas unggulan dan impian banyak orang.
Aku kembali mendesah.
Hanya berjarak dua jam dari universitas besar ini, sebuah kenyataan pernah menamparku telak. Pernah mengenal kalian, mengetahui banyak hal tentang kalian ternyata bisa menyakitkan juga. Menjadi mahasiswa universitas ini tidak begitu menyenangkan begitu mengenal kalian. Menjadi mahasiswa untuk universitas besar ini kadang sangat menghimpitku. Mungkin aku terlalu keras menuntut diriku atau teman-temanku. Mungkin aku terlalu ikut campur dan terlalu ingin mengubah teman-temanku. Tetapi, kalian, wajah dan senyum kalian kerap membuatku ingin jahat pada diriku. Kalianlah alasan kenapa aku menjadi keras. Kalianlah dasar aku ‘menghukum’ teman-temanku.
Aku terlalu egosi bila terlena pada kemegahan dan kemajuan kota pelajar ini, aku terlalu jahat bila tidak memanfaatkan status dan kesempatan menjadi mahasiswa universitas ternama ini. Aku tidak ingin menjadi orang yang meredupkan harapan dan senyum kalian. Mengetahui banyak hal kadang menyakitkan. Mengenal kalian, mengenal kemalasanku juga keadaan disekitar tempatku belajar sangat menyakitkan. Sungguh.

Rintik hujan yang tak segera mereda menemaniku mengingat kalian.
Sosok-sosok kecil penuh warna, anak istimewa dari lereng barat Merapi. Sosok yang sukses membuatku menangis tengah malam, terhimpit rindu dan keinginan bertemu. Bodohnya aku, yang tidak pernah bisa menghapal jalan. Bodohnya aku yang buta spasial ini membuatku tidak bisa menempuh dua jam untuk menemui kalian.

Hujan bulan Juni ini membawaku memutar waktu. Kembali pada satu tahun yang lalu. Satu minggu yang penuh warna dan kenangan. Bersama kalian. Terima kasih. Sejuta rindu dan doa untuk kalian.

Hujan Bulan Juni (2)

Sekali, aku datang, seorang guru memberondongku. “Maaf yaa Mbak, anak disini nakal-nakal semua.” Aku hanya mampu tersenyum masam. Sedikit ragu. Namun, begitu tau kenakalan kalian, kalian malah membuatku jatuh cinta. Teriakan kalian dan tingkah laku kalian hanya semakin membuatku jatuh cinta.
Sekelas yang berisi hampir 50 orang, membuatku menyadari alasan nakal kalian. Jiwa anak kecil kalian hanya menuntut untuk diberi perhatian. Jiwa nakal kalian hanyalah tameng, cara agar guru mau memperhatikan kalian. Teriakan atau cara kalian mengganggu teman sebangku kalian menjadi satu-satunya cara agar kalian bisa membuat mata guru beralih kepada kalian. “Sekolah ini memang untuk beberapa RW, jadinya ya satu kelas penuh semua. Kami sudah minta untuk ditambah kelas tapi gimana lagi. Terpaksa harus bikin kelas besar. Banyak anak, banyak yang nakal juga”penjelasan seorang guru membuatku tersenyum masam.
Tidak, Pak. Aku dengan berani akan menyangkalnya. Muridmu adalah anak-anak istimewa. Lihatlah hasil tulisan mereka yang begitu apik. Mereka tidak nakal, mereka pintar. Mereka hanya berebut perhatianmu. Sungguh.

Lalu, perjalanan paling jauh yang aku tempuh menjadi perjalanan paling menyakitkan.
Menuju sekolah tertinggi dan terindah yang pernah aku datangi. Sekolah sederhana di lereng barat Merapi. Menghamparkan pemandangan lading-ladang hijau dan awan-awan yang berarak. Sekolah Atap, sekolah di atas awan.
Mereka bilang kalian adalah sekolah tersulit. Sekolah dengan tingkat pendidikan terendah. Bolehkah aku mengakuinya? Iya. Kalian memang sedikit sulit, kalian sering membuatku berdecak. Namun, kalian tetap tidak bisa membuatku membenci kalian. Aku tetap jatuh cinta.
Kepolosan kalian, juga usaha kalian untuk memecahkan soal yang kami berikan merupakan usaha terkuat yang pernah aku lihat. Ketidakmampuan kalian, kesulitan kalian dalam membaca, lamanya kalian memahami sebuah kata tidak terhitung dengan usaha kalian.
“Mbak, aku naik kelas lho. Untungnya aku bisa naik kelas. Soalnya dikelas ada 3 orang yang gak naik kelas,” kalimat penuh semangat itu masih melekat dalam otakku. Wajah cerahmu saat itu adalah sebuah harapan. Aku hanya bisa menitipkan pesan untuk belajar yang rajin, yang kamu jawab dengan anggukan kuat. Saat aku menceritakan dirimu, seorang teman menimpali. Sekolah hingga tamat adalah konsep menyelesaikan sekolah hingga SD. Tidak ada SMP yang dekat dan terjangkau, kalaupun ada itu adalah sekolah pesantren.
“Anak disini jarang mandi. Jarang sekolah juga, apalagi saat masa panen. Mereka harus bantuin orang tua panen. Ngambil di ladang, membawa kerumah. Itu juga kenapa terpaksa mengijinkan mereka membawa motor. Biar mereka mau berangkat ke sekolah habis bantu di ladang.” Tidak tau lagi respon seperti apa yang harus aku keluarkan. Sungguh.

Sekolah favorit. Bersama kalian adalah waktu yang paling berkesan. Bercengkrama dengan kalian adalah saat yang paling membekas.
Masih dengan sekolah sederhana. Dengan posisi yang juga tak kalah indahnya. Namun dengan anak-anak istimewa didalamnya. Anak-anak paling pintar. Anak-anak yang sering aku harapkan sebagai penerus masa depan bangsa ini.
Tidak terlalu banyak hal istimewa sebenarnya. Kalian tidak begitu memberikan banyak kesan. Kalian tidak memberikan banyak tamparan, kalian tidak memberikan banyak kesulitan bagi kami. Namun, kalian aku anugerahi label sebagai sekolah favorit.
Beberapa jam bersama kalian membuat aku antusias dan optimis. Beberapa jam bersama kalian cukup membuatku yakin bahwa apa pun keadaan dan keterbatasan kalian tidak menutup kemungkinan bagi kalian. Di antara wilayah yang sepi dan jauh dari keramain kota atu fasilitas memadai, tidak menghalangi kalian menjadi anak yang pintar. Kalian membuat aku optimis bahwa ada banyak bibit yang tersemai dan tumbuh dengan baik. Itu kalian. Sungguh. Pancaran mata kalian dan antusiasme kalian adalah semangat, keyakinan.

“Kalo hujan deres memang becek, Mbak. Kami harus berdesakan mencari ruangan yang gak bocor di kelas,” ujarmu sambil menatap langit-langit kelas yang bocor. Dengan tersenyum seolah itu bukan masalah besar.

Hujan Bulan Juni (1)

Perlahan, suara rintik yang menghantam jendela dan atap rumah semakin terdengar jelas.
Aku duduk di meja belajarku. Memandang titik-titik air hujan yang semakin deras jatuh ke bumi. Meja belajarku penuh dengan berbagai kertas, buku-buku yang terbuka juga sebuah laptop yang menyala, menampilkan tampilan word yang kosong. Sebuah kertas berisi jadwal ujian menangkap perhatian mataku. Bersanding dengan segelas coklat yang sudah mulai mendingin. Kartu itu menyentakku.
Tanpa sadar aku menghela nafasku dengan berat.
Aku mengalihkan pandanganku ke arah utara. Merapi yang kokoh tertutup mendung yang kelabu, membuatku tidak bisa melihatnya. Kenangan itu kembali berkelebat diotakku. Setahun yang lalu. Setahun yang lalu dibulan yang sama. kenangan yang muncul itu kembali menghimpit dadaku. Kembali terasa rindu, rindu yang terpendam selama setahun ini.
Bagaimana kabar kalian? Apa yang sedang kalian lakukan hari ini? Juga setahun ini, apakah kalian bahagia? Berbagai pertanyaan berputar dalam otakku. Memaksaku untuk mencari sebuah jawaban.

Sungguh. Rindu ini kembali menghimpitku. Menyesakkan dadaku.
Aku kembali menatap arah utara. Mencari setitik bentuk Merapi. Berusaha mencari dimana letak rinduku tergeletak. Dimana bayangan wajah kalian muncul.
Senyum polos dan antusiasme kalian kembali membayang dipelupuk mataku. Semangat kalian kembali menghangatkan hatiku. Merasakannya membuatku hanya mampu tersenyum samar. Merasakannya kembali membuatku merasa beruntung karena pernah mengenal kalian. Beruntung karena perasaan itu masih bisa aku rasakan.

Perjalanan selama seminggu itu terasa sangat menakjubkan sekaligus menampar.

Hanya berjarak kurang lebih dua jam dari Jogja, sebuah wilayah yang dijuluki kota pelajar, kalian adalah realita yang sangat berbeda dengan kenyamanan yang ada di Jogja.

Trying To Be Brave

“I was just trying to be brave like you.”
“Simba, I'm only brave when I have to be. Being brave doesn't mean you go looking for trouble.”
“But you're not scared of anything.”
“I was today.”
“You were?”
“Yes. I thought I might lose you.”
“Whoah. I guess even kings get scared, huh?”
“Mmm-hmm.”

Mufasa dan Simba
The Lion King I

Sabtu, 14 Juni 2014

Kamu Pilih Siapa?

“Kamu udah tau mau milih siapa?”
“Belom Mas. Aku bingung. Dengan keadaan media saat ini, bikin aku ragu buat memilih.”
“Kenapa kamu ragu?”
“Karena, seseorang yang aku anggap baik-baik juga memanfaatkan sebuah media juga, rasanya jadi ragu..”
“Sekarang gini, kalo misal stasiun televisi itu enggak bantuin pasangan itu atau memihak pasangan itu, orang-orang Cuma tau satu pasangan. Dan media hanya akan mengangkat satu pasangan. Dengan posisi ini kan, pasangan yang lain jadi ada dalam posisi seimbang. Dipublikasikan dengan cara yang sama..”
“….”

Okee kalimat terakhir adalah rekonsutruksiku.
Aku lupa kalimat pasti yang diucapkan, kurang lebih ia berbicara soal stasiun televisi yang akan memberi ruang bagi salah satu pasangan agar masyarakat tidak hanya dicekoki oleh informasi satu pasangan saja.

Bagaimana dengan pendapat tersebut? Saya masih tetap ragu..

Kamis, 12 Juni 2014

Saking Seringnya

Dengan sistematis Blu menarik earphone dari telinganya dan meletakkan iPod-nya di atas meja rias. Dia lalu menutup mata, menundukkan kepala dan menjali kedua telapak tangannya di depan dada untuk berdoa. Meskipun pernah melihat rutinitas ini sebelumnya, Dara masih tetap terkesima ketika melihatnya lagi. Setelah menyentuh kening, dada bahu kiri dan bahu kanan* untuk membuat tanda salib dengan tanga kanannya, Blu membuka mata dan berkata, “Let’s go”. Sekali lagi Dara terkesima dengan perubahan pada wajah Blu dari seorang anak remaja menjadi penyanyi professional.
-The Devil In The Black Jeans, AliaZalea, hal 176-

Aku tertegun dan terdiam cukup lama membaca bagian cerita diatas.
Membaca bagian itu membuatku terdiam lama. Memikirkan dengan cermat keseluruhan makna dan maksud bagian tersebut.
Aku mencermatinya bukan karena, kebetulan, ritual diatas adalah ritual yang biasa aku jalankan saat berdoa, atau ritual keagamaanku. Aku menggaris bawahi dan tersadar dengan kalimat terakhirnya, sekali lagi Dara terkesima dengan perubahan pada wajah Blu dari seorang anak remaja menjadi penyanyi professional.

Aku merasa bahwa itu adalah bagian yang paling magis dan kalimat terakhir itu adalah kalimat paling bermakna.
Aku mencoba merenungi itu dalam-dalam. Aku belajar dan mencoba berkaca dari apa yang Blu lakukan. Berdoa dengan sepenuh hati dan bermetamorfosis. Dari anak remaja biasa menjadi seorang penyanyi professional. Aku bisa merasakan bahwa sebuah ritual kecil bisa memberikan kita kekuatan yang begitu besar. Yang membuat kita tangguh dan sanggup menghadapi dunia. Aku merasakan hal itu juga merasa sedikit tertohok.
Metamorphosis Blu, perubahan yang Blu alami dan bagaimana sebuah ritual kecil menjadi sangat berarti. Blu terlihat sangat menghargai dan meresapi ritual kecil yang ia lakukan. Ia seperti begitu sangat mempercayai dan menggantungkan dirinya pada kekuatan Tuhan.

Membaca bagian itu membuatku bertanya, pernahkah kita benar-benar menghayati ritual kecil kehidupan kita?
Pernahkah kita menghayati makna sebuah tanda salib? Menghayati rasa dingin air yang menyentuh tubuh kita saat wudhu? Menghayati sesaji bunga yang kita siapkan?
Pernahkah menghayati tarikan nafas yang kita ambil? Kedipan mata kita atau tawa yang kita keluarkan?
Pernahkah kita mencoba menghayati dan mempercayai kekuatan sebuah ritual kecil? Bahwa hal itulah yang bisa menjadi kekuatan diri kita.

Blu dan ritual kecilnya sebelum naik panggung, jujur, membuatku terhenyak. Sering kali aku lupa menikmati dan menghayati hal kecil yang aku lakukan. Saking seringnya membuat tanda salib atau bernafas, membuatku kadang lupa bahwa ada makna dan kekuatan dari hal kecil yang aku lakukan. Saking seringnya, membuat kita abai.



*Aku sedikit merubah bagian yang aku beri bintang, khususnya pada cara melakukan tanda salib. Dalam buku tertulis, "setelah menyentuh kening, dada, bahu kanan dan bahu kiri untuk membuat tanda salib…" sedangkan sebenarnya saat melakukan tanda salib, bahu kiri dulu baru kanan. Memang ada, Gereja lain, yang melakukan tanda salib dari bahu kanan ke bahu kiri, namun itu terlalu panjang untuk diceritakan. Aku hanya memperbaiki sesuai apa yang aku lakukan, biar terasa semakin dekat denganku, hehe

Rabu, 11 Juni 2014

Kisah Surya dan Rembulan


Siapa bilang jika sang Surya dan Rembulan adalah musuh yang saling membenci? Siapa bilang jika mereka adalah dua hati yang mengeras penuh amarah?

Aku, sang Bumi, dengan berani menyangkalnya.
Surya dan Rembulan adalah dua hati polos, yang sedang menahan rasa. Mungkin legenda menjebak mereka. Memisahkan mereka dengan angkuhnya, dengan segala label dan cap benci juga dengki. Legenda membuat kedua hati polos ini harus menahan rasa, menunda sebuah benih bunga untuk tumbuh. Legenda mengurung mereka dalam cerita turun temurun yang mengisahkan sebuah keserakahan untuk menguasai seluruh jagad. Legenda ini membuat mereka terpisah dalam ruang dan waktu yang bertolak belakang.

Sejujurnya, jika aku boleh bercerita, Surya dan Rembulan adalah dua hati polos yang sedang terserang dilema. Dua hati ini sedang berusaha untuk menyembuhkan pilu hati yang semakin lama semakin terasa. Mereka adalah hati yang sedang memendam kekaguman.
Surya mengagumi keanggunan dan keteduhan yang terpancar dari cahaya lembut Rembulan. Sedang Rembulan selalu mengagumi ketangguhan dan keperkasaan yang selalu terpancar terang dari cahaya Surya. Keduanya terdiam, tertunduk malu akan rasa kagum yang memenuhi hati polos mereka.

Perlahan, mereka mulai berani berharap.
Perlahan kedua hati polos ini mulai membebaskan dirinya. Membiarkan kemana rasa menuntun mereka. Tanpa yang lain sadari, Surya dan Rembulan kerap mencuri waktu. Berkejaran dengan warna langit, mencuri waktu untuk sekedar menatap dari jauh. Mencuri waktu untuk bertemu di ufuk langit, lalu melempar senyum. Surya dan Rembulan mencari segala kesempatan untuk bisa bertemu, walau hanya sekejap, walau hanya melempar senyum bisu.
Surya kerap berbisik lirih padaku. Menyampaikan salam pada wajah teduh dan cahaya lembut yang Rembulan miliki. Lalu Rembulan kerap menatap jauh ke ufuk timur, mencari sinar perkasa yang dimiliki Surya. Aku bisa menangkap harap dalam suara tegas Surya dan aku bisa melihat gejolak rindu dalam mata sayu Rembulan.

Aku, sang Bumi, menjadi saksi bagaimana kedua hati polos ini berusaha.
Aku adalah tempat dimana mereka berbagi keluh kesahnya, menyampaikan harap untuk bisa bertemu. Aku menjadi saksi seberapa besar rindu yang mereka gantungkan di ufuk langit, juga banyak harap yang mereka sebar ke angkasa. Aku melihat bagaimana mereka berkejaran dengan waktu, mencari kesempatan untuk bisa bertemu. Aku menjadi saksi mereka, sekaligus pembatas. Aku menjadi pembatas pada perasaan yang tumbuh dalam hati mereka. Aku memisahkan ruang, waktu dan dunia mereka, terjebak dalam legenda.

Sekali lagi, aku, sang Bumi, menyangkal rasa benci dan dengki dalam hati mereka.
Aku bisa meyakinkanmu bahwa Surya dan Rembulan adalah dua hati polos yang memendam rasa. Dua hati polos yang berusaha memperjuangkan waktu, untuk bertemu dan saling melepas rindu.

Gambar diambil dari http://demetereka.blogspot.com/2012/11/rembulan-memeluk-matahari.html

Selasa, 10 Juni 2014

Bolehkah?


Dulu aku pernah menyukaimu tanpa persiapan. Lalu aku beralih menginginkanmu yang berakhir dengan menyakiti diriku sendiri. Dulu aku terlalu berharap bisa menghabiskan waktuku bersama, mengkhayalkan banyak hal tentangmu, yang semakin hari semakin kusadari sebagai sebuah cara untuk menyakiti. Menyakiti diriku sendiri.
Kini aku berusaha berdiri, menyiapkan diri. Menatapmu tanpa berharap, melihatmu tanpa menginginkan. Kini aku berjalan tenang, bersisian denganmu tanpa membayangkan atau mengkhayalkan dirimu, tak memerangkap sosokmu dalam egoku bersamamu. Berjalan bersama waktu untuk mengenalmu, memperhatikanmu.
Jika dulu menginginkanmu menyakiti diriku sendiri, kini saat aku siap, bolehkah aku mengenalmu lebih dalam? Boleh aku kembali berharap? Memanfaatkan setiap kesempatan dan kemungkinan yang tercipta tanpa harus saling menyakiti? Bolehkah?

Selamat Datang!!

Sudah dua kali ini menghabiskan selasa malam bareng teman-teman. Sudah dua kali ini juga mengerjakan tugas sekaligus menguras isi dompet.
Tugas yang mulai menumpuk dan banyak tugas kelompok akhirnya membuat kami memilih untuk mengerjakan tugas diluar. Cari café atau tempat makan yang bisa sampai malam dan tidak mengusir kami yang akan mengerjakan tugas sampai malam bahkan subuh. Makanya, kami memilih tempat makan franchise yang buka 24/7.
Akhirnya Desti, selamat kamu sudah menjadi mahasiswa yang ‘sesungguhnya’. Selamat datang didunia begadang dan selamat bergabung dikelompok mahasiswa penghias dan pelaris tempat makan franchise.. Semoga Tuhan melindungi tubuhmu juga kestabilan isi dompetmu alalalala~ *senyum lebar* *Muka berseri-seri*

Suka Semena-mena

Selama perjalanan untuk garap tugas kelompok di McD. Rasanya siaaaall banget!
Udah telat, ditambah rumah jauh, kena lampu merah terus pula masih lagi ditambah sama kena semprot kenalpot. Entah kenapa, sejak  masuk ring road apes banget. Pasti didepan ada motor cowok yang gede dan knalpot langsung kena ke muka. Sepanjang jalaaaann men. Selalu ada knalpot motor yang nyontor ke muka. Sepertinya semesta berkonspirasi karena satu motor pergi ada motor lain yang didepanku.
Enggak bisa nyalip, kak. Seriusan. Enggak berani nyalip juga sih. Jadi Cuma bisa pasrah dibelakang motor.
Jadi rasanya sedih banget sepanjang jalan. Ternyata yang semena-mena dijalanan enggak Cuma yang naik motornya, seknalpot-knalpotnya juga. Entahlah itu yang bikin motor kok bisa aja bikin knalpot langsung kena muka gitu, huft..
Selain sedih karena knalpot, sedih juga karena pengen ikut ngerasain digonceng motor gede.. Duh malah curhat~

Minggu, 08 Juni 2014

Cinta?

“Mau aku kasih yang unyu-unyu gak?”
“Apa emang?”
-Mengirim sebuah gambar- -foto popcorn dibentuk gambar hati-
“Popcoooorrn! Rasa cintaaa hahaha”
“Emang cinta rasa apa?”
“Rasa cinta tidak bisa dijelaskan dengan satu kata dan satu kalimat saja..”


Benar, aku tidak pernah benar-benar bisa menjelaskan rasa cinta akan seperti apa. Aku hanya bisa merasakan dan menikmatinya.
Tersenyum saat bahagia, berdegup saat bertemu, menangis saat berpisah..
Tapi itu pun tidak cukup.
Bunda yang marah juga sebuah cinta. Teman yang memberik pelukan juga cinta. Adik yang mencubit juga cinta. Nafasku saat ini juga cinta.
Aku tidak bisa menjelaskan seperti apa rasa cinta itu. Aku hanya tau bahwa aku mencintai dan ingin kembali merasakannya. Apakah itu cukup menjelaskan?

Aku tetap merasa belum menjelaskan cinta hingga tuntas.

Sabtu, 07 Juni 2014

"..."

Selamat malam..
Senang hari ini bisa bertemu.. Senang hari ini bisa tertawa bersama lagi..

Senang karena aku akhirnya menemukan rasa nyaman bersamamu.. Terimakasih..

Selamat tidur..

Jumat, 06 Juni 2014

Mantra Setiap Pagi

Aku orang yang cukup percaya pada mantra ini. A good word wil bring a good spirit.
Aku percaya bahwa kata baik atau semangat baik yang kita keluarkan pertama kali di pagi hari akan menjadi mantra untuk hari yang kita jalani. Semangat yang baik akan menghasilkan hari yang baik pula. Aku percaya bahwa semesta akan bersinergi dengan aura positif yang kita keluarkan.
Aku berusaha mempercayai itu. Bukan karena apa-apa, aku hanya selalu berusaha untuk membiasakan diri berpikir positif. Tidak ada salahnya kan untuk belajar menjadi orang yang optimis?
Mempercayai hal itu juga menjadi salah satu cara untukku agar tidak males atau emosi duluan setiap pagi. Aku berusaha untuk bersemangat selelah apapun, berusaha untuk tersenyum sesering apapun walau sering pegal mulutnya, tertawa sekeras apapun tanpa ingat rasa malu.
Aku ingin merasakan dan mendapatkan kesan yang membekas setiap harinya. Aku ingin menikmati hariku. Dengan cara apapun, dengan keadaan apapun..

Itu kenapa aku percaya bahwa a good word will bring a good spirit.
Selelah apapun, saat kita tersenyum, saat kita berkata bahwa hari ini akan menyenangkan, pasti kita akan mengusahakan semangat itu. Kita akan berusaha menikmati hari itu. Aku memandang cara itu sebagai langkah encouraging diri kita, memberi semangat.
Semesta akan memberikan tanda baiknya setiap pagi. Semesta akan selalu mengusahakan hari yang indah untuk kita. Lalu kenapa harus kita sia-siakan kesempatan itu?
Kenapa harus merasa ragu untuk mengawali hari dengan tersenyum? Kenapa harus takut untuk tertawa? Bahkan tertawa sampai keselek-tersedak. Karena hari baik adalah bagaimana kamu merangkainya dan mengawalinya di pagi hari, perpanjangan dari apa yang sudah semesta berikan.

A good word in the morning will bring you a whole day of happiness.
Selamat mencoba mantra-nyaaa~ Semoga berhasil!


Terima kasih buat yang pagi ini udah bikin aku ketawa sampe keselek. Semoga, selalu ada orang yang akan membuatmu tertawa juga. Terima kasih buat semangat baiknyaa~

Jujur dan Pergi?

Kemarin siang, aku dan teman-temanku kelingan sek mbiyen-mbiyen. Entah siapa duluan yang mulai, pokoknya kami mulai menyanyi lagu galau jaman dulu dari sebuah band Indonesia. kami menyanyikan sebanyak mungkin lagu dari Kerispatih.
Salah satu yang kami nyanyikan untuk mengisi kekosongan kantin adalah lagu “Aku Harus Jujur”. Rasanya kalo nyanyi lagu itu lagi sakiiiiiittt banget! Apa lagi kalo liat video klip-nya. Ya ampuuuunn, mereka Cuma bisa senyum-senyum tipis untuk merelakan kepergian seseorang.

Aku tak sanggup menjadi biasa.. Ini aku yang sebenarnyaa~

Kalo liat itu tuh jadi inget dongeng Jaka Tarub.
Mungkin lagu ini bisa jadi soundtrack buat dongeng itu. Lagu ini harus banget dinyanyiin waktu Nawang Wulan menemukan selendanganya, mengakui siapa dirinya yang sebenarnya lalu memilih kembali ke kahyangan.
Kayanya udah paaaasss bangetlah itu!
Terus abis itu, aku bisa membayangkan gimana Jaka Tarub yang tersenyum dengan sedikit penyesalan namun tidak bisa berbuat apa-apa sekaligus Nawang Wulan yang tersenyum tidak rela namun tetap harus kembali. Rasanya, pasti krunyus-krunyus! Dan pasti senyumnya gak jauh-jauh dari Mbak sama Mas yang ada di video klip..

Pertanyaanku adalah, apakah jika kita membuka identitas kita, mengakui siapa kita yang sebenarnya, kita tidak punya pilihan lain selain pergi?
Apakah kata “maafkan aku harus jujur” memang hanya bisa berteman dengan perpisahan?
Gak bisa bayangin saat kita memang hanya bisa tersenyum tipis untuk melepas orang pergi saat mengakui sesuatu..

Maafkan kali ini aku harus jujur~~

Kau harus tau siapa aku sebenarnya~~

Utang..

Aku kemarin beruutang..
Berutang tulisan. Seharusnya, sehari sekali aku menuliskan sesuatu. Untuk melatihku juga untuk menceritakan sesuatu yang aku alami hari itu.
Namun, kemarin aku berhutan. Aku berutang tulisan karena pusing yang berputar yang menjadi dampak dari begadang dan kurang tidur. Karena utang kemarin, karena bolong untuk tidak menulis, hari ini sedikit sulit untuk menulis. Sedikit kaku untuk merangkai kata untuk membayar utangku..

Karena hanya sekali tidak menulis, ternyata sedikit kaku jika harus memulainya lagi.

Ahh, ternyata benar, jika menulis harus dibiasakan dan merupakan kebiasaan. Karena terbiasa itu kamu akan menikmati saat menulis dan bisa belajar mengolah pengalaman sesederhana mungkin menjadi luar biasa. Maka aku kembali menulis lagi. Untuk membayar utang juga untuk membiasakan diri…

Rabu, 04 Juni 2014

Hampir Tengah Malam

Aku selalu menyukai waktu seperti ini.
Hampir tengah malam. Terdiam, terjaga diantara kantuk.
Bersama gelap, aku berusaha mengingat segala hal yang pernah aku lalui hari ini. Kejadian apa yang bisa membuatku tertawa, menangis, tersipu, menggerutu. Bersama siapa menghabiskan hariku dan membuat kenangan baru.

Aku selalu menyukai waktu seperti ini.
Hampir tengah malam. Sendiri, tersenyum ditemani senyap.
Bersama tenang, berteman dengan waktu yang bergulir lambat. Menata berbagai hal, mimpi, harap dan semangat. Mencoba mereka segmen baru bagi satu hari kehidupanku.

Bersama waktu yang beranjak, bersama bulan yang bergerak menjauhi malam dan menyongsong matahari yang siap merekah fajar.
Aku selalu menyukai waktu ini. Hampir tengah malam.
Dimana aku tersenyum akan segala kenangan yang aku dapatkan, juga harap yang aku gantung untuk hari baru yang akan datang.
Aku selalu menyukai sensasi ini.

Tak pernah ragu melepas waktu yang berlalu juga tak pernah lelah menanti hal baru untuk dilalui.

Selasa, 03 Juni 2014

Hai Euphoria!

Bersama pasukan begadang yang belum komplit

Beberapa minggu ini, karena sebuah mata kuliah, aku sedikit kehilangan semangat untuk kuliah. Seperti sebuah peribahasa, karena nila setitik rusak susu sebelanga, itulah keadaan yang sedang aku alami. Sebuah mata kuliah sedikit menghancurkan mooduntuk mata kuliah yang lain.
Aku butuh refill passion lagi. Benar-benar butuh dan harus secepatnya!

Aku pernah ngobrol dengan teman soal menyerah atau tidak pada keadaan semester yang semakin melelahkan ini. Kami berakhir pada satu kesimpulan, kami hanya mengeluhkannya tapi pada akhirnya kami tidak sebegitu tega untuk berhenti. Itu sedikit semangat dan passion kami pada jurusan yang kami pilih. Namun, jika boleh sedikit membandingkan, aku sedikit ingin memiliki semangat teman dari konsentrasi saudara. Meriset produk, membuat sebuah media iklan, pulang subuh. Mereka lelah, berkantung mata namun tetap passionatepada tugasnya.

Mungkin, aku butuh refresh dan merasakan euphoriamengerjakan tugas hingga subuh, berkelompok, bisa saling bercerita bila lelah dan ditemani secangkir coklat atau kopi.
Aku ingin merasakannya. Aku ingin memiliki kenangan merasakan tekanan tugas dengan gembira karena bersama-sama dengan suasana yang berbeda.
Aku ingin mengkomplitkan ceritaku sebagai mahasiswa dengan hal ini. Dengan cerita ini.

Hari ini, malam ini, dengan semangat tempur, aku dengan bantuan 5 teman membuat sebuah kenangan baru dalam cerita hidup yang dimasukan dalam bab “Kuliah”.
Aku semangat! Aku merasakan euphoria itu.

Selamat datang euphoria. Selamat datang semangat baru untuk kuliah, yeeeeyyy!

Senin, 02 Juni 2014

Ada Game-nya Gak?

Aku melangkah mantap. Memasuki ruangan terbuka yang hiruk pikuk, kuat dengan aroma makanan dan rokok. Aku berusaha mencari tempat kosong untukku duduk. Bersama dengan temanku, aku berusaha mencari tempat yang nyaman untukku makan.
Setelah mendapatkan tempat dan memesan makanan, aku duduk. Asik dengan duniaku. Dari kejauhan, aku melihat sepasang mata penasaran menatapku. Mata kecil itu berbinar. Memperlihatkan minat dan rasa ingin tahu yang besar. Aku berusaha mengacuhkannya. Berusaha tidak semakin menarik perhatiannya.

Namun, si kecil itu cukup bernyali ternyata.
Walau aku sudah memasang wajah angkuh, kaki kecilnya tetap berjalan yakin mendatangiku. Senyum lebarnya tercetak jelas pada wajah bundarnya. Oh aku tidak suka ini, erangku dalam hati. Aku melihat teman didepanku mengernyit bingung. Tiba-tiba si kecil sudah berdiri didekatku. Tersenyum dengan lebar.
“Ada game-nya gak?” tanyanya lantang. Dengan senyum berbinar.
Aku ingin menjawab tidak. Namun teman didepanku terlalu membuka diri untuk kedatangannya. Akhirnya, aku terpaksa menunjukkan koleksi game yang aku miliki. Aku terpaksa membiarkannya memainkan memainkan game-ku.
Aku tidak begitu suka. Sedang temanku hanya tersenyum menenangkan.

Seperti anak kecil pada umumnya.
Ia mudah sekali bosan. Tidak lama bermain game-ku, ia mengedarkan pandangannya. Aku tau apa isi kepala kecil itu. dia berusaha mencari mangsa lain. Yang bisa dimainkan game-nya.
Benar saja. Ia langsung turun dari kursi dengan lincah. Berusaha mendekati orang lain. Sayup-sayup aku mendengar suara cemprengnya bertanya. Pertanyaan yang sama yang diberikan padaku.
Aku tersenyum miris. Anak kecil ini.

Keesokan harinya, aku memperhatikan apa yang si kecil itu lakukan. Ternyata benar. Dia memang selalu mencari orang agar bisa memainkan gadget ditangan mereka. Ia akan melemparkan pertanyaan yang sama. Duduk dikursi dengan berani. Mendekat pada si pemilik lalu memainkan game didalamnya. Selalu seperti itu. Begitu setiap harinya.
Lagi-lagi, aku hanya bisa tersenyum miris.

Suatu hari, temanku datang bersama sekotak pensil warna dan buku kecil penuh gambar. Aku tersenyum lebar melihatnya.
Dengan semangat, temanku itu mencegat si kecil. Mengajaknya bermain warna-warni pensil kayu. Mewarnai berbagai gambar yang ada didalam buku. Ia berusaha sebisa mungkin membuat si kecil betah. Jika ia mulai bosan dengan mewarnai, ia membuatkan pesawat terbang kertas. Ia mengajak si kecil memainkannya, menerbangkannya jauh. Aku bisa melihat binar antusias dimatanya. Aku bisa mendengar mulutnya berteriak girang dan tertawa lepas. Aku bisa melihat diri si kecil itu. Hanya dengan sebuah pesawat lipat.
Namun, kegembiraanku tidak lama.
Bersama dengan bosan yang selalu menghampiri jiwa kecil ini. Begitu pula si kecil ini mudah melupakan pensil warna dan pesawat terbang kertas. Segera setelah bosan menghampiri, ia mengedarkan pandangannya. Mencari seseorang untuk dihampiri. Dan benar saja. Ia langsung melangkahkan kakinya. Bertanya pertanyaan khas mulut kecil itu, “ada game-nya gak?” Lalu dengan mudah, banyak yang tersenyum bangga dan segera merengkuhnya, membawanya duduk dekat dan memainkan game bersama.

Aku tidak suka pemandangan itu.
Aku memandang kosong si pensil warna, buku kecil dan pesawat terbang kertas. Aku bisa melihat senyum lemah mereka. Aku melihat semangat mereka kembali meredup.
Aku lalu mengedarkan pandanganku. Melihat keadaan sekeliling kantin ini. Ditengah ramainya manusia diruangan ini, aku bisa melihat kegiatan serupa. Makan dengan tenang, berhadapan dengan teman mereka dan memainkan gadget ditangan mereka. Berbicara pada layar menyala yang pas digengaman tangan.
Aku tersenyum tipis melihat keadaan itu.
Dan aku mendongakkan kepalaku. Pemilikku tengah tersenyum memandang layarku yang menyala. Asik ngobrol dengan seseorang. Ia tidak menghiraukan gadis manis didepannya yang tengah mewarnai sebuah matahari, sendiri tanpa berbicara. Pemilikku ini asik memainkan jarinya pada layarku.

Senyumku semakin lemah.
Aku bisa merasakan perasaan pensil kayu, buku gambar, pesawat terbang lipat juga gadis itu. Aku tau kenapa mereka hanya bisa tersenyum tipis.
Lalu, aku mencari si kecil itu lagi.
Aku tau kenapa ia dengan berani menghampiri banyak orang dan melontarkan kalimat “ada game-nya gak?” Aku tau kenapa ia memiliki kalimat itu. Si kecil ini terlalu terbiasa melihat banyak orang sibuk dengan gadgetditangannya. Pikiran si kecil itu merasa bahwa akan ada kebahagiaan dari sekotak kecil layar menyala yang bisa disentuh.


Dan aku kembali tersenyum tipis. Sedikit menertawakan keberadaanku saat ini.