Kamis, 06 November 2014

Melepas Cinta Pertama





Sejujurnya aku tidak begitu dekat dengan Ayah. Sering kali, aku merasa tidak cocok dengan Ayah. Kami melewati banyak pertentangan dalam hidup kami. Itu yang membuat kami tidak begitu dekat. Itu yang membuatku lebih memilih lari dan membangun hubungan batin yang kuat pada Bunda, bukan Ayah.
Namun, saat ini kami berusaha mendekatkan diri. Tiba-tiba saat aku bersama priaku, aku mengingatnya. Tiba-tiba, aku sering merindukannya. Entah. Saat ini, aku merasakan hal yang berbeda. Mungkin aku jatuh cinta lagi, pada Ayah. Atau mungkin semua ini karena kami sama-sama menyadari bahwa we getting older.
Aku semakin besar. Seiring dengan berjalannya waktu, aku semakin melihat banyak hal dan semakin menginginkan banyak hal. Dalam benakku, muncul berbagai rekaan menjalani kehidupan sendiri setelah mentas dari bangku kuliah. Bekerja di luar kota, tinggal sendiri dan menjaga diri sendiri, membangun karir dan relasi baru. Aku semakin banyak bermimpi. Sedang Ayah, ia lebih banyak membimbing anaknya membangun mimpi. Yang itu artinya, perlahan tapi pasti, Ayah akan melepaskan anaknya.
Semakin aku dewasa, semakin banyak pula orang baru yang datang dalam hidupku. Mencoba menarik perhatianku. Hingga pada akhirnya, semesta membawakan pria terbaiknya untukku. Pria yang perlahan menggeser pusat pandanganku. Selama belasan tahun hidupku. Ayahlah satu-satunya pria yang aku lihat. Pada dialah aku berlari, bersandar, mencari perlindungan, meminta pertolongan juga orang yang akan siap sedia menjaga. Ayahlah satu-satu pria yang menjadi pusat hidupku.
Tapi, perlahan, seiring dengan aku yang menemukan pria baru, aku meninggalkan Ayah. Aku mencari perlindungan lain. Mencari tempat lain untuk mengadu, menangis, bersandar bahkan berbagi cerita, membangun mimpi baru bersama. Tanpa melibatkan Ayah.
Tanpa sadar, aku mulai berpikir untuk keluar dari rumah, mencari kehidupan lain. Yang itu artinya aku akan meninggalkan Ayah. Keluar dari sayap perlindungannya. Tanpa sadar, aku mulai berpikir membangun hidup baru bersama pria lain. Yang itu artinya aku akan meninggalkan Ayah. Mencari sayap baru untuk berlindung.
Dan itu artinya, Ayah harus melepaskanku. Merelakan burung kecilnya terbang keluar dari sarang. Membiarkan anak gadisnya jatuh cinta pada pria lain. Itu artinya, Ayah harus merelakanku. Untuk tidak bergantung lagi padanya. Yang paling berat adalah membiarkan pria lain mengambil perannya. Membiarkan seorang pria, memasuki hidup anaknya, memberikan perlindungan pada anaknya, memberikan bahu untuk anaknya bersandar dan dada bagi anaknya menangis.
Sering aku melihat Ayah menatapku nanar. Bahagia sekaligus sedikit tidak rela saat priaku menjemputku. Ayah akan memperhatikanku, melepasku dengan senyum tipisnya dan membiarkanku menghilang dibalik pintu. Mungkin, cara ini yang ia gunakan untuk perlahan melepaskanku.
Orang bilang, seorang Ayah akan berat melepaskan anak gadisnya. Melepaskan anak gadisnya pergi dari rumah atau melepaskan anak gadisnya lari mencari perlindungan pada pria lain. Tapi, tidak bisa dipungkiri bahwa seorang Ayah, suatu saat harus bisa merelakan anaknya keluar dari benteng perlindungan yang ia berikan.
Saat ini, mungkin itulah yang terjadi.
Saat ini, kami sedang berusaha menikmati waktu kami bersama….

Foto diambil dari viralnova.com

Sabtu, 18 Oktober 2014

Cantik


“Cantik itu sederhana. Saat kamu menyadari bahwa sebuah hasil jepretan kamera terasa lebih sempurna dengan senyumanmu. Juga saat kamu paham bersama siapa kamu tersenyum."


Pagi ini cukup menyenangkan menemukan foto diatas beserta quote itu ada di timeline.
Quote itu tiba-tiba muncul begitu melihat diri sendiri ada didalam foto. Bukan sombong atau merasa cantik banget, tapi rasanya paham banget kenapa bisa senyum seperti itu.
Ini bukan sekedar karena kamu pergi sama pacar dan difoto sama dia. Tapi ini soal bagaimana menikmati waktumu bersama orang yang berarti. Saat kamu paham bersama siapa kamu tersenyum dan karena siapa kamu tersenyum. Saat itulah kamu cantik.


Selamat malam. Selamat istirahat. Selamat menemukan senyum cantikmu yang lain.

Jumat, 10 Oktober 2014

Halo, Teman Baru!

To someone who says I am mature girl by reading this blog, aku terharu dan tersanjung, sincerely.
Tunggu, aku sama sekali tidak menyindir atau malah ingin mengejekmu. Serius, aku merasa tersanjung dengan pujianmu. Aku merasa, yaaa, aku senang. Saat itu, aku seperti sedang mendapatkan teman baru. Ibarat seorang anak yang sedang bertengkar, saat itu kamu menyodorkan padaku sebuah lollipop. Dan sejak saat itu, kita berteman baik.

Boleh kah aku jujur?
Aku agak kaget. Karena, aku nyaris sudah lupa pada hal itu. Aku sama sekali tidak mendengarkan apa saja yang kamu ucapkan saat itu. Lalu bagaimana perasaanku? Saat itu aku terkejut. Aku juga tidak bisa memungkiri jika ada sedikit sembilu yang aku rasakan. But, I didn’t take it too much, sama sekali. Menurutku itu bukan hal besar. Saat itu, aku merasa bahwa aku hanya kurang berusaha. Berusaha mencuri hatimu. Agar bisa menjadi temanmu.
Serius. Aku tidak memikirkan itu terlalu berat. Memang benar katamu, setiap orang akan punya beragam first impression. Aku berusaha memakluminya, jadi aku hanya bisa berkata “dia belum mengenalku” saat ada banyak suara berbicara tentangku. Respon itu juga yang aku berikan saat itu.

Tenaaaang, aku tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. Hanya, abang aku yang satu itu sedikit lebay. Maaf kan yaa? Ada banyak reaksi untuk mempertahankan orang yang kita sayangi, itu mengapa dia melakukan hal itu. Aku harap, kamu bisa memahami itu, kamu tidak apa-apa kan? Jangan sedih yaa. Bilanglah padaku, jika kamu sakit hati karena si abang jelek itu, aku akan menjewernya! Itu sudah janji seorang teman.
Yang perlu kamu pahami adalah, tidak ada salahnya belajar dari hal yang sedikit menyakitkan. Tidak ada yang salah pula dengan mengabaikan apa yang terjadi dan pahami maksud dibaliknya untuk memperbaiki diri. Hanya itu pesanku.

Satu yang paling membuatku terharu adalah saat kamu bilang bahwa ingin mengenalku lebih dan bermain lagi bersamaku. Yaaaayyy!! I want too..

Kuharap, kamu bisa membaca pesan ini. Aku sengaja menuliskannya disini, karena berawal dari tulisan dari blog inilah kita berteman. Maka pesan ini aku sampaikan lewat media yang sama. Don’t mind to call me, dear. You know how to reach me, right? Can’t wait to see you again, hope it soon enough..

Selasa, 16 September 2014

1001 Alasan

“Ada 1001 alasan untuk menunda mengerjakan sesuatu. Namun, ada 1001 alasan pula untuk mengerjakannya sekarang juga.”

-Mas Agung-

Selamat menjalankan aktivitasmu!
Semoga tidak ada yang kamu tunda hari ini. Semoga saat kamu menundanya lalu muncul alasan lain yang segera mendorongmu melakukannya :)

Senin, 15 September 2014

Aku Serius

Aku terduduk diam. Bersisian dengannya yang juga terdiam. Ada banyak hal yang ingin kami bicarakan. Aku tahu dari helaan nafas yang ia keluarkan. Sama beratnya denganku.  Masih teringat jelas bagaimana pertengkaran kami semalam. Hanya karena sebuah chatyang berakhir dalam situasi seperti ini. Sangat tidak menyenangkan. Padahal, semalam kami saling berseru rindu. Namun, jarak yang dimunculkan lengan kursi ini terasa lebih jauh dibandingkan kedekatan yang kami rasakan semalam lewat chat. Ada kelabu menggantung dimatanya, juga segumpal sesak didadaku.

Dia mulai berbicara. Lirih. Mengunci mataku. Kebiasaannya agarku tak banyak bertingkah. Aku terlalu banyak menyimpan hormon heboh dan dia yang akan menyeimbangkannya. Mata tenangnya yang akan membekukanku. Dia terlalu mengenalku.

Dia berbicara. Selalu diawali dengan permintaan maaf. Katanya, maaf karena menyakitiku. Selepas satu kalimat itu, semua omelan meluncur lancar dari bibirku. Membuatku lebih ringan dan senyum lembut muncul dibibirnya. Dia selalu begitu.

Kami saling mengungkapkan desakan perasaan di hati kami. Sekaligus memperbaiki dan memperkuat hubungan ini. Setelahku dengan meledak-ledak berbicara dan dia dengan tenang juga tegas meluruskan, permasalahan semalam seakan tak pernah ada. Kami, sekali lagi, meneriakkan rindu yang masih mengganjal. Selalu secepat ini kami bertengkar dan selalu secepat ini pula jantung kami kembali berdebar.


Di penghujung malam, dia berkata “Aku menjalani ini dengan serius. Kamu mau kan?”

Senin, 01 September 2014

Cerita Horor



Aku punya cerita horror karena katanya aku mistis..
Dan kemistisanku berhubungan dengan banyak hal di hidupku, salah satunya dengan ringtone hape aku. Kata temen-temen ringtone sms aku seram. Bikin suasana jadi menakutkan.Padahal menurut aku ringtone itu lucu. Kebetulan juga mirip sama kakak sepupu aku yang sebelumnya tinggal satu kamar. Jadi suka tebak-tebakan, yang bunyi hape siapa. Tuh kaaann, kurang lucu apa sih ringtone aku?
Tapi temen-temen aku banyak yang enggak terima dengan kelucuan yang aku ceritakan.

Sampai suatu hari, aku merasakan betapa ringtone itu sangat menyeramkan….
Suatu pagi, saat aku tertidur lagi di liburan semester. Aku menaruh hape aku dalam sebuah plastik yang menggantung di dekat tempat tidur. Saat sedang setengah sadar waktu bangun tidur, aku mendengar suara ketukan. Pertama, aku hanya kaget. Kedua, ada suara ketukan lagi. Aku membuka pintu kamar yang kebetulan aku tutup. Tidak ada orang. Aku mulai ketakutan, karena aku tidak bisa menemukan siapa yang mengetuk pintu. Dan aku cemas, karena aku tidak bisa menemukan hape aku. Sampai ada suara bunyi sms ketiga yang berarti suara ketukan pintu ketiga kalinya. Aku baru sadar kalo itu suara hape aku.

Ternyata memang benar kalo suara ringtone sms aku menyeramkan.. Benar. Suaranya menakutkan dan menegangkan. Aku baru tau kalo ternyata selera aku se-horor itu~~~ Dan aku horror sekali karena aku masih mempertahankan bunyi ringtone itu dan masih tetap menyukainya.


Gambar diambil dari http://ctworkingmoms.com/2013/04/24/knock-knock-jokes-for-kids/

Minggu, 10 Agustus 2014

Untuk Ibu Burung

Dear Ibu burung..
Di tempat


            Selamat malam Ibu burung,
            Aku tidak ingin menanyakan kabarmu, karena aku tau bahwa kau sedang sedih sekali. Aku tau bahwa mungkin kamu sedang menangis di sebuah dahan pohon karena kehilangan sarangmu juga 4 orang anak burungmu.
            Maafkan aku Ibu burung, seseorang menebas rumput dibelakang rumah. Dan aku baru tau jika rimbunan rumput itu merupakan tempat tinggalmu. Maafkan aku, aku tidak bermaksud. Aku benar-benar tidak tau.
            Untungnya, bapak penebas rumput itu membawa anakmu dan menyerahkannya kepada Ayah. Untungnya pula, Ayah dan Vincent cukup semangat merawat bayimu. Ayah sudah membuatkan rumah baru. Dari sebuah ember dengan lampu untuk menghangatkan bayimu, sarang jeramimu masih menjadi kasur ternyaman buat bayimu. Karena tanpamu, lampu menggantikan fungsi dirimu untuk menghangatkan bayimu. Kuharap kamu tidak keberatan dengan sarang baru yang Ayah buatkan.
            Sewaktu kamu pergi, pasti kamu sedang mencarikan makanan untuk bayimu. Kamu pasti cemas karena makanan yang kamu carikan tidak masuk kedalam perut anakmu. Kamu pasti takut jika anakmu kelaparan. Tenang saja. Ayah tidak hanya membuatkan sarang baru, tapi juga sudah menyuapi mereka makan. Bayimu makan dengan lahap. Tenang saja.

            Ibu burung, berhentilah cemas. Mungkin memang tidak mudah melupakan anak yang selama beberapa minggu kamu erami saat didalam telur. Kamu pasti ingin mengasuh mereka hingga besar. Tapi, kami juga berusaha untuk mencarimu. Dari sekian banyak burung berkeliaran di belakang rumah, kami benar-benar tidak tau kamu seperti apa. Mungkin akan lebih mudah jika kamu yang menghampiri rumah kami. Bagaimana? Kami membuka pintu kami lebar-lebar jika kamu ingin menengok bayimu.
            Sebenarnya, aku ingin memfotokan anakmu. Agar saat kamu membacanya bisa sambil memandang wajah anakmu. Namun, sayang sekali, bayimu sudah tidur nyenyak. Aku tidak tega jika harus menggangu tidur malam mereka. Jadi bersediakan kau datang esok pagi? Aku harap kamu bersedia menunggu hingga esok.

            Surat ini aku tuliskan agar seorang Ibu burung yang kehilangan anaknya dibelakang rumahku bisa segera menemukan bayinya. Namun, jika surat ini tidak terbaca oleh Ibu burung mana pun, aku sudah siap menjelaskan kepada keempat dedek burung itu apa yang terjadi. Aku harap penjelasanku tidak menyakiti hati mereka. Dan jika Ibu burung manapun tidak membaca surat ini, semoga Ibu burung tetap kuat dan tidak trauma untuk memiliki anak baru. Aku berdoa yang terbaik untuk kalian semua. Semoga semesta mempertemukan kalian lagi.

Sabtu, 09 Agustus 2014

Berhati-hatilah...

Untuk kamu,
Selamat pagi.. Apa kabarmu hari ini?
Aku tidak ingin mengulang omelan yang sama setiap pagi. Tapi bagaimana lagi, kamu terlalu terbiasa tidur dini hari.
Kita memang sama-sama makhluk nocturnal. Jika kamu mengingat lagi, kekalongan kitalah yang mendekatkan kita. Namun, mengetahui bahwa kamu sering tidak bisa tidur, cukup membuatku khawatir. Kumohon, cobalah untuk tidur lebih lama lagi. Tidak hanya 2-3 jam seperti yang biasa kamu lakukan.

Untuk kamu,
Pagi ini, aku mengulang apa saja yang pernah kita lalui bersama. Pagi ini, aku menyadari bahwa apa yang kuanggap sebuah ilusiku ternyata sebuah kenyataan.
Pagi ini, aku terbangun dengan dada yang cukup sesak.
Bukan. Aku tidak sakit. Asmaku sedang tidak kambuh. Tapi dadaku terasa sangat sesak. Penuh. Dan kadang sering membuatku sulit bernafas.
Lalu bagaimana rasanya? Apakah aku baik-baik saja?
Iya, aku baik-baik saja. Dan rasanya menyenangkan. Rasanya menyenangkan merasakan dada ini sesak. Rasanya kesulitan bernafas tidak pernah senyaman ini. Rasanya, aku selalu ingin mengulangi sesaknya dada ini setiap hari.

Untuk kamu,
Aku benar-benar menyukai sensasi ini.
Sumpah. Aku selalu menanti seperti apa kupu-kupu terbang didalam perut atau jantung yang berdetak dengan kurang ajar. Aku ingin tau rasanya. Dan aku merasakannya saat ini. Ternyata memang tidak jauh dari bayanganku selama ini. Ternyata, seperti ini merasakannya secara langsung.
Aku benar-benar menanti sensasi ini. Untuk datang lagi.
Aku suka conffeti yang meledak diam-diam. Aku suka kupu-kupu yang terbang didalam perutku. Aku suka saat bibirku by default tertarik membentuk senyum. Aku suka debar jantung yang berderap bagai genderang.

Tapi, aku mulai mencemaskan sesuatu.
Aku takut, jantungku, dadaku atau apalah ini terlalu bekerja keras karena tidak pernah berdetak secepat ini. Aku takut, jika suatu saat detaknya melemah. Atau mungkin karena jantungku yang mulai bekerja tidak maksimal.
Tolong berhati-hatilah pada debaran ini.
Jangan sampai jantungku terlalu lemah hingga tidak bisa berdebar sehebat ini. Bertanggungjawablah pada kesehatan jantungku ini. Aku tidak ingin debarannya semakin melemah. Karena, sesesak apapun rasanya, aku menyukainya.. Karena, sekuat apapun debarannya, aku menantinya..
Jadi, tolong berhati-hatilah..

Sincerely,
                              
Masih dengan conffeti yang meledak,
kupu-kupu yang enggan berhenti terbang,
juga penambuh genderang yang tak henti membuat dada berdebar..

Jumat, 08 Agustus 2014

Semut Merah Besar

Dear semut merah besar,
Aku mengenalmu dengan nama angkrang. Yang aku tau tentang dirimu hanya, kamu sering aku temui di pohon jambu dan memiliki gigitan yang sangat menyakitkan. Aku nyaris tidak ingin berurusan denganmu.
Tapi, Ayah sangat tertarik padamu. Bahkan, badan merah besarmu itu memunculkan binar antusiasme yang besar dimatanya.

Dear semut merah besar,
Aku mohon padamu, berkembangbiaklah dengan baik. Teruslah beranak pinak. Terus bahagiakan dan munculkan binar antusias itu dimata Ayah.
Jangan nakal yaa.. Ayah banyak berharap padamu. Ayah mengerahkan banyak usahanya untuk berteman baik denganmu.
Ayah sudah menyediakan rumah baru yang lebih nyaman dan besar. Juga teman baru yang lebih banyak dan beragam. Aku harap kalian tidak saling berantem namun saling mendukung.
Buatlah Ayah menengokmu dengan rasa penasarannya dan merawatmu dengan antusiasme yang tinggi.

Oh iya, aku ingin mengucapkan terima kasih.. Jangan tanyakan untuk apa, aku hanya ingin mengucapkannya. Terutama karena kamu telah berkembang biak cukup banyak, hehehe

Pengakuan Dosa

Teruntuk Ayah,
Jika aku, anakmu ini, pernah melakukan sebuah dosa. Dosa terbesar yang pernah aku lakukan adalah pernah membencimu.
Seharusnya aku mengakui ini dihadapan Tuhan dan Pastor sebagai perwakilan-Nya, bukan pada sebuah laman yang bisa memuat tulisan. Namun, aku ingin menuliskan ini. Untukmu. Juga pengingat bagiku, bahwa aku pernah mengakui hal ini. Surat ini adalah sebuah pengakuan dosa yang ingin aku lakukan.

Maafkan aku karena dulu pernah begitu lancang memendam perasaan ini untukmu.
Maaf karena aku belum menjadi anak yang baik dengan membiarkan hatiku memunculkan perasaan itu. Aku tau bahwa aku salah. Perlu waktu panjang hingga aku bisa sampai pada titik ini. Perasaan itu dan perjalanan hingga pada titik ini, tidak hanya mengajariku soal menerima namun juga soal berusaha.

Teruntuk Ayah,
Bersamamu aku belajar untuk menerima..
Bersamamu aku belajar untuk berusaha..
Menerima apa yang terjadi pada hidupku. Membuatku peka untuk bergerak dan memperbaiki apa yang belum benar. Bukan memohon untuk mengganti kehidupanku.
Bersamamu aku berusaha, untuk memperbaiki, untuk meningkatkan kemampuanku dan untuk memantaskan diriku bagi orang sekitarku. Awalnya, ini hanya sebuah ‘balas dendam’ agar aku bisa ‘mengalahkanmu’. Namun sekarang, proses itu membentuk diriku. Menjadikan diriku. Yang seperti saat ini..

Teruntuk Ayah,
Aku benar-benar bersyukur. Tanpamu aku mungkin hanya gadis manja. Bersamamu, aku bersyukur karena Tuhan mempertemukanku denganmu. Membuatku berkesempatan mendapatkan ‘golden ticket’ untuk belajar kehidupan lebih awal. Walau bagi sebagain orang, hal itu terasa sangat sulit, tapi menjalani dan berdiri dari titik minus dalam hidup akan membuatmu lebih tangguh.
Dan aku mendapatkan itu..
Aku mungkin bisa dengan bangga berdiri dan yakin, akan diriku, hidupku dan dinamika dalam proses hidupku.

Teruntuk Ayah,
Terima kasih karena kau bersedia hadir dalam hidupku.
Terima kasih karena kau menjatuhkanku pada titik minus kehidupan pada usia cukup muda. Sekaligus menantangku untuk berusaha dan bangkit, merangkak hingga dapat berjalan naik dalam proses kehidupanku.
Terima kasih karena aku belajar banyak. Karena tanpa sadar, apa yang terasa sangat menyakitkan dan tidak ingin kita alami adalah guru paling sukses dalam hidup. Adalah pengalaman paling berarti yang membentuk diri kita.
Karena tanpa ingin kita akui, apa yang menyakiti kita adalah proses paling dalam dan paling bermakna dalam hidup. Hingga kita berdiri dengan bangga dan tangguh sambil tersenyum lalu mengakui siapa diri kita.


Sincerely

Rabu, 06 Agustus 2014

Teruntuk Semesta

Teruntuk Semesta,
Yang memberikan segalanya, terima kasih..
Yang menciptakan berbagai perasaan, terima kasih..
Yang mempertemukan orang-orang tersayang dalam satu lingkaran, terima kasih..

Teruntuk Semesta,
Yang memberikan kehidupan, terima kasih..
Yang menciptakan kesempatan untuk menjalani kehidupan, terima kasih..
Yang meminjamkan miliknya untuk kita rawat dan mengambilnya kembali saat kita berkecukupan, terima kasih..

Teruntuk Semesta,
Yang menjaga kehidupan, terima kasih..

Yang tak lelah berputar dan membangun kisah baru diatas bumi, terima kasih..

Selasa, 05 Agustus 2014

Anjing 9 Nyawa


Dear Bhebe yang ganteng..
Selamat malam Bhe, apa kabarmu? Sudah kah kamu menghabiskan makan malammu yang Ayah buatkan? Biasanya kamu nakal dan hanya mau memakan lauknya saja. Kadang Ayah hanya tertawa sambil berdecak “Dasar guguk nakal, maunya makan enak doang.” Tapi kami tidak bosannya memberikan makanan enak. Bahkan, kami kerap membagi roti sarapan kami untukmu. Dan kamu suka roti. Memang guguk bule kamu, Bhe..
Aku dengar hari ini kamu nakal. Iya kah? Kata Vincent kamu mencakarnya hari ini. Kamu memang sangat galak, Bhe. Kamu sering membuat banyak orang ketakutan. Dari jauh sekali pun karena mendengar teriakanmu yang keras dan lantang.

Dear Bhebe, cinta pertamaku..
Sungguh. Aku pernah berjanji. Pacarku besok harus bisa sama sayangnya padamu dan mau diduakan denganmu. Hahahaha konyolkan? Aku serius, Bhe. Kamu adalah cinta pertamaku.
Bagaimana aku tidak jatuh cinta padamu? Kamu adalah anjing paling kuat dan tangguh yang pernah aku punya. Kamu melewati dan menghadapi betapa banyak orang-orang jahat yang berusaha mengenyahkanmu. Kamu kuat, Bhe. Menghadapi mereka. Dan tangguh. Karena tanpa takut kamu akan tetap dengan santai melenggang melewati manusia-manusia yang menatapmu benci.
Kamu akan dengan santainya mlengos dan mengibaskan ekor coklatmu. Kamu akan dengan gaya melenggang dengan kaki pendekmu itu. Tanpa takut, tanpa merasa bahwa otak jahat mereka bisa kembali melukaimu. Kamu layaknya bad boysejati. Tidak takut apapun.
Walau sangat sombong diluar, kamu adalah anjing paling manja dan perhatian yang aku punya. Kamu selalu ikut menemani aku tidur. Menumpangkan kakimu dipinggir tempat tidur untuk berdiri dan menemaniku mengumpulkan nyawa. Kamu juga setia menunggu, aku dan keluargaku pulang. Menyambut kami dengan hangat dan melemparkan ciuman untuk kami.
Orang banyak mungkin takut padamu, namun sesungguhnya kamu adalah anjing yang manja. Kamu selalu colongan naik kasur di depan tivi. Bergelung pada kehangatan kasur itu. Lalu dengan muka memelas, memohon agar kami tidak mengusirmu dari sana saat kami melihatmu. Selain itu, kamu pun takut gelap dan petir. Setiap hujan lebat, kamu selalu berlari mendekati kami. Bergelung pada kaki kami, mencari perlindungan. Saat kami beranjak kamu akan dengan cepat berlari dan mengejar kami. Bahkan, saat petir menyambar dengan keras, kami menemukanmu sembunyi dibawah kursi atau meja.
Ya, kamu sudah sangat memenuhi kriteriaku, Bhe. Ganteng, bad boy, tapi juga penuh perhatian dan manja. Lalu, adakah alasan yang membuatku tidak jatuh cinta padamu? Salahkah aku jika mencintaimu begini besarnya?

Dear Bhebe, anjing kesayangan dengan 9 nyawa..
Aku ingat, kamu lahir di suatu pagi tanggal 11 Februari 2009. Kamu lahir bersama dua saudaramu, Kenin dan Gae. Dalam masa kecilmu, saat masih berumur 2 minggu, kamu harus merasakan betapa dunia kerap jahat dan tidak adil. Saat kamu baru bisa membuka mata dan melangkah, Ibumu, Heli, harus meregang nyawa karena racun yang entah diberi oleh siapa. Kamu, Kenin dan Gae harus menjadi anak anjing yang kuat. Minum dari susu kaleng dan mencari kehangat sendiri, tanpa ada Ibu yang menemanimu.
Tidak hanya Ibumu yang berhubungan dengan racun dan berusaha mempertahankan nyawa. Kamu, juga harus merasakan pahitnya dan sakitnya dipaksa untuk menutup usia. Sudah 3 kali, Bhe. Tiga kali kamu terjebak dalam sepotong daging enak yang terbalut racun. Tiga kali pula aku menangis berusaha menyelamatkanmu. Dengan air susu, air garam atau air kelapa. Apapun untuk menyelamatkanmu.
Memilikimu membuatku banyak belajar sekaligus pernah dengan lancang menyalahkan kehidupan. Salahkah jika kamu pernah hidup? Salahkah jika kamu, konon, adalah campuran dari hewan ganas bernama serigala? Dosakah kamu karena harus menerima label “haram”? Kenapa, Bhe, kenapa kamu dan temanmu yang lain harus diperlakukan seperti ini? Apa karena kamu menggongong dan mengaum alih-alih duduk manja sambil mengeong?
Jahat yaa aku, Bhe? Jahat karena pernah menyalahkan hidup ini. Tapi, tidak bolehkah aku melakukannya? Aku sangat marah, aku dendam, aku sedih. Karena tidak banyak yang bisa menerimamu. Karena banyak orang mencari cara dan alasan untuk membunuhmu. Melemparmu dengan batu atau memberikan jebakan beracun. Tidak bisakah mereka melihat bahwa semua makhluk ciptaan Tuhan adalah ciptaan yang memiliki kelembutannya sendiri, walau bergigi tajam, menggonggong dan campuran dari serigala?
Aku dendam, pada orang yang meneriakimu dan menyebutmu hewan tidak pantas hidup. Hewan yang selayaknya dibunuh karena haram. Aku marah, pada orang yang tidak bisa menerimamu. Yang menyiapkan batu besar ditangan untuk melemparmu juga tidak bosan membeli racun untuk membunuhmu. Aku sedih, pada orang yang menyakitimu, yang membuatmu kesakitan, membuatmu merintih. Melihat mata sendumu itu perlahan menutup lalu membuka lagi dengan sebuah pesan dan harap untuk bisa selamat. Bhebe, maafkan aku karena masih menyimpan perasaan ini. Aku sudah 3 kali kehilangan anjingku karena hal itu, karena kebencian dan ketidaksukaan orang pada hewan sepertimu. Aku tidak ingin kehilanganmu..

Dear Bhebe, anjing spesial yang Tuhan berikan untukku..
Aku menyebutmu memiliki 9 nyawa. Tidak salah memang, karena Tuhan selalu memberikanmu kesempatan untuk kembali berlari dan bermanja pada kami. Selama 5 tahun umurmu dari 9 nyawa itu, sudah 3 kamu berikan untuk racun. 2 lainnya kamu serahkan pada motor cepat yang melaju didepan rumah. Kamu membuatku cemas dengan 5 teriakanmu.
Sudah 5 kesempatan nyawa kamu berikan, Bhe. Sudah 5 kali teriakan kesakitanmu aku dengar. Itu artinya hanya tinggal 4 yang kamu miliki.
Masih cukup banyak. Namun, maukah kamu menyimpannya? Maukah kamu bertahan? Maukah kamu terus hidup, terus berlari, terus menggonggong hingga Tuhan yang menarik nyawamu? Maukah kamu melakukannya, Bhe? Maukah kamu terus berusaha untuk hidup apapun yang terjadi? Berjanjilah, Bhe. Tolong berjanji padaku.

Dear Bhebe..
Terima kasih..
Terima kasih karena kamu bersedia hidup. Terima kasih karena kamu bisa bertahan tanpa Ibu saat masih bayi. Terima kasih karena kamu mau terus ada disamping kami dan melengkapi keluarga kami. Terima kasih karena kamu dengan kuat bertahan. Terima kasih, terima kasih sekali, karena kamu selalu berusaha, berusaha melawan semua orang yang berusaha jahat padamu..
Aku sayang kamu, Bhe. Aku mulai takut kehilanganmu, karena perlahan kamu mulai beranjak tua. Berjanjilah Bhe, bahwa kamu akan terus berusaha hingga kamu tidak lagi mampu..

Love you,

sincerely, deeply, desperately..

Senin, 04 Agustus 2014

Jangan Lakukan Lagi

Dear Andre, yang mengaku mengenalku, rindu padaku dan ingin bertemu padaku..
Kamu memberikan shock terapi yang cukup hebat untukku siang ini. Aku benar-benar tidak mengenalmu atau tidak punya sedikit gambaran pun tentang dirimu. Tapi, kata-kata dalam pesan singkatmu berhasil membuatku ketakutan. Berhasil membuatku hampir menangis dan memikirkannya sepanjang hari.
Mungkin itu hanya sebuah pesan singkat yang acak kamu kirimkan pada siapa saja. Namun, kamu menyebut namaku, dengan sangat benar. Dan itu membuatku semakin ketakutan.

Andre, taukah, bahwa apa yang kamu lakukan itu membentuk ketakutan yang sangat besar? Berpikirkah kamu bahwa pesan singkat itu sangat menyakitkan?
Bagaimana kamu dengan lugas dan eksplisit menjelaskan apa yang kamu rasakan dan lakukan saat bercinta ‘denganku.’ Kalimatmu itu sama seperti mengulitiku habis-habisan. Membacanya membentuk sebuah ketakutan dan membuatku berpikiran macam-macam.
Secara psikologis, itu merupakan guncangan yang cukup besar untukku. Aku takut, jika di masa serba digital ini, kamu sudah menggunakanku sebagai pemuas nafsmu. Aku tiba-tiba berpikir jika kamu menggunakan fotoku atau membuat video yang tidak benar tentangku. Mungkin aku berimajinasi terlalu tinggi. Namun, apa yang harus aku katakan pada orang tuaku, saudaraku, teman-temanku atau pacarku jika itu benar terjadi? Apa aku yang harus menanggung semua ini? Aku takut, benar-benar takut karena pesan singkatmu ini. Kau membuatku sangat tidak nyaman.
Kau menyakiti perempuan dengan isi pesanmu. Perempuan yang sama seperti Ibumu, kakak atau adikmu bahkan pacarmu. Tidak sadarkah jika kamu secara tidak langsung menyakiti mereka?

Dear Andre, apa yang kamu lakukan itu merupakan sebuah kejahatan. Dan aku bisa saja menuntut itu. Sayangnya, aku bahkan tidak tau apakah kamu fakta atau hanya fiktif belaka.
Menurut UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) sebuah pesan singkat bisa menjadi sebuah alat bukti hukum yang sah untuk mengadukan sebuah pelanggaran. Kamu bisa terancam penjara hingga  paling lama 6 tahun dan/atau denda hingga satu miliar rupiah atas sebuah tindakan menyebarkan sebuah dokumen yang memiliki muatan melanggar kesusilaan.
Bahkan, pada tahun 2012, juru bicara Mahkamah Agung, Djoko Sarwoko, mengatakan jika sebuah SMS porno merupakan sebuah kekerasan seksual. Pesan singkat seperti itu merupakan bentuk kekerasan bagi perempuan. Di luar negeri, pesan singkat tersebut masuk dalam sexual harassment dengan ganjaran hukuman berat.


Dear Andre, apa pun alasan kamu melakukan ini, tolong jangan lakukan itu lagi. Tolong jangan buat semakin banyak perempuan menjadi tidak tenang dan tidak nyaman, jangan buat semakin banyak orang cemas. Pesan singkat yang kamu berikan padaku hari ini, seolah membuatku, sudah tidak utuh lagi. Tolong jangan pernah lakukan itu lagi. Coba pikirkan bahwa banyak ketakutan yang bisa kamu munculkan dari fantasimu atau dari sebuah karangan yang kamu sadur untuk kamu kirimkan secara acak. Coba pikirkan ulang dan pahami, makna dan fungsi dari nomor telpon seluler dan Handphoneyang kamu miliki.

Semoga aku tidak mengganggu tidur malammu yang nyenyak. Atau aktivitas apapun yang masih kamu lakukan saat ini. Terima kasih jika kamu menyempatkan diri membaca ini, selamat malam..

Senin, 21 Juli 2014

Jawab Ini Dulu

Besok KPU akan mengeluarkan hasil rekapitulasi suara pilpres..
Aku mau bertanya sesuatu, siapakah kalian, yang mengaku warga Indonesia yang menuntut perubahan juga siapa untuk berubah? Terlepas dari pasangan nomer berapa yang terpilih. Terutama untuk pendukung atau yang memiliki kecenderungan mendukung pasangan tertentu untuk konsisten dengan visi dan misi yang diusung calonnya?

Salah satu pasangan mengusung soal pembenahan mental Indonesia dan aku mempunyai teman yang sangat membanggakan visi dan misi ini. Sayangnya, saat kami jalan-jalan bersama menaiki sebuah motor, ia menerobos lampu merah karena jalan yang nanggung jika tidak “belok kiri jalan terus.” Sudah ada instruksi, namun dia tetap berbelok. Nanggung katanya kalo enggak belok. Seperti inikah semangat dan bentuk konsistensi kita pada visi dan misi untuk merubah mental orang Indonesia?
Kasarnya, saat harus menaati tata tertib berlalu lintas yang in case untuk keselamatan kita saja kita masih punya seribu alasan, apalagi untuk memperbaiki hal besar seperti korupsi atau KKN yang membawa hajat hidup orang banyak?

Siapkah kita untuk berubah? Dan mampukah kita untuk melawan diri kita sendiri untuk melakukan perubahan yang lebih baik?
Siapapun presiden terpilih, lupakan soal polemik dan permasalahan didalamnya, yang akan menjalankan visi dan misinya adalah kita jutaan manusia di Indonesia. Kita terlibat langsung didalamnya. Maukah kita menjalankan ini? Selama lima tahun? Setelah selama sebulan kemarin kita habis-habisan mendukung dan menyakini visi-misi pasangan jagoan kita?

Mari jawab ini dulu sebelum kita meributkan rekapitulasi KPU dan hasil yang akan diumumkan besok.

Minggu, 20 Juli 2014

Mengusahakan Axel


Kemarin aku membuat seorang anak menangis. Hmm, tepatnya, masih mewek sih.
Axel, semoga benar nulisnya, adalah anak dari kakak sepupu aku. Dia susaaaah sekali dekat dengan orang baru. Bahkan, aku dibuatnya berusaha habis-habisan untuk mendapatkan hatinya. Harus pake jurus merayu dengan jelly dan ayunan dulu sampai dia mau bersamaku.
Untungnya, Tuhan baik. Bocah kecil ini mau menghabiskan banyak waktu bersamaku. Bahkan, saat bersamanya, bila aku diam-diam menjauh darinya, dia akan mengejarku. Aduuuhh itu bikin terharu, hehe usahaku tidak sia-sia ternyata. Aku berhasil membuat dia nempeeeell sama aku.
Hingga akhirnya, aku melihat wajah sedih dia saat Ayahnya mengajaknya pulang. Bahkan, dia gak mau aku ajak tos. Melihatnya menatapku seperti itu, sedih seakan tidak mau pulang, membuatku ikut sedih.

Hanya sebentar inikah kebersamaan kita Axel? Semoga aku tidak membuatmu patah hati. Semoga saat kita bertemu, kamu tidak membuatku berusaha habis-habisan lagi untuk mendapatkanmu.

Permintaan Tinggi Hati

“Liat nih Dek, Mbak yang lebih gede malah minta digendong. Gak papa ya? Kan Mbak lagi sakit.”
-Ayah, kepada adikku saat aku sakit, belasan tahun yang lalu-


Kalimat itu adalah kalimat pelengkap dari sebuah momen kedekatanku dengan Ayah. Yang masih teringat hingga saat ini.
Waktu itu aku sedang sakit, malas ke sekolah. Dan Ayah, saat itu, adalah pahlawanku. Ayah adalah sosok paling lembut dan kuat yang mampu menjagaku. Tubuh tingginya menggendongku sekaligus menjaga adikku yang masih harus selalu diawasi. Adik saat itu juga merengek minta digendong dan kalimat itu adalah gurauan yang dikeluarkan dari mulut Ayah.
Saat itu, aku hanya bis bergelung manja dalam dekapan Ayah. Menyembunyikan kepalaku pada lekukan hangat leher Ayah. Mencari ketenangan dan perlindungan disana. Aku tidak peduli pada adik yang merengek iri ingin digendong. Saat itu, Ayah hanya milikku. Saat itu, Ayah adalah sosok yang masih belum rela aku bagi.

Kenangan belasan tahun lalu itu menjadi sebuah kenangan, yang membekas dan paling bertahan ditengah begitu banyak momen perselisihan yang pernah terjadi denganku dan Ayah. Kemarin, saat pernikahan sepupuku, melihat Ayah menangis haru karena keponakannya yang bersujud meminta restu pada orang tuanya menyadarkanku. Tiba-tiba aku merindukan sosok kuat dan tangguh yang dulu menjadi sandaranku. Tiba-tiba aku ingin kembali memeluknya, kembali bersembunyi lekukan lehernya. Mencari perlindungan disana.
Sekelebat kalimat itu menyadarkanku, bahwa momen itu mungkin menjadi momen terakhir dimana aku dekat dan masih bersandar padanya. Momen, yang teringat, dimana aku sudah tidak pernah lagi menyentuhnya atau merengek manja meminta perlindungannya.

Time flies, Ayah. Waktu membuatku keras kepala dan banyak berselisih paham denganmu. Waktu juga berjalan cepat, membuatku menyadari bahwa aku sudah tidak pernah lagi berlari padamu. Bermanja padamu pun sepertinya sudah tidak lagi.

Waktu berjalan cepat, Ayah. Aku rindu saat itu, saat dimana aku masih polos dan bersedia bersandar padamu. Menggantungkan seluruh diriku padamu. Ayah, aku masih terlalu tinggi hati untuk meminta permohonan ini. Memintamu kembali memelukku. Bolehkah aku memintanya? Suatu saat, diwaktu aku siap?

Sabtu, 19 Juli 2014

Patah Hati Yang Pertama

Sebelum jatuh cinta dan cinta mati sama Bhebe, aku pernah punya anjing bernama Ucil.
Aku enggak tau gimana ceritanya bisa punya Ucil. Pokoknya, tau-tau begitu pulang sekolah udah ada anjing kecil nangkring di depan rumah. Sejak itu, secara sepihak aku mengakui bahwa anjing itu adalah punyaku dan aku beri nama Ucil. Aku eggak punya banyak pengalaman memelihar anjing, yang jelas aku sayang sama dia dan sering main bersama. Setiap pulang sekolah yang aku cari adalah Ucil.
Sampai suatu hari, aku lupa pastinya berapa lama memelihara Ucil, aku tidak bisa menemukan Ucil dimana pun. Biasanya pulang sekolah aku bisa dengan mudah menemukannya. Karena kehilangan si Ucil, aku bertanya pada Bunda dimana Ucil. Kata Bunda aku suruh tanya Om dan kata Om Ucil sedang main. Percayalah aku kalo Ucil sedang main dan pasti akan kembali. Namun, aku tunggu-tunggu sekian lama, Ucil tidak pernah kembali. Aku bertanya lagi pada Bunda, dan Bunda masih memberikan jawaban yang sama. Karena tidak sabar akhirnya aku memaksa Om.
Jawabannya cukup membuat syok.
Om menyuruhku bertanya pada supir bis yang dimiliki keluargaku kala itu. Kata beliau, Ucil sudah jadi tongseng. Oh maaaaii, aku enggak tau maksudnya Ucil jadi tongseng kala itu. Lalu setelah bertanya dan dijelaskan banyak orang, barulah aku paham Ucil pergi kemana..

Rasanya kala itu itu, sakiiiiiittt. Patah hati dan sakitnya tepat banget didada akuuuu~

Jumat, 18 Juli 2014

Begini Rasanya?

Jadi begini rasanya?
Nyesek karena merasakan dua perasaan yang berlawanan dalam satu waktu? Tertawa lalu dibarengi rasa sedih yang datang.
Jadi begini rasanya?
Kehilangan teman bicara, melawan dinginnya hari? Kehilangan bahu untuk bersandar juga tangan untuk digenggam?
Jadi begini rasanya?
Merasakan letupan euphoria lalu rindu yang menggebu dalam satu waktu? Senang karena bertemu lalu dihantam rindu walau baru sebentar mengucap selamat malam?

Jadi begini rasanya.. Seperti ini.. 

Ketagihan Fly Over

Di deket rumah, tepatnya didaerah Jombor dibangun sebuah fly over. Fly overini belum lama dioperasikan, bahkan sepertinya belum diresmikan.
Aku tidak begitu suka melewati fly over. Entahlah. Aku terlalu parno karena ada kemungkinan jatuh kebawah. Membayangkannya sangat mengerikan. Itu yang membuat aku memilih melewati jalan memutar ketimbang melewati fly over. Beneran. Aku selalu parno. Adik dan Bunda sampai harus memaksaku untuk melewati fly over, kata adikku “kali-kali nyoba, Mbak.”
Dan tiba-tiba sekarang aku ketagihan~~ hahahaha
Ketagihanku ini berawal dari Senin kemarin. Saat mengantarkan Vincent, adiku, ke sekolahnya, mau gak mau aku memang harus melewati fly over untuk jalan pulang. Terpaksa yaa ini terpaksa. Gak mau kejebak macet di jalan bawah.
Saat melewati fly over itu aku melihat pemandangan paling indah. Membuat mataku yang sedikit mengantuk langsung terbuka lebar dan menghilangkan rasa dingin yang membuat ingin segera sampai rumah. Langit yang biru bersih, lalu ada Gunung Merapi yang tinggi menjulang di sebelah utara dengan Gunung Merbabu mendampingi dibelakangnya. Di Barat Laut juga ada sebuah gunung yang tidak aku ketahui namanya.

Oh Tuhaaaaaann, itu indah sekali. Indah pake banget! Fiks maksimal.
Merapi, Merbabu terlihat sangat jelas. Aku bisa melihat Merapi dari puncak yang mengeluarkan asap tipis hingga kaki gunungnya yang besar dan memanjang. Merapi terlihat sangat gagah hingga aku ingin memeluknya. Gunung lain yang tidak aku ketahui namanya pun terlihat dengan dengan jangkauan tanganku.
Selain pemandangan pagi hari, malam ini saat melewati fly over, aku juga bisa melihat kerlip lampu di kaki Gunung Merapi. Seperti kota mainan atau perhiasan di kaki langit. Indaaaaahh sekali. Rasanya aku ingin mengambilnya.

Aaaaaaaakk! Pokoknya fiks, aku ketagihan fly over. Aaaaakk!

Bersembunyi Dibalik....

Salah satu sifatku saat kecil adalah iseng. Dan ada banyak kekacauan yang pernah aku lakukan karena keisenganku.
Waktu kecil, Bunda masih tinggal satu rumah dengan 2 adik lelakinya. Saat itu, salah satunya sudah mempunyai istri. Aku cukup dekat dengan kedua om-ku, walau ada salah satu om yang agak galak. Dan suatu ketika aku harus berurusan dengan om yang galak ini, hehehe
Saat itu, Om punya sebuah teko lucu dengan motif sapi juga berbentuk seperti sapi. Itu adalah salah satu barang yang dimiliki Om yang paling aku suka. Suatu ketika, dengan niat isengku, aku mengendap-endap, ingin mengagetkan Om dan Tante. Rumahku kala itu punya banyak jendela, bahkan hampir setiap kamar ada jendelanya. Dari jendela kamar itulah aku ingin mengagetkan Om dan Tante.
Aku bersembunyi dibalik gorden, menunggu saat yang tepat untuk menyibakkannya. Agak lama Om dan Tante tidak keliatan dari tempat persembunyianku. Akhirnya, aku menyibakkan gordennya lebih luas, megulurkan tanganku masuk melalui celah jendela. Lalainya, aku tidak sengaja menyenggol teko sapi. Praaaang! Jatuhlah ke lantai.
Karena panik, aku segera berlari menuju kamar dan pura-pura tidur. Bergelung dalam selimutku, menutup mukaku agar tidak keliatan. Tak lama, suara derap kaki tante memasuki kamarku. Membangunkanku dan tidak percaya bahwa aku tidur. Dipaksanya aku agar bangkit dari tidurku. Kebebalankulah yang menang. Membuat Tante kembali berjalan keluar, berhenti membangunkanku.

Aku sangat mengingat momen itu.
Selain karena merusak barang yang aku sukai, aku juga semakin takut pada Om dan Tante karena kejadian itu. Aku menyukai si teko sapi. Sering merengek agar aku bisa memilikinya. Namun, aku malah memecahkannya. Memupuskan keinginan memiliki teko lucu. Ditambah lagi, aku jadi semakin takut pada Om dan Tante yang memang memiliki watak cenderung keras dan tegas. Aku jadi sering segan dan tidak begitu dekat dengan mereka lagi. Aku terlalu takut, bahkan hingga saat ini.

Awalnya aku ingin memberi kejutan dan tawa riuh dari persembunyianku di balik gorden kamar, namun yang terjadi aku malah bersembunyi dibalik selimut karena ketakutan dan merasa bersalah.

Kamis, 17 Juli 2014

Kembaran

“Dulu to Mbak, aku sama Mbak Desti itu apa-apa kembaran. Dari baju sampe sepatu. Kalo enggak kembaran suka nggak mau. Tapi sekarang gaya banget, kalo kembaran terus gak mau.”

-Dian kepada Clara, saat memilih sepatu, 16 Juli 2014-

Rabu, 16 Juli 2014

Saran Menikmati Dingin Malam Ini

Beberapa hari ini, Tuhan seperti menyalakan AC semesta. Tiba-tiba saja, Jogja menjadi super dingin. Matahari enggan muncul selama 2 hari terakhir. Dan hujan menggantikan sinar matahari. Hal ini membuatku juga banyak yang lain merutuk. Seketika merindukan sinar matahari dan cuaca cerah khas daerah tropis.
Keadaan ini membuat kita malas untuk beranjak dari selimut. Bergelung dan mencari kehangatan didalamnya. begitu juga dengan malam ini. Dingin masih enggan untuk beranjak. Namun, cobalah untuk keluar dari kehangatan itu. Beranikanlah diri merasakan dingin yang sedikit menggerogoti tulang. Sempatkan diri untuk menengadahkan kepalamu.


Lihatlah ada banyak titik-titik sinar bintang. Bersinar malu-malu namun indah diantara pekatnya malam. Juga sinar rembulan yang beranjak penuh dengan sinar lembutnya. Sempatkan diri untuk melihat keindahan langit malam kali ini. Aku rasa, bintang dan bulan kali ini bisa membayar rasa dingin yang belum mau pergi. Aku rasa, keindahan langit malam itu bisa menemanimu menikmati kedinginan hari ini. Aku rasa, saran ini bisa sedikit membuatmu berhenti sejenak merutuki semesta yang sedang ingin menguji kita.