Rabu, 02 Maret 2016

Kerinduan Untuk Ayah Kedua



The best part being Mas Agung’s squad and Padakacarma is acceptance.
Aku masuk menjadi bagian Padakacarma, antara tahun 2010 atau 2011. Pada saat itu, aku memilih menjadi reporter remaja KR karena aku sedang ingin berlari. Aku merasa bahwa banyak hal dan orang tidak bisa menerimaku. Otakku, pola pikirku, keanehanku, kata-kata tegasku, kenaifanku juga sebuah luka yang menganga besar menggangu kehidupan remajaku. Aku merasa menjadi bagian dari orang-orang, yang menurut kata Mas Agung adalah pecundang. Bersumbunyi karena tidak diterima secara komunal, padahal punya potensi.

Desti saat SMA adalah Desti yang penuh ketakutan dan insecurities.
Aku pernah tidak punya teman karena kata-kata tegasku, pola pikirku atau kenaifanku. Aku menghabiskan masa SMP-ku dengan kepura-puraan. Dan saat SMA, aku masih Desti yang sering menangis karena melihat iklan televisi, masih Desti yang suka nyinyirin hal kecil, masih Desti yang tidak akan ragu menegur orang atau berbicara random tentang banyak hal. Mungkin tingkat keabsurdanku lebih tinggi lagi saat SMA. Desti dan kompleksitasnya menjadi ketakutan tersendiri saat aku SMA. Weirdo.
Lalu, berkenalan dengan Mas Agung membuat aku menerima diriku sendiri dan menjadi bagian Padakacarma seperti menemukan rumah baru. Mas Agung membantuku melewati banyak hal dan kerisauanku menjadi dewasa yang terperangkap dalam tubuh remaja. Ia sering membiarkanku bercerita apa saja dengan menggebu-gebu, memikirkan banyak hal tentang masa depan yang seharusnya dan sebaiknya, membiarkan aku meluapkan emosiku dengan berbagai pisuhan, membantuku menyelesaikan beberapa kepingan-kepingan puzzle spiritual. Mas Agung menjadikanku teman diskusinya dengan berbagai isi otakku yang random. Mas Agung membiarkanku ‘menjadi tua’ dengan berbagai percakapan absurd dan cenderung memfilsafatkan sesuatu. Mas Agung mendukungku untuk menerima gift yang Tuhan berikan, membantuku mengasahnya. Mas Agung memberi peluang bagi pikiran idealisku, ketegasanku, kenaifanku menjadi karakter kuatku.
Mas Agung memberi kesempatan agar aku menjadi diriku sendiri. Dan Mas Agung memberikan apa yang selama ini aku cari. Penerimaan atas segala keanehanku.

Sampai sekarang aku menyadari, menjadi Desti, kerap kali aku akui merupakan hal yang sulit. Bahkan aku kerap kesulitan menerima pikiran-pikiran kecil yang muncul tiba-tiba dan memenuhi otakku seperti pop corn. Tapi Mas Agung menjadi teman, yang sebisa mungkin tidak kehabisan waktu untuk meladeniku. Penerimaan akan diriku membuat aku mencintai diriku dan aku sekarang menemukan Mas Agung-Mas Agung lain yang bersedia menyediakan waktu untukku. Mas Agung beserta Padakacarma menjadikanku Desti yang menerima dirinya. You have to know this, Mas. You are my real hero. Mas salah satu aktor paling berpengaruh yang membentuk aku menjadi seperti ini.

Aku kehabisan kata-kata saat Mas bercerita kalo Mas sudah tidak lagi menjadi penanggungjawab Rubrik Kaca, mungkin juga jadi pengasuh Padakacarma. Aku sampai hanya bisa glundungan dan tidak menyentuh skripsiku. Seperti yang Mas bilang, Mas tidak suka perpisahan, Mas menyukai bagian besar dari sebuah lambaian tangan yang berarti kerinduan. Dan belum apa-apa aku sudah merindukan Mas. Walau sangaaaaaaatt jarang berkomunikasi, tapi aku benar-benar belum bisa membayangkan datang ke sekre Kaca dan tidak menemukan Mas memenuhi sekre. Aku patah hati, Mas. Mungkin sama seperti apa yang Mas rasakan karena harus berpisah dengan anak-anak Mas.
Tapi aku ingat sebuah curhatan Mas saat itu. Mas juga ingin menjadi besar. Mas juga ingin mengambil sebuah kesempatan agar Mas bisa lebih baik. Ini saatnya, kami anak-anakmu membiarkan Ayahnya menjadi lebih besar. Adakalanya seorang anak harus berjalan sendiri untuk meneruskan hidup, bukan? Ini saatnya kami menunjukkan padamu bahwa kami juga mampu dan ingin menjadi besar seperti yang Ayahnya lakukan.

Teruslah seperti Mas Agung yang penuh dengan waktu kosong untuk membantu orang, yang menyempatkan dirinya untuk terus belajar, yang selalu berusaha menjadi lebih baik dan kompeten. Semoga di ladang baru Mas, Mas tidak lagi terlalu cingkimin hihihi. Ayo buatlan inovasi baru Mas dan buktikan itu. Biar mimpi-mimpi Mas, sebagai Ayah di sekre Kaca kami wujudkan dan kami usahakan. Sama seperti Mas, ini juga saat kami untuk tidak cingkimin, bukan?

Banyak hal yang membuat aku percaya bahwa luka yang sudah sembuh adalah saat kita mampu tertawa bersama luka itu dan penerimaan yang baik adalah awal luka yang sembuh. Terima kasih Mas karena membantuku menertawakan lukaku dan menerima apapun diriku. Terima kasih Mas Agung! I love you, sincerely. Now, I’m happy being weirdo!