The
best part being Mas Agung’s squad and Padakacarma is acceptance.
Aku masuk menjadi bagian Padakacarma, antara tahun
2010 atau 2011. Pada saat itu, aku memilih menjadi reporter remaja KR karena
aku sedang ingin berlari. Aku merasa
bahwa banyak hal dan orang tidak bisa menerimaku. Otakku, pola pikirku,
keanehanku, kata-kata tegasku, kenaifanku juga sebuah luka yang menganga besar
menggangu kehidupan remajaku. Aku merasa menjadi bagian dari orang-orang, yang
menurut kata Mas Agung adalah pecundang. Bersumbunyi karena tidak diterima
secara komunal, padahal punya potensi.
Desti saat SMA adalah Desti yang penuh
ketakutan dan insecurities.
Aku pernah tidak punya teman karena kata-kata
tegasku, pola pikirku atau kenaifanku. Aku menghabiskan masa SMP-ku dengan
kepura-puraan. Dan saat SMA, aku masih Desti yang sering menangis karena
melihat iklan televisi, masih Desti yang suka nyinyirin hal kecil, masih Desti yang tidak akan ragu menegur orang
atau berbicara random tentang banyak
hal. Mungkin tingkat keabsurdanku lebih tinggi lagi saat SMA. Desti dan
kompleksitasnya menjadi ketakutan tersendiri saat aku SMA. Weirdo.
Lalu, berkenalan dengan Mas Agung membuat aku
menerima diriku sendiri dan menjadi bagian Padakacarma seperti menemukan rumah
baru. Mas Agung membantuku melewati banyak hal dan kerisauanku menjadi dewasa
yang terperangkap dalam tubuh remaja. Ia sering membiarkanku bercerita apa saja
dengan menggebu-gebu, memikirkan banyak hal tentang masa depan yang seharusnya
dan sebaiknya, membiarkan aku meluapkan emosiku dengan berbagai pisuhan, membantuku menyelesaikan
beberapa kepingan-kepingan puzzle
spiritual. Mas Agung menjadikanku teman diskusinya dengan berbagai isi otakku
yang random. Mas Agung membiarkanku ‘menjadi
tua’ dengan berbagai percakapan absurd dan cenderung memfilsafatkan sesuatu. Mas
Agung mendukungku untuk menerima gift
yang Tuhan berikan, membantuku mengasahnya. Mas Agung memberi peluang bagi
pikiran idealisku, ketegasanku, kenaifanku menjadi karakter kuatku.
Mas Agung memberi kesempatan agar aku menjadi
diriku sendiri. Dan Mas Agung memberikan apa yang selama ini aku cari. Penerimaan
atas segala keanehanku.
Sampai sekarang aku menyadari, menjadi Desti, kerap
kali aku akui merupakan hal yang sulit. Bahkan aku kerap kesulitan menerima
pikiran-pikiran kecil yang muncul tiba-tiba dan memenuhi otakku seperti pop corn.
Tapi Mas Agung menjadi teman, yang sebisa mungkin tidak kehabisan waktu untuk
meladeniku. Penerimaan akan diriku membuat aku mencintai diriku dan aku
sekarang menemukan Mas Agung-Mas Agung lain yang bersedia menyediakan waktu
untukku. Mas Agung beserta Padakacarma menjadikanku Desti yang menerima
dirinya. You have to know this, Mas. You are
my real hero. Mas salah satu aktor paling berpengaruh yang membentuk aku
menjadi seperti ini.
Aku kehabisan kata-kata saat Mas bercerita kalo
Mas sudah tidak lagi menjadi penanggungjawab Rubrik Kaca, mungkin juga jadi
pengasuh Padakacarma. Aku sampai hanya bisa glundungan dan tidak menyentuh
skripsiku. Seperti yang Mas bilang, Mas tidak suka perpisahan, Mas menyukai
bagian besar dari sebuah lambaian tangan yang berarti kerinduan. Dan belum
apa-apa aku sudah merindukan Mas. Walau sangaaaaaaatt jarang berkomunikasi,
tapi aku benar-benar belum bisa membayangkan datang ke sekre Kaca dan tidak
menemukan Mas memenuhi sekre. Aku patah hati, Mas. Mungkin sama seperti apa
yang Mas rasakan karena harus berpisah dengan anak-anak Mas.
Tapi aku ingat sebuah curhatan Mas saat itu.
Mas juga ingin menjadi besar. Mas juga ingin mengambil sebuah kesempatan agar
Mas bisa lebih baik. Ini saatnya, kami anak-anakmu membiarkan Ayahnya menjadi
lebih besar. Adakalanya seorang anak harus berjalan sendiri untuk meneruskan
hidup, bukan? Ini saatnya kami menunjukkan padamu bahwa kami juga mampu dan
ingin menjadi besar seperti yang Ayahnya lakukan.
Teruslah seperti Mas Agung yang penuh dengan
waktu kosong untuk membantu orang, yang menyempatkan dirinya untuk terus
belajar, yang selalu berusaha menjadi lebih baik dan kompeten. Semoga di ladang
baru Mas, Mas tidak lagi terlalu cingkimin
hihihi. Ayo buatlan inovasi baru Mas dan buktikan itu. Biar mimpi-mimpi Mas,
sebagai Ayah di sekre Kaca kami wujudkan dan kami usahakan. Sama seperti Mas,
ini juga saat kami untuk tidak cingkimin,
bukan?
Banyak hal yang membuat aku percaya bahwa luka
yang sudah sembuh adalah saat kita mampu tertawa bersama luka itu dan
penerimaan yang baik adalah awal luka yang sembuh. Terima kasih Mas karena
membantuku menertawakan lukaku dan menerima apapun diriku. Terima kasih Mas
Agung! I love you, sincerely. Now, I’m
happy being weirdo!