Rabu, 11 Desember 2013

Informasi Abu-Abu

“Kecelakaan antara KRL Commuter Line dan Truk tangki pengangkut Pertamina terjadi di perlintasan Kereta Bintaro, Jakarta Selatan, Senin (9/12).”

Kutipan berita di atas adalah salah satu berita yang sedang sering dibicarakan. Bahkan, hingga saat ini, dua hari setelah kejadian terjadi, berita kecelakaan KRL Commuter Line  dengan truk pembawa pengakut BBM milik Pertamina di Bintaro masih terus diberitakan. Berita kecelakaan ini menjadi beberapa main newsdi program berita.
Selasa pagi, seperti biasa sambil melakukan beberapa ritual pagi hari, televisi menjadi salah satu barang elektronik yang dihidupkan. Program televisi yang paling sering dipilih pada pagi hari adalah program berita. Hari itu, saya dan keluarga menonton program berita milik salah satu televisi swasta menayangkan program khusus. Program berita tersebut memberi segmen khusus dimana, reporter melaporkan langsung dari lapangan untuk mengabarkan keadaan sekitar satu hari pasca kecelakaan terjadi. Hal ini, bisa dibilang cukup memberi banyak informasi mengenai keadaan saat itu. Reporter lapangan memberikan gambaran bagaimana keadaan sekitar lapangan yang agak macet. Hal ini dikarenakan rel kereta yang belum bisa berfungsi maksimal sehingga banyak commuter tidak bisa menggunakan KRL dan beralih menggunakan kendaraan pribadi, juga karena situasi lalu lintas Bintaro yang memang sudah ramai. Sebagai, penikmat berita, saya cukup puas dengan segmen khusus tersebut, namun saya tidak sempat imengikuti dari awal.
Hanya saja, kepuasan saya sebagai penikmat berita harus sedikit dirusak dengan program selanjutnya yang mengiringi program berita tersebut. Program Infotainmentmembawa pemirsa pada sudut pandang yang 180 derajat berbeda dengan apa yang disajikan sebelumnya. Kedua program tersebut sama-sama mengangkat isu yang sama, yaitu tabrakan kereta di Bintaro. Hanya saja program berita menayangkan perihal kronologi dan keadaan pasca terjadinya kecelakaan, namun Infotainment hadir dengan kecelakaan Bintaro 2013 yang disangkutpautkan dengan kecelakan Bintaro tahun 1987. Pembawa acara Infotainment tersebut juga bernarasi seputar kejadian tersebut, yang secara tidak langsung menggiring penonton televisi untuk ikut memikirkan hal tersebut. Di satu titik, sebagai penikmat media saya bisa sedikit terbantu dengan narasi yang disampaikan, paling tidak saya memiliki gambaran akan tayangan yang akan disajikan. Tetapi, sebagai pembelajar media, saya bertanya-tanya, apakah bisa seorang pembawa acara memberikan narasi yang jatuhnya akan menggiring pola pikir penontonnya?
Infotainment memang masih dipertanyakan kedudukannya. Apakah masuk dalam sebuah hasil jurnalistik atau bukan-hanya sekedar hiburan saja. Diantara masih abu-abunya status Infotainment ini, ditambah dengan bagaimana narasi yang diajukan dalam acara tersebut, khususnya perihal kecelakaan KRL Commuter Line di Bintaro, membawa kebingungan tersendiri. Ada begitu banyak informasi yang tersebar di masyarakat, dengan berbagai pendekatan. Lalu, informasi manakah yang harus dipercaya? Kecelakaan yang memang dipengaruhi faktor human error atau adanya kesalahan teknis, atau kecelakaan yang dipengaruhi hari naas terkait dengan kecelakaan tahun 1987 tersebut?
Salah satu masalah jurnalistik Indonesia saat ini memang bisa dibilang seputar biasnya informasi yang berbasis tentang pengetahuan atau hiburan. Produk jurnalistik saat ini juga seakan-akan bercampur atau malah hanya berisi hal berbau hiburan. Seperti adanya Infotainment yang memberikan cara penyampaian informasi yang lebih ringan, dengan sedikit narasi. Namun, jika disaksikan secara berurutan dimulai dari berita lalu disambung dengan Infotainment, sebuah informasi malah terasa rancu. Bahkan, Infotainmentmenyajikan fakta privat seorang artis yang dikemas seolah-olah menjadi fakta publik yang harus diketahui banyak orang.
Kontroversi program Berita dan Infotainment tidak hanya ada pada kasus tersebut. Ingatkah dengan kasus Eyang Subur dan Arya Wiguna? Kasus ini diawali dengan meledaknya pengakuan Adi Bing Slamet yang merasa ditipu oleh guru spiritualnya, yaitu Eyang Subur yang beralih pada meledaknya emosi dan kebenciaan Arya Wiguna yang juga merupakan murid Eyang Subur. Pada saat itu, kejadiaan ini sangat heboh dibicarakan. Kasus ini pertama kali diangkat dalam program Infotainment dan menjadi pengisi utama setiap program Infotainment. Lucunya, kasus ini ‘naik tahta’ dan masuk dalam program berita. Tentu saja yang diangkat bukanlah soal marahnya Arya Wiguna dan perasaan kecewa Adi Bing Slamet, namun lebih pada sudut pandang penistaan agama dan penipuan. Memang, kedua program ini membawa sudut pandang yang berbeda, namun program Berita yang seharusnya lebih mengejar pada proses pencarian fakta dan mengulas soal penipuan atau penistaan agama tetap saja memunculkan Arya Wiguna sebagai salah satu narasumbernya. Juga membawa masuk emosi Arya Wiguna dan menjadi inti pembahasan. Apakah benar jika hal ini dimasukkan? Belum lagi perihal Angelina Sondakh dan Brotoseno, mantan Penyidik KPK, yang hubungannya juga mengusik para wartawan program berita untuk mengangkatnya. Sama halnya dengan kasus penabrakan, Dul, anak Ahmad Dhani yang banyak bersiar dalam berita tapi tetap mengangkat sosok keterkenalan Ahmad Dhani didalamnya, juga menjadi sosok yang terus dikejar komentarnya.
Biasnya informasi ini sangat mempengaruhi apa yang nantinya akan diterima oleh masyarakat. Tidak menutup kemungkinan masyarakat nantinya hanya akan menangkap secara parsial berbagai informasi yang dibagikan dan tidak cukup kritis untuk membandingkan informasi dari program Berita dan Infotainment. Namun, keadaan sosial masyarakat Indonesia yang lebih menyukai hal-hal yang berbau skandal yang luar biasa bisa jadi menjadi salah satu faktor kenapa program Berita saat ini sedikit memasukan unsur hiburan didalamnya atau komentar kecil seputar kejadian yang sedang terjadi.
Lucunya lagi, saat ini, jika kita memasukkan keyword seputar berita kecelakaan KRL dan truk tangki BBM di Bintaro di search engine, kita akan mendapatkan banyak tulisan. Hanya saja, tulisan tersebut lebih banyak seputar mencocokan dan menyangkutpautkan kecelakaan Bintaro 1987 dan kecelakaan Bintaro 2013 yang sama-sama terjadi pada hari Senin. Mirisnya, Media online berbasis berita menjadi salah satu pihak yang ikut mengangkat kecurigaan tersebut.

Kamis, 05 September 2013

Hidup Bukan Memilih PIlihan Ganda

“Hidup itu memang membuat pilihan.
Namun, hidup tidak memberikan opsi ganda seperti dalam lembar soal ujianmu. Kamu harus mencari sendiri opsi untuk pilihanmu.”
-       Aku, 5 September 2013

Beberapa hari ini, aku dan gerombolan nyinyir lagi membahas banyak hal tentang pendidikan Indonesia. Hal ini di awali dengan sebuah lomba esai yang menarik perhatian untuk diikuti. Dengan beberapa energi kekepoan, kami berhasil menemukan pemenang tahun lalu.
Pemenang esai itu menulis dari sesuatu yang sangat simpel namun menarik. Ia menuliskan tentang pengalamannya bersekolah diluar negeri dan membandingkan metode ujian di negera tersebut dengan Indonesia. Ada sebuah kerisauan dimana, kita, pelajar Indonesia tidak pernah diajari untuk menuliskan pendapat, mengutarakan pendapat, atau diajari logika berpikir. Kita terbiasa dengan metode ujian dengan pilihan ganda. Akhirnya, sistem ini membuat kita terbiasa ingin mendapatkan opsi saat disuruh memilih.

Terbiasa dengan pilihan ganda sehingga kita tidak terbiasa mengutarakan pendapat.
Yak! Benar sekali.
Saat ini pun, saat duduk di bangku kuliah, aku masih merasa sangat asing dengan kebiasaan bertanya setelah materi kuliah usai. Kalo dosen bertanya “ada pertanyaan?”otomastis akan langsung mengheningkan cipta atau mendadak sibuk dengan berbagai hal.
Belum lagi masalah ujian di kampus.
Kita yang dari SD hingga SMA, terbiasa dengan ujian pilihan ganda mendadak kagok dengan lembar jawaban 4 halaman folio dan soal-soal esai. Tak jarang, saat mendapat lembar soal akan dengar beberapa hembusan nafas dari sekitar. Terbiasanya dengan soal pilihan ganda yang sangat terpaku pada materi membuat kelas kadang memaksa dosen untuk mengijinkan ujian open book.

Aku dan gerombolan nyinyir jadi banyak membahas kebiasaan pilihan ganda ini dengan apa yang ada disekitar kami.
Aku yang punya beberapa teman ingin dapet scholarship keluar negeri mendadak ragu dengan syarat pendaftaran yang harus menyertakan beberapa esai, belum lagi dengan kebiasaan ujian disana yang memang serba esai. Aku juga mulai merenungkan kebiasaan kelasku saat akan ujian. Pertanyaan pertama yang dilontarkan akan seputar “ujian open bookgak? Kan lebih gampang kalo open book.” Aku tidak memungkiri, kalo materi yang seabrek itu kadang bikin stress dan membuat kita ragu akan kemampuan diri sendiri. Tentu saja, aku yang masih labil ini juga akan bersorak jika dosen memberi hadiah ujian terbuka. Namun, saat di ruang ujian, aku lebih sering membuat buku terongok tidak tersentuh di meja. Cuma buat ayem-ayem aja bawa buku tebel.

Beberapa hari yang lalu, sewaktu pulang dari kampus. Di utara Fakultas Kehutanan, di pinggir jalan memang ada space untuk baliho-baliho. Nah, salah satu dari baliho tersebut berisi promosi dari salah satu bimbel. Lalu aku teringat zaman ujian SMA. Saat itu, pasti ada banyak bimbel mengadakan try out ke sekolah dan memberikan simulasi menjawab soal ujian dan SNMPTN dengan waktu kurang dari 2 menit. Pilihan jawaban yang ada 5, soal yang Cuma kode-kode susah dimengerti dan waktu yang dibatasi, membuat banyak kita bingung memilih bimbel terbaik. Waktu itu sih Cuma mikirin nilai supaya jadi lebih bagus dan meringkas waktu mengerjakan soal aja, tapi metode cepat ini membuat aku kembali berpikir ulang.

Jadi, sebegitu instan dan mudah kah pendidikan kita?
Instan dalam arti, pola berpikir kita akan dipotong sedemikian rupa agar lebih ringkas dan cepat. Jadi, soal akan sangat cepat kita kerjakan, enggak perlu cara panjang dan ribet. Mudah karena kita sudah disediakan pilihan menuju hal yang benar. Kita tidak pernah diajari untuk berpikir kritis, mengutarakan pendapat kita, merangkai kata-kata dan mencoba menyusun logika kita.

Menulis memang sebuah kebiasaan.
Menjadi kritis juga sebuah kebiasaan.
Dan dua-duanya butuh keberanian.
Sudah sejak SMA aku dan gerombolan nyinyir dipaksa menjadi orang-orang kritis yang rajin menulis. Awalnya susah. Susah banget! Jika disuruh memperhatikan sekitar untuk direnungkan lalu mengkritisi hal itu melalui tulisan, kami akan sangat bingung. Entah apa yang bisa menjadi objek untuk diamati. Menulis dan kritis memang butuh keberanian besar. Keberanian untuk dibilang sok pinter, pengen pamer, dan dinyinyirin temen bahkan guru yang males dengan sesi tanya jawab yang membuat waktu belajar jadi lebih lama.
Kebiasaan dan keberanian inilah membuat aku sedikit terbiasa dengan pertanyaan yang dengan kurang ajarnya muncul saat kuliah dan membuat teman-teman emosi karena aku memperlama jam kuliah- sekalian aku mau minta maaf kalo suka annoying. Hal ini juga yang membuat aku suka diskusi, nggambleh gak jelas, dan enggak teriak histeris saat kuliah pertama ada tugas 500 kata. Ini masalah kebiasaan dan keberanian untuk enggak terpaku pada opsi-opsi pilihan.

Jika direnungkan lagi, masalah sepele opsi ganda untuk ujian ini ternyata juga berpengaruh pada kehidupan. Enggak Cuma masalah pendidikan, dengan logika berpikir yang jauh terasah dengan menulis dan soal esai, membuat kita juga akan terbiasa untuk mempertimbangkan sesuatu dan tidak terpaku untuk menunggu ada opsi untuk dipilih. Aku rasa, soal esai memang ada perlunya. Bahkan sangat perlu. Agar kita bisa mempertimbangkan sendiri kehidupan kita yang kadang memang tidak menyediakan opsi pilihan.

Aku bukan tidak setuju dengan pilihan ganda.
Aku juga merasa senang kok jika ada pilihan ganda. Guru juga akan sangat terbantu karena tidak harus mengkoreksi ratusan lembar jawaban dengan tulisan ceker ayam. Tetapi, jika ternyata pada akhirnya kitalah yang menjadi korban, apakah kita tidak akan mengkritisi ini? Jika ternyata, pilihan ganda ini membuat kita sekolah dengan pakem tertentu dan tidak diberi ruang untuk berpendapat, apakah tidak seharusnya kita mempertanyakan ini?
Soal esai memang ribet dan panjang. Soal esai memang bikin tangan pegel dan memakan waktu lama. Tetapi, seperti yang aku bilang tadi, hidup tidak benar-benar memberikan kamu opsi untuk dipilih. Hidup hanya memaksa kamu untuk memilih dengan klue seadanya yang tersebar di semesta ini. Jika kamu terbiasa memilih dengan pilihan ganda, apakah akan mudah bagi kamu untuk menentukan sebuah pilihan saat tidak tersedia opsi? Dengan klue yang tersebar ini, jika kamu tidak terbiasa untuk berpikir panjang dan mempertimbangkan sesuatu, apakah kamu akan mudah memilih?

Hidup memang sebuah pilihan dan hidup tidak memberikanmu lembar dengan opsi pilihan didalamnya. Kejam ya?

Rabu, 21 Agustus 2013

Sampah Kita



Sabtu kemarin, untuk menutup bulan syukur Gereja dan acara tujuhbelasan, ada pensi kecil-kecilan di Gereja. Waktu diperjalanan, ada banyak banget buntelan sampah yang berhamburan di pinggir jalan. Zandro yang goncengin aku waktu itu tiba-tiba nyeletuk gini, “Wah, emang orang Indonesia itu suka buang sampah sembarangan.” Aku jawab sambil ketawa, “Ya udah kebiasaan kita, Ndro. Lagipula kita juga enggak ada pendidikan cinta lingkungan dan mengolah sampah. Anak ngikutin orang tua buang sampah di kali.”
            Seperti yang kita tahu, ada begitu banyak masalah tentang sampah di Indonesia. Di Jakarta, sampah memenuhi sungai. Di pantai-pantai, selalu ada sampah yang bertebaran yang mengurangi keindahan pantai. Di jalan-jalan kota besar, banyak sampah teronggok enggak terurus, enggak ada yang ngambiliin. Dan seperti yang kita tahu, kita tidak terbiasa memilah sampah agar bisa diolah. Bahkan, bak sampahnya pun enggak konsisten. Sehari warna kuning, besoknya jadi oranye. Jadi bingung juga mau buang sampah di bak yang mana.
            Ngomongin pendidikan Indonesia, memang belum semua orang bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Ada banyak anak yang terpaksa tidak sekolah karena keadaannya. Sekolah juga punya berbagai masalah dengan fasilitas karena ketiadaan biaya. Memang tingkat ekonomi menjadi salah satu tolak ukur tingkat pendidikan Indonesia yang rendah. Awalnya, aku berpikir tentang status ekonomi, tapi sebuah kejadian tadi pagi membuatku berpikir ulang.
            Tadi pagi, habis nganterin bunda kerja, aku mampir ATM bentar. ATM di jalan kaliurang. Nahh, waktu keluar dari pelataran parkir ATM, ada satu mobil yang berjalan di depanku. Tiba-tiba mobil itu berhenti, pintu belakangnya dibuka. Tahu apa yang dilakukan oleh pengendara mobil itu? Ia membuang sampah begitu saja di tepi jalan. Mak wer! Gitu aja langsung dibuang. Setelah ia membuang sampah, ia segera menutup pintu dan mobil itu berjalan kembali. Melihat itu aku mlongo.
            Kalo percakapanku dengan Zandro tentang sampah berhubungan dengan pendidikan yang juga dipengaruhi oleh ekonomi, ternyata masalah sampah bukan hanya sekedar itu. Kalo punya mobil, minimal mapan dong? Kalo gitu, untuk dapat pendidikan yang layak mampu dong yaa? Tapi kenapa buang sampah dengan begitu mudahnya dipinggir jalan?

           Oke, ternyata, masalah membuang sampah berhubungan dengan mental.
           Mental kita. Mental orang Indonesia.
          Mungkin mental kita tidak cukup baik untuk sadar akan lingkungan dan sadar membuang sampah pada tempatnya. Mungkin tidak seratus persen masalah kita-Indonesia bisa diselesaikan dengan pendidikan yang baik. Sampah-sampah di pasar, jalanan, tempat wisata, bahkan bak sampah yang tidak keruan lagi isinya padahal sudah diberi tulisan, sepertinya ini karena mental kita. Mental yang luweh-luweh tentang sampah dan tiba-tiba akan marah dan menyalahkan orang lain karena banjir, bau sampah, tenpat wisata yang kotor.
            Mungkin memang mental kita yang harus pertama kali disentuh agar peduli pada hal-hal remeh seperti itu.
        Mungkin, ini saatnya untuk aku belajar menyimpan sampah dan tidak buang sampah sembarangan. Saatnya untuk mulai memperbaiki mental diri masing-masing J

Gambar diambil dari abisubani33114.blogspot.com

Sabtu, 17 Agustus 2013

Bukak sithik josss~~



Gimana sih memaknai merdeka itu?
Apakah kalian bingung? Sama! Aku juga bingung.

Bingung banget bagiamana harus memaknai merdeka itu.
Apalagi liputan-liputan khas diberbagai berita hari ini seputar HUT RI. Judulnya doang yang seputar kemerdekaan RI, isinya tetep aja judging dan merasa bahwa Indonesia belom merdeka. Dilihat dari ekonominya, politiknya, pemerintahannya, korupsinya, kebebasannya.
Banyak orang yang membicarakan kemerdekaan Indonesia lalu disandingkan dengan berbagai kebobrokan dan keironisan Indonesia. Apakah merdeka memang sebegitu sulitnya untuk dirasakan? Sebegitu ribetnyakah untuk merasakan kemerdekaan? Apakah merdeka itu hanya bisa dilihat dari aspek ekonomi, politik, pertahanan nasional, atau anti korupsi?

Apakah kemerdekaan Indonesia yang sebenarnya? Dan bagaimana, aku yang biasa-biasa ini saja, Cuma anak kuliah ingusan yang berusaha jadi anak baik juga nasionalis, bisa memaknai merdeka?

Lalu, sebuah jawaban muncul dari speaker!
Tadaaaa~ saat sedang asik-asiknya dengerin Adek Sungha Jung melarikan jari-jari panjang dan indah di gitarnya. Saat sedang meresapi betapa ini adek ganteng sangat ajaib, speakersebelah meneriakkan sebuah lagu.
Pengenku smsan, wedi karo bojomu~~

Apa iniiii? Apa Adek Sungha Jung sekarang sudah mulai beralih dari K-popers menjadi dangduters?
Dan, ternyata, kampung yang lagi tirakatan ngadain dangdutan. Ah iyaa! Inget tadi Ayah ngajak ke tirakatan.
Pengen telfon telfonan, wedi karo bojomu~~

Aku sama adek Cuma bisa ketawa-ketawa denger mbak-mbak itu nyanyi lagu itu. Sampe gulung-gulung.
Ketawanya bukan karena merendahkan. Bukan karena merasa jijik sama lagu Dangdut yang katanya musik asli Indonesia tapi untuk kalangan kelas bawah.
Aku ketawa karena adek ternyata bisa ikutan mbaknya nyanyi lagu itu. Aku juga sering denger lagu itu.
Pengenku ngomong sayang, wedi karo bojomu~~

Daan, memang jawaban tentang merdeka itu datang dari sebuah speaker!
Merdeka, buat aku yang masih polos ini ternyata begitu simpel. Gak perlulah mikirin ekonomi, politik, korupsi, krisis kepemimpinan.

Merdeka ternyata bisa didapatkan dari sebuah speaker.
Speaker dari tengah desa yang sedang heboh dengan lagu dangdut dan speaker-ku yang sedang mengalunkan petikan gitar dari Sungha Jung.
Unik bukan?
Ternyata merdeka begitu simpel-nya, tapi juga begitu besar maknanya. Dan bisa kita dapatkan dari hal-hal kecil. Speaker ini mengajariku untuk merdeka dalam memilih selera musik dan tidak membandingkan atau melecehkan selera musik yang lain. Musik itu bahasa universal, tapi tentu saja selera tidak bisa dipaksakan, dan setiap musik punya massanya sendiri.

Berawal dari speakerini, aku harus bisa lebih merdeka lagi dalam menghadapi orang lain.
Merdeka untuk memandang orang lain. Merdeka akan suku, bahasa, agama, pekerjaan, warna kulit, warna mata, bentuk wajah, cara berpakaian, gaya potongan rambut dan apa pun yang menjadi pilihan orang tersebut.
Kalo yang ini aja kita gak pernah merdeka, gimana bisa kita menuntut merdeka dari sisi ekonomi, politik, budaya dan lain-lain? Kan rakyat Indonesia sangat beragam, dan kita harus bekerja keras bersama-sama. Gak bisa lagi picky atau menuntut agama, suku, bahasa orang lain untuk sama dengan kita supaya Indonesia bisa maju. Mau enggak mau, mereka orang Indonesia juga. Yang sama-sama punya keinginan seperti kita, jadi kita harus belajar menerima yang berbeda itu. Belajar untuk merdeka.

Terima kasih Adek Sungha Jung, berkat lagumu dan dirimu yang orang Korea itu, aku harus belajar sedikit tips-trik menjadi groupies Korea yang baik, juga nasionalis yang mendukung pemusik Indonesia.
Terima kasih, tirakatan desa, maaf gak bisa ikut tirakatan, maaf ternyata aku masih kurang cukup sadar budaya untuk ikut berserikat secara tradisional dan mencintai budaya Jawa, aku masih harus banyak belajar untuk mengenal berbagai kegiatan khas Indonesia yang lain.
Terima kasih, mbak yang nyanyi dangdut tadi, maaf aku kadang suka nyinyir dan sarkatis sama lagu yang mbak nyanyiin, padahal banyak yang bahagia karena mbak, ternyata aku belum cukup rendah hati untuk menerima segala perbedaan yang ada, aku masih harus belajar menjadi nasionalis sejati dan mencintai berbagai kesenian rakyat Indonesia.

Selamat Malam Indonesia, selamat ulang tahun Indonesia!
Semoga tambah jaya, semoga sukses selalu, bahagia selalu, Indonesia selalu. Have a great year, enjoy every second of your 68th life and make a wonderful and meaningful thing for the whole country!
Terima kasih karena sudah begitu indah dan bermakna. Terima kasih karena sudah begitu berwarna!

Bukak sithik joossss~

foto diambil dari the-marketeers.com

Selasa, 23 Juli 2013

Lingkaran Cinta Sederhana

“Teringat saat aku berusia Sembilan tahun, aku bisa tertawa pada banyak hal. Bahkan untuk hal paling sederhana sekalipun. Teman sekelas yang terjatuh, orang dewasa yang aneh, semua membuatku tertawa. Aku teringat akan teman-temanku yang juga mudah sekali tertawa. Kami tertawa besama-sama. Tidak berhenti meski orang dewasa memandang kami aneh. Usia Sembilan tahun sangatlah menyenangkan. Lalu seiring usiaku bertambah, entah sejak kapan, hal-hal sederhana tak lagi membuatku tertawa. Orang dewasa seusiaku hanya akan tertawa pada hal yang mereka anggap intelek. Mereka mulai menyukai hal-hal rumit dan melupakan hal-hal sederhana. Semakin rumit, artinya semakin intelek. Aku pun akhirnya juga demikian,…. Dan siapa sangka, bahwa jawaban yang kudapat, bukanlah hal-hal intelek yang rumit dan disukai kebanyakan orang dewasa. Sebaliknya, perjalanan ribuan kilometer dari tempat asalku, justru mempertemukanku dengan esensi hidup itu sendiri: Kesedehanaan
-          R. Cahya Wulandari, Pengajar Muda

Hello almost morning~ Sudah mau diujung hari aja nih.
Hmm, sebagai ucapan untuk akhir di Hari Anak Nasional ini, mau say thank buat lingkaran cinta selama sebulan ini.
Yaitu, Komunitas Ruang, Save The Children dan adek-adek yg di Magelang.
Mereka ini nih yang membuat aku merasakan jatuh cinta sejatuh-jatuhnya ala para Pengajar Muda yang aku kagumi itu. Kerennya lagi, enggak perlu satu tahun untuk jatuh cinta sama mereka, cukup enam hari saja! Yang lebih parah lagi, dengan memori enam hari itu mereka bisa bikin aku kangen sekangen-kangennya sampe gak bisa move on, hahaha

Terimakasih yaa adek-adek, karena sudah membuat aku jatuh cinta dengan sederhana. Cuma lewat kertas origami warna stabilo, Chicken Dance dan Poki-Poki, juga tulisan tangan yang unik dan luar biasa.
Semoga aku masih bisa belajar dari segala hal yang kalian tunjukkan pada kami. Semoga kami, yang katanya udah gede ini, bisa memandang sesuatu dengan simple, menghidupinya, mempercayainya dan percaya pada satu emosi istimewa, yaitu bahagia. Yaa, semoga kami masih tetap bisa menikmati rasa bahagia yang murni seperti kalian. As happy as you J

Semangat terus yaaa!
Ayok kejar terus harapan kalian yang kalian tempel di Pohon Harapan.
Ayok semangat terus untuk memenuhi cita-cita kalian.
Ayok jadi anak yang pinter dan gak bandel.
Ayok bergeraklah terus, lakukan segala hal ‘nakal’ yang kalian bisa.
Ayok jadilah anak istimewa dan buktikan pada dunia.
Ayok tertawalah terus, senyumlah terus, berjuanglah terus, berlarilah terus, dan bahagialah terus.

Semoga besok kita bisa ketemu lagi.
Terimakasih banyak yaaa~ salam untuk semuanya, salam untuk keluarga!
Sayang kalian umumuuu~

Be wise, Be Child and Be Happy!

Selasa, 09 Juli 2013

Nyinyir Pagi-Pagi

Pagi tadi, aku gak bisa menuntaskan keinginan bangun siang.
Soalnya jam 6 pagi Bunda udah masuk kamar dan nyuruh bangun. Yaa pas itu sih Cuma bisa nggeram aja kaya Bhebe. Tapi, begitu ditanyain nilai udah keluar apa belom? IP hasilnya gimana? Yak! Rohku langsung setengah masuk ke badan. Isu sensitif pagi-pagi tuh.
Setelah ngomongin IP, gak lama gantian Ayah yang masuk kamar.
“Adeek bangun! Siap-siap mau bayar pajak motor, ben kowe ngerti carane (biar kamu tau caranya).”
Yak, fix sudah gak bisa glundungan lama-lama di kasur. Apalagi terus si kurcil-kurcil ikutan masuk kamar. Rewo sudah kamar.

Gimana perasaan waktu bayar pajak?
Sulit tweeps!
Kenapa? Sulit bayarnya yaa? Ribet?
Enggak tweeps. Bayarnya cepet kok. Yang sulit itu ngatur emosi sama ngatur mulut biar gak nyinyir! Seriusan! Nyinyir banget tadi waktu bayar pajak.

Jadi kenyinyiran ini diawali dari rebutan dulu-duluan dapet antrian.
Pintu belom dibuka aja, udah ada yang desek-desekan. Pintu setengah di buka sama Pak Polisi, dari luar udah ada Ibu yang nyaut narik pintu biar dia masuk duluan. Ealah Ibuk ibuk.
Aku hanya bisa memandang geli Bapak-Ibu yang desek-desekan dengan lucunya itu. Untung aja, Bapak-Ibu ini cukup paham dengan yang namanya antri. Coba kalo enggak, cobak kalo masih ada yang gelut atau nada tinggi nyuruh mundur ke belakang. Wuiiihh, bakal ikut gelut tuh aku, hahaha :D
Selayaknya aku, Ayah juga Cuma bisa senyam-senyum sembari ngikutin buntut antrian. Ikut arus ajalah.
Ini cerita loket pertama, tempat dimana kita ngumpulin STNK dan berkas kita. Nah, di loket ini ada Bapak Polisi yang tadi bukain pintu. Di loket ini juga, kita akan dapet nomer antrian untuk membayar di loket selanjutnya.

Lalu, aku dan Ayah duduk lagi nih.
Sebelah Ayah lalu menyusul duduk seorang Ibu. Ibunya ini dari Pakem. Jalan Kaliurang KM 22 tepatnya. Ayah dan Ibu itu chit-chat ringan. Sampai tiba-tiba muncul celetukan Ayah.
“Iki kok le bayar ngenteni suwi ya? (Ini kok bayarnya nunggu lama ya?)”
“Inggih niki, Pak (Iya ini, Pak). Mana yang ngantri pada rebutan kaya tadi lagi.”
Ayah ketawa lalu dia menambahkan. “Inggih, niki kok yo wong tuwa koyo cah cilik, rebutan (Iya, ini orang tua kok kaya anak kecil, rebutan).”
Hahahaha, setujuuh banget deh sama Ayah~

Sewaktu mereka masih membahas rebutan yang tadi, tiba-tiba ada suara intercom.
“Untuk nomer antrian 1 sampai 10 harap segera menuju ke loket 4B.”
Seusai suara mbak seksi itu kelar, berduyung-duyunglah orang menuju loket 4B. dan masih tetep rebutan tweeps! Mereka sibuk pengen duluan, sedang aku menatap nanar nomer antrian yang ada di tanganku.
Gilaaaakk, udah gak tertahan nyinyiran dari mulut ini!
“Ya Ampuuunn, buat apa ada nomer antriannya? Sama aja pada desek-desekan ini.”
Hufft. Aku nyinyir, Ayah Cuma ketawa. “Karepe ben cepet kok, ning kurang bener (maksudnya pengen cepet kok, tapi kurang bener).”
Iya, memang penggunaannya kurang tepat.

Saya dosa sebenernya pagi-pagi udah nyinyir gini. Tapi pengalaman pertama ini memang bikin nyinyir,hehe
Dear Pak Polisi, aku bersedia lho Pak ngisiin suara kasetnya. Sumpaahh, kalo emang gak ada yang ngisi suara, sampe berapa ratus nomer antri sekalipun aku mau, Pak ngisiin. Dari pada rebutan kaya tadi kan? Bapak sendiri kan juga sebel tadi pagi waktu buka pintu.
Kalo enggak ada yang selo mencetin satu-satu juga tak bantuin mencet wes, Pak. Boleh lah kalo selo besok aku mencetin tombolnya. Dari pada ribut, banyak juga yang ikutan nyinyir, Pak. Dosa.

Sebenernya, dengan banyaknya orang yang udah ngantri pagi-pagi sebelum pintu di buka, itu tanda lho kalo kesadaran pajak kita udah ada. Kesadaran para wajib pajak untuk membayar pajak juga udah tinggi. Bahkan, seperti Ibu yang tadi, yang rada kemrungsung karena telat bayar pasti juga ada beberapa yang seperti itu. Itu menjadi tanda bahwa belum memenuhi kewajiban kan?
Cuma, kesadaran untuk memberi pelayanan terbaik dari birokrasi itu yang belum tinggi. Buktinya masih pada pengen kerja cepet kan? Apalagi tadi ada bapak polisi di loket yang gak jela kerjanya apa. Mending Bapak turun aja ke jalan biar gak macet kan, Pak? Gimana? Apalagi yang di loket banyak yang cemberut dan jawab ketus.

Tapi, over all, aku suka kok. Pengalaman hari ini sesuatu banget J

Bisa terbilang cepat juga sebenarnya proses bayar pajaknya. Yaa, semoga semakin lebih baik lah besok. Udah tinggi lho animonya, kalo pelayanan lebih maksimal pasti lebih banyak yang mau tepat bayar pajak. Biar aku juga total mau jadi wajib pajak yang taat,hehe ;)

Senin, 08 Juli 2013

Berbagi Lewat Ban

Kurang lebih 2 minggu ini, aku gak pernah pergi sendiri.
Jadi anak manja gitu deh, jarang mengendarai si Supra Biyu Unyu Unyu sendirian untuk pergi jauh. Kalo gak minta anter, pasti minta jemput orang, haha :D
Daaaann hari ini, dengan gagah berani dan semangat membara diawal minggu, aku mengendari Supra Biyu Unyu Unyu untuk pergi sendiri. Tadi ceritanya mau ngurus ATM yang nemplek jadi satu sama KTM, yaa panjang ceritanya. Sedangkan butuh banget diurus karena ada harta karun didalemnya, jadi yaa pasrah lah tadi dilempar sana-sini sama embak Customer Service.
Abis dari Mandiri UGM, aku disuruh ke Mandiri Magister. Ya udah pasrah aja kesana. Naahh, dari Mandiri Magister, dilempar lagi ke Mandiri UGM. Yaaowooh~ tapi yaa mau gimana lagi?
Pas keluar dari basement kampus, tiba-tiba motor kerasa gak enak nih. Ternyata ban depan bocor. Yaudah, jadi harus nambal ban dulu deh.

Tambal ban paling deket yang aku inget itu di depan Fakultas Perikanan. Tambal ban yang sedikit memorial ceritanya.  Dan tadi, ke tambal ban itu ada lagi sedikit memori yang diberikan oleh Mas Tambal Ban.
Dulu, dulu banget ceritanya, waktu aku mau nganter kurcil-kurcil sulingan, di deket situ ban juga kerasa gak enak. Mampirlah untuk menanyakan keadaan. Pas itu masnya nanya, “mau langsung dibongkar apa isi angin dulu mbak?” berhubung buru-buru jadi aku minta isi angin dulu aja. Setelah isi angin, selayaknya seorang pelanggan, aku nyodorin uang. Tapi masnya dengan baik bilang gini, “udah Mbak, bawa aja. Cuma isi angin kok, duitnya dipake buat nanti nek harus tambal ban beneran aja.”
Baik banget kan masnyaa?

Dan waktu kesana, lagi-lagi, aku melihat kebaikan si Mas itu.
Ceritanya ada bapak-bapak yang ban mobilnya bocor. Terus minta ditublesin gitu, sembari nunggu istrinya yang lagi ujian. Si Mas udah berusaha nih untuk memperbaiki ban mobil itu. Udah berkali-kali juga bongkar pasang supaya ban mobilnya bener. Akhir kata, setelah beberapa kali mencoba dan masih tetep bocor juga si Mas itu menyerah. Sambil bilang enggak mampu, dia mengusulkan tambal ban lain yang bisa ngakali kebocoran ban itu.
Terus si Bapak ngeluarin dompet, mau bayar jasa si Mas.
Dengan tulus mas itu jawab, “Pun mboten sah, Pak. Wong niki kulo mboten saged le mbenerke kok. Pun dibetha mawon. (Sudah gak usah, Pak. Orang ini saya gak bisa yang mbenerin kok. Dibawa aja {uangnya})”

Umumumuuu~ aku terharu. Untuk kesekian kali melihat kebaikan Mas-nya itu sesuatu banget :’)

Seusai Bapak itu pergi, gantian Supra Biyu Unyu Unyu-ku yang digarap.
Seperti biasa, kalo udah kaya gini aku Cuma bisa jawab “Aku gak tau mas itu kenapa, pokoknya gembos. Mau langsung di bongkar juga gak papa”. Si Mas Cuma nyengir aja, yaa maklumlah, emang gak pernah bisa bedain yang mana kurang angin, yang mana bocor beneran.
Begitulah, berbagai ritual tambal-menambal ban dilakukan oleh Mas itu. Singkat cerita, tambal ban udah rampung nih. Terus sebelum masang ban, dia meneliti ban dalemku. Dan ternyata ban-nya sobek! Terus dia senyum-senyum sambil bilang, “Ini nih Mbak yang suka bikin bocor, soale sobek”. Hahaha, udah sering ban depan bocor, baru sekarang aku tau penyebabnya --_____--  lalu dia dengan baik hati mencarikan landesan untuk banku itu.
Dengan segala usaha yang telah dia lakukan dan saran berharga yang dia berikan, aku tanya berapa biayanya, tujuh ribu rupiah aja cems. Murah yaa?
Waktu ngeluarin dompet mau bayar, si Mas beralih ke ban belakangku dan ngisi angin untuk ban belakang. Aku gak minta lho cems, dia yang inisiatif ngisiin sendiri :’) semakin baik enggak sih Mas Tambal Ban ini?
Ibarat gebetan, langsung melonjak tinggi deh poin si Mas Tambal Ban itu :’)

Itung-itung sebagai tips, aku kasih 10 ribu ke Mas-nya. Aku sengaja gak minta kembalian, dan Mas-nya kaget, terus bilang “Hla kok malah gak disusuki piye to, Mbak? (Hla kok malah enggak usah kembali tuh gimana, Mbak?)” Itu enggak banyak lho cems, Cuma selisih 3 ribu doang. Tapi dengan rendah hatinya dia mau mengembalikan sisa uang itu. Mungkin merasa jasa yang dia berikan memang hanya berarti tujuh ribu saja.
Aku jawab aja pake senyum kalem kaya Mas itu, “Kan soalnya Mas udah nambah angin ban belakang, buat bayar itu,hehe”

Sebenernya, gak Cuma sekedar ngisi ban belakang.
Karena aku udah pernah jadi salah satu yang dibantu oleh Mas itu. Yaa, si memori itu tadi tuh kebaikan si Mas Tambal Ban dan aku masih inget sampe sekarang. Ditambah lagi, ternyata kebaikan Mas itu terlihat juga melalui apa yang dia berikan untuk si Bapak tadi.
Emang gak banyak, dan emang uang itu gak bisa ditukarkan dengan banyak kebutuhan yang Mas itu butuhkan.
 Hanya saja, aku ingin menghargai jasa yang sudah Mas itu berikan. Kebaikannya untuk hari ini dan hari yang lalu itu.

Kata orang kan, hari semakin jahat nih, semakin banyak orang yang jahat pula. Tapi, Mas itu membuktikan, bahwa di waktu yang semakin jahat ini, masih ada kok orang yang baik sampai sekarang. Masih ada kok orang yang mau membantu orang lain dan dengan tulus membantu.
Dan kenapa juga aku memilih menceritakan Mas ini?
Karena besok udah mulai puasa!
J
Semoga cerita kecil kebaikan Mas Tambal Ban ini sedikit bisa memberi inspirasi. Semoga, waktu puasa, di bulan yang penuh rahmat ini, kita mau banyak berbagi, kita mau dengan rela memberi. Dan Mas Tambal Ban itu sebagai bukti nyata bahwa keteguhan hati kita gak akan mempan deh digoda sama setan manapun.

Terima kasih Mas Tambal Ban, aku gak tau nama Mas siapa. Tapi, terima kasih banyak karena mengajariku hal baru hari ini.

Selamat puasa semuanyaa~
Yuk banyak berbagi, yuk tambal hati kita dengan niat baik biar setannya gak bisa nyusup J jangan lupa tarawih juga  yaa nanti malem!


Happy Monday all! Have a great energy!

Rabu, 03 Juli 2013

Shoulder to cry on




Kemarin aku nangis,hehe
Yaa, one of my bad habit tuh. Pasti selalu begitu. Kalo capek sedikit suka nangis, frustasi suka nangis. Kelegaan tersendiri sebenernya kalo nangis itu ;)
Nahh, waktu aku nangis, aku kan pake tisu dan dengan gampangnya, tisu aku buang begitu aja. Ternyata jatuh di piring Mas Kendal yang masih ada pancake-nya dan setelah itu Mas Kendal mau makan itu pancake! So sorry mas L
Ada satu yang menarik yang diucapkan Mas Kendal.
“Kalo nangis itu, di bahu orang. Mosok di tisu sih?” hahaha, maaf mas, maaaf. Besok lagi saya tak cari bahu orang aja, biar gak waton buang tisu.

Terlepas dari acara membuang tisu dengan sembarangan, aku inget sebuah cerita kecil dari Frater Dika. I like that one. Dan kalimat Mas Kendal bener-bener buat aku inget cerita itu.
Aku gak gitu hapal cerita pastinya, tapi aku bisa menceritakanya sedikit walau gak sesuai versi aslinya. Jadi ceritanya kaya begini nih:
      Ada seorang Ayah yang menanyai anaknya, “Menurutmu, bagian tubuh mana yang paling penting?” Anak itu lalu berfikir serius, ia mencoba memikirkan jawaban yang benar untuk menjawab pertanyaan Ayahnya.
“Jantung,” jawabnya.
Sang Ayah menggeleng. “Bukan, Nak. Kamu harus memikirkannya lagi.”
Anak terus berfikir. Ia memutar otaknya untuk mendapatkan jawaban yang benar.
“Hati?” jawabnya keesokan harinya.
“Masih belum betul, Nak. Coba cari jawaban lain.” Ujar Sang Ayah sambil tersenyum.
Anak yang penasaran, semakin memutar otaknya. Ia lalu menyebutkan berbagai bagian badan yang vital bagi manusia. Otak, lambung, kaki, mata, telinga, tangan, lidah. Semua ia sebutkan, tapi Ayah masih menggeleng sambil tersenyum.

Pada suatu hari, Nenek meninggal. Kejadian itu menjadi pukulan berat bagi Ibu.
Pada saat dipemakaman, anak melihat Ibunya selalu menangis tersedu-sedu. Ibu selalu menangis selama acara pemakaman Nenek. Selama itulah, anak melihat Ibunya terus menangis dan bersandar pada bahu Ayah.
Melihat hal itu, anak mendapatkan jawabannya.

Suatu hari, ia mendekati Ayah dan mengucapkan jawabannya. “Aku tau, Yah. Bagian tubuh yang penting adalah bahu.”
Ayah lalu tersenyum. “Darimana kamu bisa mendapatkan jawaban itu?”
“Aku melihat Ibu bersandar pada Ayah selama pemakaman Nenek. Entah kenapa, aku melihat bahwa saat itu, jika tak ada bahu Ayah untuk bersandar, Ibu tidak akan sanggup berdiri kuat.”
Ayah kembali tersenyum dan menganggukkan kepala.
“Betul sekali, Nak. Bahu memang salah satu anggota tubuh yang penting. Dengan bahu kamu bisa berbagi. Berbagi beban berat dan kesedihan yang kamu rasakan. Dengan bahu kamu juga bisa membantu orang lain. Mencoba memberi semangat, mencoba mendukung, memberi sangga dan kekuatan pada orang yang bersandar pada bahumu. Tanpa berbicara, saat kamu memberikan bahumu untuk tempat bersandar itu akan menjadi tanda bahwa kamu siap untuk menolong orang tersebut dan kamu akan membagi kekuatan kamu untuk orang itu.”

Yaaa, begitulah ceritanya.
The strength of shoulder. Bagian tubuh yang kecil tapi menyimpan banyak kekuatan.
Apakah sudah ada yang menjadi shoulder to cry on, anyone? Yuk kita berbagi kekuatan dengan bahu kita J

Gambar dari http://inspirably.com/quotes/by-hailie-vanisi/sometimes-we-all-need-a-shoulder-to-cry-on

Kamis, 20 Juni 2013

Hujan membuatmu memilih..

Hari ini pulang dari pucuk Gunung barengan sama Tim Save The Children dan Komunitas ruang. Sampai di C-3 yang halaman rumahnya penuh markisa itu, hujan turun dengan deras.
Berhubung hujan deres, jadi aku minta dijemput.
Berhubung pula jas hujan yang apik abis diuletin jadi Ayah ngasih jas hujan plastic warna kuning yang cetar itu.

Apa yang dilakukan pertama kali?
Sambil ngepasin pantat dijok motor, aku lebih memilih untuk menyelamatkan laptop. Lupa untuk pake mantolnya dulu.
Bukan malu jadi gak mau make sih, cuma suaranya itu lho. Kalo dijalan kemresek --_______-- huwug-huwug kena angin, jadi bikin sebel.

Sepanjang perjalanan lalu aku berpikir dan menghasilkan sebuah konklusi.
“Hujan membuatmu memilih apa yang akan kamu selamatkan.”

Hujan membuatku lebih memilih menyelamatkan laptop ketimbang badan yang masih harus diajak kerja rodi 2 minggu lagi.
Hujan pun membuat Ibu-Ibu rewel dijalan memilih ngebut untuk menyelamatkan baju yang dijemur. Enggak inget kalo hujan jalanan licin.
Hujan membuat kita ngebut dan nyerobot sana sini. Tidak ingat kalo kita bisa membahayakan orang lain.
Hujan membuat Pak Penjual Koran memilih menutup korannya dengan plastic tapi tidak menutupi dirinya sendiri. Lupa bahwa ia bisa jatuh sakit esok harinya.
Bahkan, aku pernah lihat, ada anak SD lebih memilih memeluk tas sekolahnya ketimbang menutupi kepalanya. Lupa bahwa air hujan bisa membuatnya kedinginan dan sakit.

Yaa, setelah melihat titik hujan membasahi markisa di halaman C-3 dan puluhan orang dijalanan, hujan memang membuat kita memilih apa yang akan kita selamatkan.
Dan banyak dari kita lupa untuk menyelamatkan diri kita sendiri. :’)



PS: Mau cerita soal C-3, save the children dan ngajar di Magelang. Tapi besok aja yaa, abis selesai UAS dan selesai acara ngajarnya. Tuntutlah aku untuk menulisnya :D