Minggu, 09 Februari 2014

My Power Ranger, My Guardian Angel


Haii Bunda.. Selamat Ulang tahun..
Sorry for my late utterance.Sudah 9 hari berlalu dari tanggal ulangtahunmu, aku menunggu hingga Tuhan memberikan mood terbaik agar aku bisa memberikan tulisan terbaik untukmu..

Aku tidak ingin menyebutkan berapa jumlah umurmu saat ini.
Somehow, aku tidak cukup siap dengan angka yang membayangi dirimu. Aku tidak siap, menyadari jika kau bertambah tua, bertambah, bertambah yang lain. Karena bertambah itu memunculkan banyak jika. Aku belum ingin membicarakan itu.
Terlebih lagi karena aku belum menjadi anak baik seperti yang kau inginkan.

Aku masih nakal, aku masih manja.
Aku masih suka bangun siang, aku masih males menyapu, merapikan tempat tidur.
Aku masih suka menggunakan kaos, tidak menyisir rambut, tidak membersihkan muka.
Juga sejuta kenakalan yang lain. Aku belum bisa menjadi anak baik yang engkau inginkan.
Maaf..

Aku sangat dekat denganmu..
Aku menghabiskan banyak waktu denganmu. Membagi berbagai cerita denganmu. Bercengkrama diatas tempat tidur. Bahkan, kadang kau melepaskan semua rahasia yang aku ceritakan padaku kesemua orang. Saking banyaknya hal yang aku ceritakan padamu.

Aku merasakan banyak sentuhanmu..
Dulu kau selalu menguncir rambutku. Mengepangnya, menghiasnya dengan berbagai jepit. Membuatku seperti puteri. Membuatku sangat senang dengan berbagai hiasan di rambutku. Hingga saat ini pun, kau selalu risih untuk merapikan rambutku yang berantakan.
Mencarikan kaos kaki untukku, menyetrika seragamku. Begitu juga saat ini. Setiap aku menyetrika, kau selalu mengulanginya dengan berkata “Adek gak pinter nyetrika. Ini masih lecek.”
Kau juga masih sering membantuku mencari kaos kaki. Aku jarang menggunakan kaos kaki dibalik sneakers-ku, karena aku malas, karena aku sulit menemukan kaos kakiku. Kau akan menyempatkan diri mencari sambil berkata, “Dicari yang bener, pake mata, jangan teriak-teriak terus.”
Tapi aku suka.
Walau kadang aku balas meneriakimu. Malas dengan segala kerapian yang selalu kau utamakan. Dibalik itu, aku menikmatinya. Aku merasakan kembali perhatian masa kecil yang dulu kau berikan.

Aku sudah cukup besar saat ini. Sudah cukup berego dan malu untuk memintamu memperhatikanku, medekapku.
Taukah kau, bahwa aku suka caramu membangunkanku?
Kau akan mendekatiku, naik ke tempat tidurku, mendesakku untuk memberimu tempat, lalu kau akan mendekapku sambil terus berbisik ditelingaku untuk membangunkanku.
Itulah cara licikku untuk merasakan dekapanmu. Tanpa harus malu, tanpa harus meminta. Aku akan mendapatkannya.

Namun, kadang aku juga sangat kesal kepadamu.
Aku tidak suka saat kau membandingkanku dengan adik.
Aku memang tidak serapi, serajin Dian. Aku tidak sepintar dan secemerlang Vincent.
Tapi aku selalu berusaha. Berusaha agar aku bisa cukup pantas untuk kau banggakan.

Tidak cukup puaskah kau dengan aku yang mau menghabiskan waktu untuk memasak?
Tidak cukupkah denganku yang menghabiskan banyak waktu diluar, meningkatkan segala kemampuanku agar bisa membuatmu bangga?
Tidak cukupkah aku dengan mengurangi jam tidurku untuk mengerjakan tugas kuliahku untuk nilai terbaik, juga tugas kuliahmu untuk meringankan bebanmu?

Ohh, I’m being the selfish person here. Always blaming you.
Tapi pernahkah kau sekali berfikir bahwa inilah aku yang sebenarnya?
Kadang aku butuh pengakuan, juga penerimaan.
Bahwa aku lebih pintar memasak daripada membersihkan rumah. Bahwa aku lebih kuat dan berani untuk melakukan segala sesuatu sendiri. Bahwa aku belajar dengan alunan musik, bahwa aku sering menangis karena terlalu perasa, bahwa aku menghabiskan banyak waktu dengan HP dan jejaring sosial untuk mendengarkan temanku yang curhat.
Hal-hal kecil ini sering tidak kau akui. Padahal aku merasa inilah diriku saat melakukannya.
Kadang, kamu masih tidak terlalu puas dengan yang telah aku lakukan, yang akhirnya membuatku patah hati.

Ingatkah kau suatu hari, waktu yang sudah lama itu, dengan iseng aku menghabiskan waktu mandiku untuk membersihkan kamar mandi?
Menyikat lantai dan dinding kamar mandi sekeras mungkin, sebersih mungkin. Merapikan barisan botol shampoo dan sabun, membersihkan tempat sikat gigi. Dalam pikiranku saat itu, aku ingin membuatmu terkesan, karena aku membersihkan kamar mandi.
Namun, begitu kau pulang kerja yang bertepatan dengan Tante dan Om yang datang, kau malah berteriak heboh, “Tante, mau make kamar mandiku gak? Barusan dibersihin cah ayu nih, sampe mengkilap!”
Aku tak tau apakah kau benar-benar ingin memujiku, tapi saat itu, untuk kesekian kalinya, kau membuatku patah hati. Aku hanya mampu tersenyum masam. Menatap buku jariku yang memutih karena terlalu lama terkena air dan sedikit lecet akibat gesekan sikat kamar mandi.
Aku hanya ingin menunjukkan bahwa aku tak sebebal atau semalas yang kau pikirkan. Tapi ternyata, kata-katamu membuatku berjanji dalam hati bahwa aku tak akan lagi dan tak mau lagi membersihkan kamar mandi. Dan hal itu aku lakukan hingga saat ini, walau kau sering berteriak, memintaku membersihkan kamar mandi.
Tidak lagi, Bunda. Aku tidak ingin sakit hati lagi.

Begitu juga saat aku memasuki masa ujian.
Aku selalu menyalakan laptop, membuat playlistlalu menyalakannya sebagai teman belajar. Kadang aku akan bernyanyi lirih agar tidak bosan. Selalu seperti itu. Hal itu menjadi caraku agar aku tidak malas belajar. Agar aku mau terus berkencan dengan Matematika, Bahasa Indonesia, Ekonomi, Fisika. Benakku saat itu, ingin memberikan nilai terbaik untukmu.
Namun, sering kali kau masuk kamarku, sedikit sebal dengan suara lirih dari laptop. Kau sering berkata, “Emang pelajarannya bisa masuk? Paling lirik lagunya doang yang hafal.”
Saat ini, dengan segala hafalan ‘lirik lagu’ yang mengantarku mencapai beberapa hal, sering kau banggakan. Kau sering berkata bahwa aku adalah kakak yang keren karena sukses belajar sambil mendengarkan lagu. Bahkan kau sekarang memberi kebebasan saat adik-adik belajar ditemani suara musik.
Aku senang karena kau membanggakanku, hanya saja disatu sisi, aku juga teringat akan patah hatiku dulu.
Tidak mudah sembuh dari luka yang diciptakan oleh orang yang kau sayangi, Bun. Begitulah dengan diriku.

Aku tidak ingin mengadu saat ini. Atau membuatmu merasa bersalah. Karena aku sudah mulai menerima semuanya bahkan mensyukurinya.
Aku hanya ingin mengutarakannya. Aku hanya perlu menceritakannya. Agar kau tidak membuat kedua adikku patah hati sepertiku. Cukup aku yang nakal ini yang harus merasakannya. Jangan pernah membuat kedua adikku patah hati, Bunda. Keluarkan semua kasih sayang dan pujianmu pada mereka. Jangan pernah sekali-kali membuat mereka merasa tidak berguna.

Selamat Ulang Tahun Bundaku. My power ranger, my guardian angel.
Kau adalah wanita kuat dan tangguh seperti power ranger dan wanita lembut, penyayang seperti malaikat.
Kau menghabiskan jutaan waktumu dengan membanting tulang.
Mengerahkan segala tenaga untuk memenuhi segala kebutuhanku dan adik. Kau adalah power ranger, seakan tidak memiliki rasa lelah untuk terus menyediakan yang terbaik bagi kami. Kau adalah malaikat, penuh cinta untuk siapa pun, membantu banyak orang sebisa dirimu.
Aku bangga memiliki Bunda sepertimu. Dan itu membuatku selalu jatuh cinta setiap menatapmu.

Kita menghabiskan banyak waktu untuk bercerita.
Kau menceritakan masa lalumu. Masa mudamu yang penuh dengan perjuangan. Penuh dengan kerja keras.
Kau juga bercerita bagaimana dulu kau pernah merasa tersiksa, yang membuatmu pergi jauh, mencari kehidupan baru. Bagaimana kerasnya Eyang dulu saat mendidikmu, bagaimana kau harus belajar ekstra keras untuk mempertahankan beasiswamu. Juga bagaimana dulu kau pernah jatuh cinta.
Aku mengenal orang itu, Bunda.
Aku tahu bahwa mungkin orang itu menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagimu, memberikan segala hal terbaik bagimu. Orang itu bisa memberikan waktu yang nyaman dan bahagia untuk kau jalani. Tapi kau memilih perjalanan hidupmu yang seperti ini. Yang kau bilang, kadang ingin membuatmu berlari, tapi inilah resiko dari segala pilihan kehidupanmu.
Kau selalu mengatakannya dengan tersenyum, Bunda. Seakan hal itu tidak pernah menyakitimu. Padahal, jauh didalam hatimu, kau merasa lelah dan sakit.
Dengan berani aku pernah bertanya, “Kenapa Bunda enggak sama Om itu aja? Pasti Bunda gak akan secapek sekarang.”
Tawa kecil. Hanya itu yang kau berikan. “Kalo Bunda sama Om itu, Bunda gak akan punya tiga orang anak baik dan pintar kaya kalian. Kalian adalah anugerah dan hadiah terindah yang selalu buat Bunda kuat.”
Bunda.. Jika bisa, aku masih ingin agar kau tidak memilih jalan ini, agar kau bisa lebih bahagia.
Kau sering berkata, “Untung Bunda punya anak kaya kalian, gak perlu dilesin, pinter semua. Gak banyak nuntut, selalu sederhana dan apa adanya.”
Bunda.. Sayangnya, aku tidak sebaik itu. Kadang pun aku masih menuntutmu untuk memberikan berbagai macam hal, kadang aku masih menginginkan banyak hal.

Bunda, bukan kau yang beruntung karena memilikiku tapi aku yang beruntung karena memilikimu. Aku beruntung karena memiliki Bunda setangguh dirimu, yang mendidikku, mengajariku dan membuatku menjadi seperti ini. Kau memberikan banyak pelajaran berharga. Aku beruntung karena berkesempatan belajar darimu, belajar banyak hal tentang kehidupan darimu.

Terimakasih karena engkau mau menghabiskan waktu untuk membesarkanku.
Terimakasih karena engkau memilih  dan bersedia menjadi seorang Ibu dari anak nakal dan berantakan ini.
Terimakasih karena kau dan Ayah memberiku kesempatan untuk merasakan hidup didunia ini.
Terimakasih atas segala waktu, tenaga dan perhatianmu.
Terimakasih karena engkau selalu ada untukku dan kedua adikku.
Terimakasih karena menjadi Bundaku, my power rangerberhati malaikat.
Terimakasih karena menyebutku sebagai hadiah dan anugerah terindah yang pernah kau miliki.
Dan maaf atas segala kenakalan, teriakan, sumpahan atau amarahku. Maaf karena aku sering menyakitimu.
Semoga aku bisa menjadi Bunda sebaik dirimu, sekuat dirimu. Tidak, aku harus menjadi Bunda yang lebih baik dan kuat darimu. J

Long life my guardian angel.
Kau harus melihat dan merasakan kesuksesan yang sedang aku persiapkan untukmu. Percayalah, apapun yang sedang aku lakukan saat ini adalah sesuatu yang sedang aku rintis. Untuk kehidupanku juga sebagai hadiah untukmu. Kau harus terus menemaniku hingga aku bisa mandiri. Kau harus bisa berdiri disampingku, disetiap momen bahagiaku.
Hanya itu permintaanku, teruslah ada untukku, teruslah hadir untuk menyemangatiku hingga aku yakin dan mampu berdiri sendiri.
Semangat yaa Bunda kuliahnya, Bunda gak boleh males, karena aku berniat untuk menantangmu. Kita lihat nanti, siapa yang lebih pintar diantara kita. Kau harus mau menerima tantanganku ini Jhahaha
Sehat selalu, sukses selalu dan bahagia selalu untuk Bunda. Tetap setangguh power ranger dan selembut hati malaikat..
I love you to death!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar