Minggu, 17 April 2016

Jadi, Apakah Cinta Bisa Berhenti?

“Nay, memang benar yaa bahwa cinta itu bisa berhenti suatu saat nanti?”
Aku memandang temanku, Kia, dengan kening berkerut sebelum tertawa terbahak-bahak. Melihatku yang tertawa, Kia langsung memasang aksi ngambeknya.
“Dari semua ekspresi yang ada didunia ini, kenapa kamu memilih tertawa?” tanyanya sebal sambil melemparku dengan boneka minions yang ada didekatnya.
“Bukan,” aku berusaha menghentikan tawaku untuk menjawab pertanyaan Kia. “Aku bukan menertawakan kamu. Tapi menertawakan kebetulan yang terjadi.”
Mendengar jawabanku Kia berbalik mengerutkan keningnya.
“Aku sedang membaca sebuah cerita.” Ujarku sambil menunjukkan HP yang aku pegang. “Dalam cerita itu, kedua tokoh utama adalah orang yang berusaha merasionalkan cinta. Lalu berhenti pada sebuah kesepakatan bahwa pernikahan tidak butuh cinta. Karena setelah beberapa lama cinta sudah tidak perlu lagi.”
Kia hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Itu kenapa aku tertawa waktu kamu bertanya seperti itu. Kamu sendiri kenapa bertanya begitu?”
Kia terdiam sejenak. Memandangku dengan mata menyipit. Hal yang dia lakukan saat mempertimbangkan sesuatu.
“Enggak tiba-tiba saja aku ingin bertanya seperti itu. Ragu gak sih kamu saat kamu memilih untuk menikah padahal kamu tahu bahwa cinta mungkin saja berhenti.” Jawab Kia yang aku jawab dengan anggukan.
Aku terdiam. Memikirkan kemungkinan yang terjadi dari hal itu.
“Entahlah. Bagaimana bisa kita membicarakan sesuatu yang tidak pernah kita jalani atau pahami sih, Ki?” jawabku dengan memberikan sebuah pertanyaan balik pada Kia.
“Apakah itu karena mereka sebenarnya bukan jodoh? Banyak orang bilang bahwa kadang kita menikah dengan orang yang bukan jodoh kita.”
Pernyataan Kia barusan semakin membuatku terdiam dan berpikir.
“Mari kita diskusikan cinta itu, Ki. Jika yang kamu harapkan adalah jawaban yang bisa memuaskan keresahanmu.” Jawabku sambil tersenyum. “Tapi mari kita pahami cinta jika yang kamu butuhkan adalah kepenuhan hatimu.”
Kia terlihat tertarik dengan jawabanku barusan. Ia memposisikan dirinya dengan lebih nyaman dihadapanku. Sepertinya ini akan menjadi pembicaraan yang panjang.
“Kata orang, jodoh itu adalah konsepsi yang dibuat manusia, bukan? Kamu sendiri yang bilang saat kamu putus cinta dari Adma. Walau Tuhan sudah menyiapkan seseorang menjadi jodohmu, tapi ada sebuah kisah yang harus kalian usahakan berdua. Dan menurutmu itulah jodoh. Saat kalian sama-sama saling mengusahakan agar saling menemukan, bertemu dan merangkai kisah yang sama.”
“Yap itu benar! Dan aku masih merasa itu hal yang benar sampai sekarang.”
“Ya itu dia, Ki. Bahkan saat kamu sedang berada dalam kisah yang sama dan mengusahakan kisah itu untuk terus ada, apa tiba-tiba kamu ingin berhenti? Kecuali ternyata kedua orang itu tidak merangkai kisah yang sama, hanya sekedar jadi cameo.”
“Bener sih Nay.” Ucap Kia lirih. Setengah tidak yakin. “Itulah kenapa aku percaya bahwa ada kisah yang pasti diusahakan. Tapi misalnya saat dalam masalah besar. Aku jadi takut bahwa cinta bisa benar-benar habis dan berhenti.”
“Jadi menurutmu cinta bisa berhenti?”
“Mungkin saja, Nayaaaaa!”
Aku mengangguk-anggukan kepalaku. “Kalo kita berbicara dalam term, sudah saling menemukan dan merangkai kisah yang sama ya, Ki. Aku rasa cinta tak bisa berhenti. Teman aku pernah cerita, kerap kali kita menyalahartikan rasa yang berbeda setelah kita menikah. Pada stage tertentu cinta kita pada seseorang akan sampai pada titik paling maksimal yang bisa dibuat berdua. Kadang juga titik maksimal itu membuat kebiasaan sedikit berubah, membuat rasa menjadi seakan hambar atau hilang. Disitulah kadang kita mengartikan bahwa cinta itu berhenti. Padahal, rasa cintanya gak berubah, Ki. Cuma bermetamorfosa agar lebih sesuai dan bisa bertahan. Ada lima Bahasa dalam cinta menurut Gary Chapman. Mungkin aja supaya lebih sesuai dengan kehidupan berdua, dari berbahasa cinta melalui kata-kata berubah jadi perbuatan atau hadiah kan?”
“Kamu tau gak gaya pacaran Mama-Papa kamu dulu? Dan mereka pasti pernah berantem atau melalui masalah besar bersama kan?” Tanyaku lagi.
“Tau banget! Kamu kan ngerti sendiri betapa mesranya Mama-Papa aku. Sampe semua anaknya tau semua kisah cinta mereka. Dan sampai sekarang, Papa aku masih memperlakukan Mama aku kaya pacarnya. Nama panggilan jaman pacaran aja masih suka dipake. Ya mana ada rumah tangga, hidup dengan dua kepala atau lebih tidak pernah menghadapi masalah sih, Nay.”
“Ayah dan Bunda aku tidak begitu, Ki. Bunda berasal dari keluarga Jawa yang sangat saklek. Memperlihatkan afeksi secara verbal ataupun tindakan didepan banyak orang adalah hal tabu. Tapi aku masih melihat pancaran rasa hormat dan sayang yang besar saat Bunda melihat Ayah. Begitu pun dengan cara Ayah memperlakukan Bunda dengan sangat halus dan lembut. Keluarga Bunda pun sering berusaha mengintervensi keputusan mereka berdua yang akhirnya jadi konflik diantara mereka.
“Lalu, apa kamu rasa cinta kedua orang tua kita berhenti? Karena Mama-Papamu tetap pada kebiasaannya dan Bunda aku menjadi lebih berani memberitahu perasaannya pada Ayah?” Kia langung menggelengkan kepalanya. “I think we are in the same page here. Kedua orang tua kita dengan gaya yang berbeda, meletup-letup atau pun dalam diam sama-sama tidak kehilangan cintanya. Benar kan? Jadi, tidak semua orang merasa cintanya itu berhenti.”
“Kalau cinta memang tidak bisa berhenti, kenapa kedua tokoh cerita yang kamu baca itu memilih menikah tanpa cinta, yang secara tidak langsung tidak percaya jodoh?”
“Ki, seriuskah kita akan melanjutkan pembicaraan ini? Kamu sudah menikmati sensasinya memfilsafatkan sesuatu?” tanyaku dengan setengah gemas.
“Oh, Naya. Ayolah, aku belajar memahami cinta sama seperti katamu agar aku merasakan rasa penuh itu. Kamu tahu kan? Cinta itu subjek yang surreal. Sedang kita selalu dituntut untuk hidup dengan sesuatu yang real. Lalu bagaimana aku bisa yakin bahwa aku dan seseorang diluar sana sedang saling berusaha dan mampu hidup berdua selamanya?”
“Cinta bukan koperasi dengan asas sukarela, Ki. Tapi badan usaha, dimana semua orang didalamnya harus saling bekerjasama.” Jawabku mencoba berseloroh. “Kalo memang cinta gak bisa jadi sesuatu yang real, buatlah aspek didalamnya menjadi sesuatu yang real. Mungkin dengan kasih bunga, ngajak nonton, ngurusin waktu sakit.”
Aku berhenti sejenak. Memberi jeda waktu sekaligus menarik nafas panjang.
“Kalo soal kedua tokoh itu, masih banyak bagian dari cerita mereka yang belum selesai aku baca.” Aku buru-buru melanjutkan penjelasanku. “Mungkin karena mereka belum menemukan the one, pernah tersakiti seseorang yang kita anggap the one atau bisa jadi ternyata mereka hanya cameo di hidup masing-masing. Kita gak pernah tau akhir cerita yang tidak kita jalani, kan?”
“Bisa jadi, kedua tokoh cerita itu bilang gitu karena mereka menutup hati dan tidak saling mengusahakan. Jangan-jangan kesepakatan mereka itu manifestasi dari rasa takut. Karena mereka belum yakin dan masih terlalu resah. Juga karena mereka tidak mengerti bahwa cinta bisa berubah bentuk dengan rasa yang sama.” tandas Kia dengan nada setengah menggumam.
“Mungkin pada satu titik kita harus siap bahwa cinta kita berubah rupa, Ki. Berubah menjadi kepekaan, kepedulian, keberanian, tanggung jawab atau saling mengusahakan. Tidak lagi dengan bunga, kado atau panggilan sayang.”
“Kedua tokoh itu sama seperti banyak orang disekitar kita yaa? Takut bahwa cinta mereka berupa bunga, kado atau panggilan sayang akan berhenti suatu saat nanti. Padahal itu hanya sebuah fase untuk menyesuaikan kisah mereka.”

“Mungkin saja. Tapi siapa yang siap bukan, jika orang yang kita sayang membuat kebiasaan baru? Bisa jadi kita terlalu ketakutan sampai merasa bahwa pasangan kita ingin menghentikan kisahnya. Bisa saja, apa yang kita bicarakan sejauh ini hanya soal sebuah ketakutan dan rasa tidak aman, padahal subjek surreal yang kita bicarakan ternyata sebuah kepastian namun tidak bisa kita lihat wujudnya.”

3 komentar:

  1. Seru sekaliii obrolan Naya dan Kia ini yaaaa.. rasanya ingin ikut nimbrung obrolan mereka berdua hihihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku pun rasanya ingin ikutan ngobrol. Mungkin obrolan Naya dan Kia harus dibuat part selanjutnyaaa hihi

      Hapus
    2. Iyaa dan cerita yang dibaca Naya itu aku juga jadi penasaran btw~ hahahaha

      Hapus