“Jadi, kemana kamu pergi selama lima hari ini?
“Ke tempat dimana saya akan rindu pulang.”
~~~
Gana mengerutkan dahinya bingung. “Pulang? Bukan kah
semua orang pasti akan pulang?”
“Tidak, Gana.” Jawab Naya sambil menyesap coklat hangatnya
yang mulai mendingin. “Tidak semua orang tahu dimana rumahnya dan kenapa ia harus pulang. Itulah kenapa saya pergi ketempat yang jauh. Dan
itulah alasan saya selalu duduk disini menikmati pukul lima.”
“Supaya kamu tahu kemana kamu harus pulang?”
“Iya.” Jawab Naya singkat.
Naya
tersenyum kecil melihat kerutan di dahi pria didepannya bertambah dalam. Gana terlihat
berusaha memahami apa yang Naya ucapkan.
“Saya
masih tidak mengerti,” ujar Gana akhirnya sambil menghempaskan punggung
lebarnya ke kursi.
“Sudah
saya bilang, Gana. Tidak semua orang tahu kenapa
dia harus pulang.”
“Tidak,
Naya.” Gana menggelengkan kepalanya. Ia mendekatkan diri ke meja. Menaruh
tangannya yang bersedekap diatas meja, mendekatkan jarak antara Gana dan Naya. “Saya
selalu pulang. Dan saya tahu kemana saya harus pulang. Tapi saya tidak mengerti
kenapa kamu harus menghabiskan satu jam kamu disini. Duduk diam dan meminum
coklat hangatmu.”
Naya
tertawa kecil mendengar penjelasan Gana. “Apakah kamu tahu kemana kamu pulang atau kamu merasa kamu tahu kemana kamu pulang?”
Gana
masih menatap Naya tidak puas. Membuat Naya mau tidak mau kembali bersuara.
“Menurut
kamu, apa sebuah arti dari pulang?”
“Kembali
ke tempat dimana kamu bisa istirahat dan bahagia.” Jawab Gana cepat. “Dimana
kamu tahu siapa diri kamu. Bukan kah begitu, Naya?”
Naya
hanya terdiam mendengar jawaban Gana.
“Yang
tidak saya mengerti, Naya. Saat kamu tahu dimana dan kenapa alasan kamu harus
pulang, kenapa kamu masih harus terus mencari makna rumah itu, Naya? Kenapa kamu
harus, selalu duduk disini, pergi ke tempat jauh, padahal kamu tahu rasa itu
sudah melengkapi kamu. Saat kamu tahu
bahwa rumah kamu sudah membuat kamu lengkap.”
Naya
memainkan cangkir didepannya yang sudah setengah habis. Ucapan Gana membuatnya
kembali berpikir. “Kamu tahu kan, Gana, bahwa bagian dari pulang itu juga
merupakan proses mencari? Itu yang saya lakukan saat ini.”
“Saya
masih mencari, Gana. Mencari sesuatu yang masih terasa kosong. Itu kenapa saya
pergi jauh dan itu kenapa saya selalu duduk disini setiap pukul lima.”
Gana
tahu bahwa pulang adalah sebuah proses untuk mencari. Gana tahu bagaimana ia
harus seperti Ben, yang pergi ketempat dimana ia harus berdamai dengan masa
lalunya, pergi untuk membuka kembali hubungan dengan orang-orang yang sempat
tidak ia pedulikan, kembali menemukan jati dirinya dibalik coffee maker dan setiap cita rasa kopi yang ia buat. Gana tahu
kenapa pulang harus selalu berbicara
mengenai pencarian.
“Saya
pergi untuk mencari, Gana. Untuk mencari tempat yang sepi, tempat yang ramai,
tempat dimana tidak ada satu pun orang saya kenal, tempat terjauh yang bisa saya
jangkau, tempat paling dekat yang tidak pernah sekalipun saya datangi, tempat
tertinggi bahkan tergelap. Semua membawa saya kembali pada pukul lima dan
coklat hangat seperti yang kamu bilang tadi.”
“Dari
24 jam yang diberikan semesta pada dunia, di bagian manakah yang paling kamu
suka?” Naya bertanya kepada Gana yang terdiam.
“Entahlah.
Mungkin setiap café sedang sepi atau setelah tutup. Dimana saya bisa bercinta
dengan kopi-ku.”
Naya
mengangguk-angguk. “Seperti apa yang kamu rasakan. Pukul lima, setiap sore,
adalah waktu dimana saya bisa bercinta dengan hidupku.”
“Kenapa
harus pukul lima? Karena pukul lima selalu identik dengan jam pulang kantor?
Dimana orang berlomba dan memilih terjebak macet untuk keluar dari rutinitas? Atau
karena matahari terbenam membawa kamu kembali ke peraduan paling aman?”
“Tidak,
Gana. Karena pukul lima adalah waktu yang paling jujur.” Jelas Naya tanpa
kehilangan emosinya. “Jika pagi memberi kamu harapan dan malam memberi kamu kesempatan untuk berlari, maka pukul lima membuat kamu
mengerti, Gana. Akan sebuah rasa rindu, sebuah rasa butuh pulang dan mengulangi
semua prosesnya.”
“Itu
kenapa kamu selalu datang dan menikmati pukul lima? Karena dia yang paling
jujur bercerita kepadamu tentang apapun yang kamu rasakan dan menjelaskan
setiap tujuanmu pulang.”
“Saat
saya pergi, ke tempat yang sepi, jauh dari rutinitasku atau tempat dimana tidak
ada seorang pun yang saya kenal, pukul lima selalu mengingatkanku untuk
berhenti sejenak dan merasakan puncaknya sebuah rindu. Karena tiba-tiba satu
hari lagi sudah kamu lewati. Bukan semata-mata berani menembus macet demi
pulang kerumah. Ada rindu dan kebutuhan yang besar untuk kamu pulang. Membuat kamu mengerti dimana
rumahmu.”
“Lalu,
apa pukul lima juga menyakitimu, Naya? Dengan segala kejujurannya, dengan
kenyataan yang kamu jalani tapi tidak sesuai dengan keinginanmu, dengan hal
yang kamu tidak sukai tapi terpaksa kamu jalani. Kalo pukul lima yang kamu
bilang benar-benar jujur, berarti kamu tahu bahwa kamu menjalani hidup yang
tidak benar-benar kamu mengerti. Memberi yang kamu butuhkan, bukan yang kamu
inginkan. Menjalani hal yang kadang tidak terencana namun sering membuat kamu
tertawa.”
Naya
mengangguk dan melemparkan senyum pada pria yang terlihat lebih menawan dengan
posisinya yang membelakangi matahari yang mulai terbenam.
“Benar.
Pukul lima memang kerap menamparmu dengan sebuah kenyataan. Bahwa hidup kamu
kadang berada pada fase yang tidak kamu inginkan, membuat kamu merasa kosong
dan kamu butuh tempat istirahat.”
Naya
bersedekap sambil menatap mata hitam Gana yang segelap kopi. “Karena setiap
pukul lima, kamu mengerti bahwa kamu tidak pernah bisa berhenti, Gana. Kamu akan selalu mencari. Memenuhi diri
kamu atas apapun yang masih terasa kosong. Bukan kah itu maknanya pulang? Mencari, berdamai dengan diri sendiri dan
menemukan kebahagianmu. Yang selalu kamu cari dan ingin kamu isi lagi.”
Untuk
pertama kalinya, pukul lima tidak membuat Naya terdiam sambil meminum coklat
hangat sendiri. Ia menikmati rasa rindunya pulang bersama seseorang yang juga
terus mencari. Untuk pertama kalinya juga, Gana menyadari bahwa pukul lima
membuatnya mengerti alasan kenapa ia selalu mencari perempuan yang selalu
memesan coklat hangat. Memahami lagi setiap tujuan dan alasannya hidup bersama
seseorang yang selalu ingin mengisi rindu. Untuk pertama kalinya, pukul lima
membuat Naya dan Gana sama-sama mengerti rasanya pulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar