Jumat, 22 April 2016

Pukul Lima (Bagian 2)

“Jadi, kemana kamu pergi selama lima hari ini?
“Ke tempat dimana saya akan rindu pulang.”

~~~
            Gana mengerutkan dahinya bingung. “Pulang? Bukan kah semua orang pasti akan pulang?”
            “Tidak, Gana.” Jawab Naya sambil menyesap coklat hangatnya yang mulai mendingin. “Tidak semua orang tahu dimana rumahnya dan kenapa ia harus pulang. Itulah kenapa saya pergi ketempat yang jauh. Dan itulah alasan saya selalu duduk disini menikmati pukul lima.”
            “Supaya kamu tahu kemana kamu harus pulang?”
            “Iya.” Jawab Naya singkat.

Naya tersenyum kecil melihat kerutan di dahi pria didepannya bertambah dalam. Gana terlihat berusaha memahami apa yang Naya ucapkan.
“Saya masih tidak mengerti,” ujar Gana akhirnya sambil menghempaskan punggung lebarnya ke kursi.
“Sudah saya bilang, Gana. Tidak semua orang tahu kenapa dia harus pulang.”
“Tidak, Naya.” Gana menggelengkan kepalanya. Ia mendekatkan diri ke meja. Menaruh tangannya yang bersedekap diatas meja, mendekatkan jarak antara Gana dan Naya. “Saya selalu pulang. Dan saya tahu kemana saya harus pulang. Tapi saya tidak mengerti kenapa kamu harus menghabiskan satu jam kamu disini. Duduk diam dan meminum coklat hangatmu.”
Naya tertawa kecil mendengar penjelasan Gana. “Apakah kamu tahu kemana kamu pulang atau kamu merasa kamu tahu kemana kamu pulang?”
Gana masih menatap Naya tidak puas. Membuat Naya mau tidak mau kembali bersuara.
“Menurut kamu, apa sebuah arti dari pulang?”
“Kembali ke tempat dimana kamu bisa istirahat dan bahagia.” Jawab Gana cepat. “Dimana kamu tahu siapa diri kamu. Bukan kah begitu, Naya?”
Naya hanya terdiam mendengar jawaban Gana.
“Yang tidak saya mengerti, Naya. Saat kamu tahu dimana dan kenapa alasan kamu harus pulang, kenapa kamu masih harus terus mencari makna rumah itu, Naya? Kenapa kamu harus, selalu duduk disini, pergi ke tempat jauh, padahal kamu tahu rasa itu sudah melengkapi kamu. Saat kamu tahu bahwa rumah kamu sudah membuat kamu lengkap.
Naya memainkan cangkir didepannya yang sudah setengah habis. Ucapan Gana membuatnya kembali berpikir. “Kamu tahu kan, Gana, bahwa bagian dari pulang itu juga merupakan proses mencari? Itu yang saya lakukan saat ini.”

“Saya masih mencari, Gana. Mencari sesuatu yang masih terasa kosong. Itu kenapa saya pergi jauh dan itu kenapa saya selalu duduk disini setiap pukul lima.”
Gana tahu bahwa pulang adalah sebuah proses untuk mencari. Gana tahu bagaimana ia harus seperti Ben, yang pergi ketempat dimana ia harus berdamai dengan masa lalunya, pergi untuk membuka kembali hubungan dengan orang-orang yang sempat tidak ia pedulikan, kembali menemukan jati dirinya dibalik coffee maker dan setiap cita rasa kopi yang ia buat. Gana tahu kenapa pulang harus selalu berbicara mengenai pencarian.
“Saya pergi untuk mencari, Gana. Untuk mencari tempat yang sepi, tempat yang ramai, tempat dimana tidak ada satu pun orang saya kenal, tempat terjauh yang bisa saya jangkau, tempat paling dekat yang tidak pernah sekalipun saya datangi, tempat tertinggi bahkan tergelap. Semua membawa saya kembali pada pukul lima dan coklat hangat seperti yang kamu bilang tadi.”
“Dari 24 jam yang diberikan semesta pada dunia, di bagian manakah yang paling kamu suka?” Naya bertanya kepada Gana yang terdiam.
“Entahlah. Mungkin setiap café sedang sepi atau setelah tutup. Dimana saya bisa bercinta dengan kopi-ku.”
Naya mengangguk-angguk. “Seperti apa yang kamu rasakan. Pukul lima, setiap sore, adalah waktu dimana saya bisa bercinta dengan hidupku.”
“Kenapa harus pukul lima? Karena pukul lima selalu identik dengan jam pulang kantor? Dimana orang berlomba dan memilih terjebak macet untuk keluar dari rutinitas? Atau karena matahari terbenam membawa kamu kembali ke peraduan paling aman?”
“Tidak, Gana. Karena pukul lima adalah waktu yang paling jujur.” Jelas Naya tanpa kehilangan emosinya. “Jika pagi memberi kamu harapan dan malam memberi kamu kesempatan untuk berlari, maka pukul lima membuat kamu mengerti, Gana. Akan sebuah rasa rindu, sebuah rasa butuh pulang dan mengulangi semua prosesnya.”
“Itu kenapa kamu selalu datang dan menikmati pukul lima? Karena dia yang paling jujur bercerita kepadamu tentang apapun yang kamu rasakan dan menjelaskan setiap tujuanmu pulang.”
“Saat saya pergi, ke tempat yang sepi, jauh dari rutinitasku atau tempat dimana tidak ada seorang pun yang saya kenal, pukul lima selalu mengingatkanku untuk berhenti sejenak dan merasakan puncaknya sebuah rindu. Karena tiba-tiba satu hari lagi sudah kamu lewati. Bukan semata-mata berani menembus macet demi pulang kerumah. Ada rindu dan kebutuhan yang besar untuk kamu pulang. Membuat kamu mengerti dimana rumahmu.”
“Lalu, apa pukul lima juga menyakitimu, Naya? Dengan segala kejujurannya, dengan kenyataan yang kamu jalani tapi tidak sesuai dengan keinginanmu, dengan hal yang kamu tidak sukai tapi terpaksa kamu jalani. Kalo pukul lima yang kamu bilang benar-benar jujur, berarti kamu tahu bahwa kamu menjalani hidup yang tidak benar-benar kamu mengerti. Memberi yang kamu butuhkan, bukan yang kamu inginkan. Menjalani hal yang kadang tidak terencana namun sering membuat kamu tertawa.”
Naya mengangguk dan melemparkan senyum pada pria yang terlihat lebih menawan dengan posisinya yang membelakangi matahari yang mulai terbenam.
“Benar. Pukul lima memang kerap menamparmu dengan sebuah kenyataan. Bahwa hidup kamu kadang berada pada fase yang tidak kamu inginkan, membuat kamu merasa kosong dan kamu butuh tempat istirahat.”
Naya bersedekap sambil menatap mata hitam Gana yang segelap kopi. “Karena setiap pukul lima, kamu mengerti bahwa kamu tidak pernah bisa berhenti, Gana. Kamu akan selalu mencari. Memenuhi diri kamu atas apapun yang masih terasa kosong. Bukan kah itu maknanya pulang? Mencari, berdamai dengan diri sendiri dan menemukan kebahagianmu. Yang selalu kamu cari dan ingin kamu isi lagi.

Untuk pertama kalinya, pukul lima tidak membuat Naya terdiam sambil meminum coklat hangat sendiri. Ia menikmati rasa rindunya pulang bersama seseorang yang juga terus mencari. Untuk pertama kalinya juga, Gana menyadari bahwa pukul lima membuatnya mengerti alasan kenapa ia selalu mencari perempuan yang selalu memesan coklat hangat. Memahami lagi setiap tujuan dan alasannya hidup bersama seseorang yang selalu ingin mengisi rindu. Untuk pertama kalinya, pukul lima membuat Naya dan Gana sama-sama mengerti rasanya pulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar