Senin, 26 November 2012

"Pertunjukan" Jalanan


Hari ini, entah apa yang spesial.. Kalo liat tanggalan sih, tanggal 26. Buat aku, nothing special today. Tapi buat jalanan, kurasa hari ini cukup spesial..
Kenapa spesial? Karena sepanjang jalan kenangan, eh, jalan menuju kampus, aku liat dua pertunjukkan jalanan.  And know what? Ini sedikit epic yang dibumbui drama pemirsa.
Show pertama tadi pagi, aku kasih judul: “Ibu Polwan Turun ke Jalan.”
Kenapa harus judul itu? Bukankah emang udah seharusnya Ibu Polwan “turun ke jalan”?
Entah, apa karena pengetahuanku yang terlalu sempit soal ini, tapi sepengetahuanku, Ibu Polwan jaraaaaaaaanng banget aku liat di jalanan atau di berita kriminal? Iyaa, jarang. Padahal, kalo aku liat Ibu-Ibu Polwan yang tadi bawa spanduk, lumayan banyak loo..
Beneran, spanduk yang tadi bertuliskan, kurang lebih dan kalo gak salah tentang pemberdayaan perempuan itu dibawa sama 5-7 orang.. Belom lagi yang berdiri deret-deret di dipinggir jalan.
Satu pertanyaan buatku.
Sejauh manakah pemberdayaan itu sendiri ada pada tubuh kepolisian? Kalo aku jarang lihat Ibu Polwan “turun”, apakah pemberdayaan hanya dilakukan pada bagian administrasi? Lalu, bagaimana dong mengklarifikasi mindset anak-anak TK nan polos itu yang sudah terlanjur tertanam sosok heroik seorang Ibu polisi? Semoga pandanganku salah, semoga Ibu polisi memang punya tugas dan kerja heroik tersendiri. Jadi, besok aku bisa menjelaskan secara rinci sama anakku #tsaaaaahh~
Tapi, ada satu pikiran yang mengganjal.
Apa motif Ibu polwan turun kejalan hari ini? Apa karena kemarin adalah hari pemberdayaan perempuan? Apakah hanya itu?
Okee, disatu sisi, mungkin ini adalah cara untuk menyebarluaskan dan menginformasikan hari pemberdayaan perempuan yang diperingati setiap tanggal 25 November. Tapi, buat aku, kenapa aku merasa ini menjadi salah satu adegan kelatahan?
Kelatahan. Yaa, latah.
Latah karena tanggal. Karena hari pemberdayaan perempuan, terus semua yang merasa menjadi perempuan wajib turun ke jalan. Kenapa enggak setiap hari aja? Ini menjadi kelatahan tersendiri buat aku, saat kita berteriak meminta kesetaraan gender tapi ternyata hanya pada tanggal-tanggal keramat aja kita, sang wanita, turun kejalan. Kenapa begitu?

Show kedua adalah: “Hla saya kan..”
Tadi ada sedikit drama diperempatan MM.
Ada adu mulut antara bapak nyentrik dan ibu-yang-dibilang-karyawan-kampus. Entah gimana ceritanya tapi drama pagi hari itu cukup membuat para pengendara nonton sambil nunggu lampu ijo.
Aku gak tau pasti percakapannya, yang aku denger jelas Cuma ini:
          “Tapi, saya harus cepet-cepet ngantor. Ini udah hampir telat,” ucap sang Ibu.
          “Hla saya Cuma mau minta pertanggungjawaban Ibu aja, katanya Ibu karyawan di universitas bagus, harusnya ada etika yang Ibu tunjukkan dong.” Balas si Bapak.
Entah apa lagi, tau-tau si Bapak udah melambai dan manggil Pak Polisi.
Dengan santai, Pak Polisi dateng. Dengan gerakan bibir yang kurang lebih berujar “Ada apa ini?” lalu kedua orang itu buru-buru berusaha menjelaskan. Tanpa babibu Bapak Polisi langsung menengadahkan tangan dan melayanglah STNK masing-masing kendaraan. Lalu, Pak Polisi menunjuk kantor yang ada disebrang jalan, sepertinya disuruh ngurus di kantor.
Sayangnya, pas lagi mulai masuk klimaks, lampu udah ijo dan dengan enggan karena diberondong klakson, para penikmat drama itu harus segera beranjak. Aku gak tau apa kelanjutan dari drama itu, berakhir bahagia atau sedihkah? Entah. Aku tidak cukup selo untuk datang ke kantor polisi dan menanyakan ending-nya.
Hanya satu yang aku lihat.
Setiap orang, senetral-netralnya orang itu, semerasa salahnya orang itu, atau seputusasanya orang itu, saat mereka terdesak, saat mereka dipojokkan, tanpa sadar mereka akan berusaha membela diri. Itu naluri.
Naluri untuk menyelamatkan diri, walau mulut berbicara “aku tau aku salah, dan aku sudah cukup dewasa untuk menyadari” tapi kita tidak bisa menghindari naluri kita. Usaha kita untuk setidaknya membela diri, walau sebenarnya kita juga menyadari bahwa kita salah.
Pertunjukkan jalanan hari ini sedikit membingungkan.
Dibumbui drama, lucu namun juga sangat ironis. Betapa kompleknya hidup ini dan betapa njlimetnya jadi manusia.
Yaa, kompleks dan njlimet..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar