Senin, 06 Mei 2013

Belajar Dari Lokananta




Lokananta merupakan mayor label pertama yang ada di Indonesia yang berdiri sejak tahun 1956 di Solo, Jawa Tengah. Sebagai mayor label pertama, tentu banyak cerita dari salah satu saksi perjalanan musik Indonesia ini. Ada ribuan keping kaset dan piringan hitam, juga ribuan master pita kaset dan piringan hitam di tempat ini.
Lokananta pastinya pernah mengalami masa keemasan. Sama seperti TVRI dan RRI zaman dulu kala. Lokananta pastinya pernah menjadi pilihan dan rekomendasi utama banyak orang untuk membeli kaset atau piringan hitam. Pasti banyak orang pernah mencintai Lokananta. Generasi kakek dan nenek kita mungkin menjadi penggemar berat Lokananta, sama seperti mereka menggemari TVRI dan RRI. Dulu.
Saat ini? Bagaimana posisi Lokananta?
Kalau kita sempat membuka Google, pasti ada bermacam tulisan yang bisa kita baca. Sayangnya, banyak tulisan bercerita tentang hal yang sama. Lokananta yang mulai ditinggalkan. Ya, memang bisa disebut ditinggalkan sebenarnya. Sejak ada banyak mayor label yang lebih bervariasi dan modern, juga internet yang bisa memberi pilihan lagu secara gratis. Alasan yang logis untuk mulai beralih bukan?
Sama seperti saat kita memilih meninggalkan TVRI dan RRI. Karena ada berbagai macam pilihan yang bervariasi bagi kita.

Perjalanan ke Lokananta bagikan perjalanan menembus lorong waktu.
Memasuki Lokananta dengan beberapa ruangan didalamnya seperti sebuah trip penjelajahan sejarah. Pasti ada kebanggan yang besar yang berdiri sama gagahnya dengan bangunan Lokananta kala itu. Hanya saja, saat ini bangunan Lokananta seperti capai untuk berdiri. Lelah dengan berbagai terpaan zaman dan persaingan.
Beberapa ruangan di dalam gedung Lokananta bagai sebuah diorama di museum. Ribuan piringan hitam dengan sampul berejaan lama yang mulai pudar, kaset-kaset pita yang mulai ditinggalkan, ruang master yang sering kosong juga ruangan yang memperdengarkan musik saat ada pengunjung datang. Seperti museum, kita akan melihat bagaimana dulu Lokananta hidup, terkenal, dibanggakan melalui karyanya, juga produksi piringan hitam dan kaset pita. Lalu kita juga akan bisa melihat bagaimana perjuangan Lokananta untuk tetap berdiri, bertahan dengan kepercayaan diri yang masih ada dan mencoba mengikuti perkembangan digital saat ini.
Ada sedikit perasaan sedih saat melihat kondisi Lokananta saat ini. Sama seperti berbagai macam aset Negara lainnya, sepi, tak terurus, mulai ditinggalkan dan tidak ada perhatian. Lokananta juga mengalami hal yang sama. Bersama dengan 19 karyawan, Lokananta mencoba hidup dengan inisiatifnya sendiri. Lapangan futsal dan restoran kecil membantu Lokananta untuk tetap bertahan dan berdiri. Miris rasanya. Sayang rasanya melihat sejarah musik Indonesia agak dipertaruhkan.
Perjuangan Lokananta bukan hanya bisa dilihat dari berbagai bukti produksi seperti piringan hitam dan kaset. Perjuangan Lokananta juga ditunjukan lewat berbagai lagu-lagu daerah, langgam jawa, keroncong, dan beberapa pidato kepresidenan. Dengan ribuan keping piringan hitam, Lokananta membantu Indonesia untuk mempertahankan lagu Rasa Sayange dari klaim Negara tetangga. Dari salah satu artikel majalah musik Indonesia juga disebutkan bahwa Lokananta juga membantu merebut kembali hak kepemilikan lagu Terang Bulan. Mempertaruhkan keberadaan Lokananta bisa jadi mempertaruhkan musik Indonesia. Kehilangan Lokananta bisa jadi menjadi jalan untuk kehilangan berbagi sejarah musik Indonesia.
Walau terlambat menyadari dan mengagumi Lokananta juga tidak sempat merasakan kejayaan Lokananta, tapi rasanya sedih melihat Lokananta saat ini. Melihat keadaan Lokananta membawa pulang sebuah pertanyaan besar. Jika Lokananta yang ada di sebuah kota besar di Pulau Jawa harus bertahan sedemikian keras, sendirian, bagaimana keadaan asset-aset Negara lain yang ada di luar Pulau Jawa? Yang di Jawa saja sudah begini merananya, apalagi yang di pulau lain? Bagaimana keadaan disana? Mungkin akan jauh lebih buruk.
Lokananta mungkin tidak bisa menjadi aspek yang bisa menggeneralisasikan keadaan saksi sejarah lain yang ada di seluruh Indonesia. Tapi melihat Lokananta yang seperti ini, tidak salah bukan jika berpikir ada yang lebih merana dari Lokananta? Secara geografis, kemajuan wilayah dan kedekatan dengan ibukota Negara, Lokananta seharusnya diuntungkan. Kenyantaannya, tidak. Lalu, bagaimana keadaan lokananta-lokananta lain di seluruh Indonesia?
Lokananta menjadi salah satu bukti ketidakacuhan Negara pada sejarah Indonesia. Kebutuhan akan Lokananta hanya saat situasi mendesak menjadi bukti ketidakkonsistenan kita untuk menjaga aset Negara kita. Lokananta juga menjadi bukti diam perjalanan panjang musik Indonesia yang tidak kita ketahui. Sama seperti TVRI dan RRI, Lokananta pernah menjadi tanda keemasan Indonesia bagi warganya.
Perjuangan Lokananta juga tidak lepas dari usaha 19 karyawan yang masih tetap bertahan. Selain, 19 karyawannya, Lokananta ternyata tidak sendiri. Ada proyek besar yang Glenn Fredly lakukan bersama Lokananta. Glenn Fredly dan band-nya, The Bakuucakar mengadakan live dvd project, langsung dari auditorium Lokananta. Saat sesi diskusi di auditorium Lokananta, ada perasaan bangga dan senang yang terlihat dari karyawan saat menceritakan proyek Glenn Fredly. Saat melihat teaser video Glenn Fredly yang ada di portal video online dan mengenali ruangan yang ada di video tersebut, sontak ada perasaan senang. Senang rasanya pernah menjadi bagian dan saksi betapa masih ada pesona dari Lokananta. Senang juga pernah menginjak karpet yang sama dengan Gleen Fredly. Selain Glenn Fredly, ada beberapa artis lain yang memilih Lokananta sebagai tempat rekaman seperti Efek Rumah Kaca dan White Shoes & The Couples Company.
Mengenal beberapa karyawan Lokananta juga menjadi keberuntungan sendiri. Bahkan, saat akan meninggalkan Lokananta, di dalam bis, mata memanas melihat Lokananta menjauh dan cerita-cerita dari para karyawan. Rasanya, selain menjadi penjelajahan sejarah, berkunjung ke Lokananta bisa disebut sebagai perjalanan spiritual.
Mendengar cerita para karyawan tentang Lokananta, tentang perjuangannya, tentang double jobyang harus mereka lakukan, semua sangat membekas. Komitmen, loyalitas, totalitas, semangat menjadi hal yang selalu mereka lakukan untuk terus mempertahankan Lokananta. Melihat mereka, sebagai anak muda ada perasaan malu. Dengan usia mereka, mereka masih terus bertahan. Hidup dengan passion mereka, bekerja walau secara sosial untuk hal yang memang mereka cintai. Dengan keterbatasan mereka, mereka tidak banyak menuntut. Padahal, jika mereka menuntut, mereka memang pantas melakukannya. Ada sejarah yang mereka teriakan untuk diperhatikan.
Mengenal mereka membawa keoptimisan tersendiri tentang Indonesia. Ditengah berbagai ketidakpercayaan pada pejabat-pejabat Indonesia, sosok mereka hadir menampar dengan arti sebuah kerja keras, komitmen, semangat dan loyalitas. Mengenal mereka, membuat saya percaya, bahwa ada banyak orang yang masih percaya dan cinta pada negerinya. Kehadiran mereka adalah sebuah bukti.
Para karyawan yang berjuang bersama Lokananta ini, membuat saya belajar untuk tidak selalu mendongak keatas untuk mencari contoh. Ada kalanya kita harus melihat kebawah dan sekeliling kita. Ada kalanya orang-orang ‘kecil’ disekitar kita adalah orang yang akan menjadi panutan yang sesungguhnya.
Jika banyak orang ragu dengan komitmen dan loyalitas, dan merasa Indonesia membutuhkan banyak orang yang berkomitmen. Saya rasa mereka adalah jawabannya. Memang terlihat sedikit klise. Tetapi, 19 karyawan ini menunjukkan, bahwa masih banyak orang-orang positif untuk Indonesia. Bahwa Indonesia tidak kehilangan sosok-sosok berkompeten. Kita tidak kekurangan orang yang mau bekerja keras. Kita masih punya mereka. Walau kecil, kontribusi merekalah yang membuat museum sejarah musik Indonesia ini masih ada.

Lokananta adalah sejarah musik Indonesia. Menjadi gudang harta musik Indonesia. Lokananta juga menjadi bukti perjuangan untuk mempertahankan dan menjaga karya Indonesia.
Lokananta adalah sejarah untuk kita percaya dan belajar, bahwa kita pernah maju dan dihargai, menjadi macan dikandangnya sendiri. Ini menjadi titik dimana kita seharusnya yakin, bahwa kita bisa dan mampu untuk maju.


Daftar Pustaka

Lokananta: Menyelamatkan Musik Indonesia . Diarsipkan pada Sabtu, 27 Oktober 2012, 14:52 WIB http://rollingstone.co.id/read/2012/10/27/145255/2073969/1100/lokananta-menyelamatkan-musik-indonesia
Gleen Fredly & The Bakuucakar – Live From Lokananta (teaser) diarsipkan pada 8 April 2012 http://www.youtube.com/watch?v=y2wpYSRli00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar