“Nduk aku titip ini,” ujar seorang
perempuan cantik memakai pakaian Jawa padaku. Ia menyerahkan sebuah cepuk kecil yang indah. Disepuh emas. “Iki apik kok. Aku tidak akan memberikan
sesuatu yang tidak baik padamu. Bawa saja. Kamu bisa pakai suatu saat nanti. Saat
kamu sudah siap.” Perempuan itu setengah memaksaku. Akhirnya aku menerima
pemberiannya walau aku meminta tolong teman laki-lakiku disebelahku untuk
membawakannya.
“Tunggu
dulu yaa, Kanjeng Ratu sedang pergi. Sebentar
lagi akan datang. Sabarlah menunggu.” Ujar perempuan itu lagi.
Tak lama, sebuah kereta kencana besar dan
megah datang. Kereta itu ditarik oleh beberapa kuda yang gagah. Dudukannya tinggi.
Menunjukkan seorang perempuan tidak kalah cantiknya. Berambut panjang,
bermahkota indah dan selendang sutra yang terikat dipinggangnya.
Ia turun dengan anggun. Mendekati teman
laki-lakiku. Ia berkata dengan Bahasa Jawa halus. Aku tidak begitu jelas dengan
apa yang ia bicarakan. Yang aku ingat adalah dia bertanya pada temanku soal
berkomunikasi menggunakan Bahasa Jawa halus. Jelas itu bukanlah kemampuanku.
“Gusti Allah tresno sanget kaliyan putri
meniko,” ujarnya membuka perkacapan. Suaranya lembut namun tetap tegas. Ia sangat
berwibawa sekaligus anggun. Tangannya saling mengenggam didepan perutnya,
seperti penyanyi paduan suara. Membuatnya semakin anggun dan cantik.
“Apapun yang dia minta akan diberikan. Begitupun
dengan Eyangnya. Eyangnya menitipkan banyak rejeki untuk cucu yang paling dia
sayang ini. Aku sangat menghormati Eyangnya sebagai orang yang disegani. Itu mengapa
aku juga menghormati anak ini, sebagai cucu kesayangan dari orang yang aku
hormati.”
Senin, 22 Juni 2015, 1.27 AM
Hayo diapa itu tman lelakinya hayo?hahahha
BalasHapusSiapa lagi mas menurutmu?
BalasHapus