Minggu, 20 Juli 2014

Permintaan Tinggi Hati

“Liat nih Dek, Mbak yang lebih gede malah minta digendong. Gak papa ya? Kan Mbak lagi sakit.”
-Ayah, kepada adikku saat aku sakit, belasan tahun yang lalu-


Kalimat itu adalah kalimat pelengkap dari sebuah momen kedekatanku dengan Ayah. Yang masih teringat hingga saat ini.
Waktu itu aku sedang sakit, malas ke sekolah. Dan Ayah, saat itu, adalah pahlawanku. Ayah adalah sosok paling lembut dan kuat yang mampu menjagaku. Tubuh tingginya menggendongku sekaligus menjaga adikku yang masih harus selalu diawasi. Adik saat itu juga merengek minta digendong dan kalimat itu adalah gurauan yang dikeluarkan dari mulut Ayah.
Saat itu, aku hanya bis bergelung manja dalam dekapan Ayah. Menyembunyikan kepalaku pada lekukan hangat leher Ayah. Mencari ketenangan dan perlindungan disana. Aku tidak peduli pada adik yang merengek iri ingin digendong. Saat itu, Ayah hanya milikku. Saat itu, Ayah adalah sosok yang masih belum rela aku bagi.

Kenangan belasan tahun lalu itu menjadi sebuah kenangan, yang membekas dan paling bertahan ditengah begitu banyak momen perselisihan yang pernah terjadi denganku dan Ayah. Kemarin, saat pernikahan sepupuku, melihat Ayah menangis haru karena keponakannya yang bersujud meminta restu pada orang tuanya menyadarkanku. Tiba-tiba aku merindukan sosok kuat dan tangguh yang dulu menjadi sandaranku. Tiba-tiba aku ingin kembali memeluknya, kembali bersembunyi lekukan lehernya. Mencari perlindungan disana.
Sekelebat kalimat itu menyadarkanku, bahwa momen itu mungkin menjadi momen terakhir dimana aku dekat dan masih bersandar padanya. Momen, yang teringat, dimana aku sudah tidak pernah lagi menyentuhnya atau merengek manja meminta perlindungannya.

Time flies, Ayah. Waktu membuatku keras kepala dan banyak berselisih paham denganmu. Waktu juga berjalan cepat, membuatku menyadari bahwa aku sudah tidak pernah lagi berlari padamu. Bermanja padamu pun sepertinya sudah tidak lagi.

Waktu berjalan cepat, Ayah. Aku rindu saat itu, saat dimana aku masih polos dan bersedia bersandar padamu. Menggantungkan seluruh diriku padamu. Ayah, aku masih terlalu tinggi hati untuk meminta permohonan ini. Memintamu kembali memelukku. Bolehkah aku memintanya? Suatu saat, diwaktu aku siap?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar