Senin, 16 Juni 2014

Hujan Bulan Juni (3)

Aku tersadar dari lamunanku.
Menatap air hujan yang meluncur di kaca jendela. Sebuah warna ditengah hamparan warna putih kertas kembali menarik perhatianku. Kertas ujian dengan sebuah nama universitas unggulan dan impian banyak orang.
Aku kembali mendesah.
Hanya berjarak dua jam dari universitas besar ini, sebuah kenyataan pernah menamparku telak. Pernah mengenal kalian, mengetahui banyak hal tentang kalian ternyata bisa menyakitkan juga. Menjadi mahasiswa universitas ini tidak begitu menyenangkan begitu mengenal kalian. Menjadi mahasiswa untuk universitas besar ini kadang sangat menghimpitku. Mungkin aku terlalu keras menuntut diriku atau teman-temanku. Mungkin aku terlalu ikut campur dan terlalu ingin mengubah teman-temanku. Tetapi, kalian, wajah dan senyum kalian kerap membuatku ingin jahat pada diriku. Kalianlah alasan kenapa aku menjadi keras. Kalianlah dasar aku ‘menghukum’ teman-temanku.
Aku terlalu egosi bila terlena pada kemegahan dan kemajuan kota pelajar ini, aku terlalu jahat bila tidak memanfaatkan status dan kesempatan menjadi mahasiswa universitas ternama ini. Aku tidak ingin menjadi orang yang meredupkan harapan dan senyum kalian. Mengetahui banyak hal kadang menyakitkan. Mengenal kalian, mengenal kemalasanku juga keadaan disekitar tempatku belajar sangat menyakitkan. Sungguh.

Rintik hujan yang tak segera mereda menemaniku mengingat kalian.
Sosok-sosok kecil penuh warna, anak istimewa dari lereng barat Merapi. Sosok yang sukses membuatku menangis tengah malam, terhimpit rindu dan keinginan bertemu. Bodohnya aku, yang tidak pernah bisa menghapal jalan. Bodohnya aku yang buta spasial ini membuatku tidak bisa menempuh dua jam untuk menemui kalian.

Hujan bulan Juni ini membawaku memutar waktu. Kembali pada satu tahun yang lalu. Satu minggu yang penuh warna dan kenangan. Bersama kalian. Terima kasih. Sejuta rindu dan doa untuk kalian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar