Jumat, 06 Juni 2014

Jujur dan Pergi?

Kemarin siang, aku dan teman-temanku kelingan sek mbiyen-mbiyen. Entah siapa duluan yang mulai, pokoknya kami mulai menyanyi lagu galau jaman dulu dari sebuah band Indonesia. kami menyanyikan sebanyak mungkin lagu dari Kerispatih.
Salah satu yang kami nyanyikan untuk mengisi kekosongan kantin adalah lagu “Aku Harus Jujur”. Rasanya kalo nyanyi lagu itu lagi sakiiiiiittt banget! Apa lagi kalo liat video klip-nya. Ya ampuuuunn, mereka Cuma bisa senyum-senyum tipis untuk merelakan kepergian seseorang.

Aku tak sanggup menjadi biasa.. Ini aku yang sebenarnyaa~

Kalo liat itu tuh jadi inget dongeng Jaka Tarub.
Mungkin lagu ini bisa jadi soundtrack buat dongeng itu. Lagu ini harus banget dinyanyiin waktu Nawang Wulan menemukan selendanganya, mengakui siapa dirinya yang sebenarnya lalu memilih kembali ke kahyangan.
Kayanya udah paaaasss bangetlah itu!
Terus abis itu, aku bisa membayangkan gimana Jaka Tarub yang tersenyum dengan sedikit penyesalan namun tidak bisa berbuat apa-apa sekaligus Nawang Wulan yang tersenyum tidak rela namun tetap harus kembali. Rasanya, pasti krunyus-krunyus! Dan pasti senyumnya gak jauh-jauh dari Mbak sama Mas yang ada di video klip..

Pertanyaanku adalah, apakah jika kita membuka identitas kita, mengakui siapa kita yang sebenarnya, kita tidak punya pilihan lain selain pergi?
Apakah kata “maafkan aku harus jujur” memang hanya bisa berteman dengan perpisahan?
Gak bisa bayangin saat kita memang hanya bisa tersenyum tipis untuk melepas orang pergi saat mengakui sesuatu..

Maafkan kali ini aku harus jujur~~

Kau harus tau siapa aku sebenarnya~~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar