Senin, 16 Juni 2014

Hujan Bulan Juni (2)

Sekali, aku datang, seorang guru memberondongku. “Maaf yaa Mbak, anak disini nakal-nakal semua.” Aku hanya mampu tersenyum masam. Sedikit ragu. Namun, begitu tau kenakalan kalian, kalian malah membuatku jatuh cinta. Teriakan kalian dan tingkah laku kalian hanya semakin membuatku jatuh cinta.
Sekelas yang berisi hampir 50 orang, membuatku menyadari alasan nakal kalian. Jiwa anak kecil kalian hanya menuntut untuk diberi perhatian. Jiwa nakal kalian hanyalah tameng, cara agar guru mau memperhatikan kalian. Teriakan atau cara kalian mengganggu teman sebangku kalian menjadi satu-satunya cara agar kalian bisa membuat mata guru beralih kepada kalian. “Sekolah ini memang untuk beberapa RW, jadinya ya satu kelas penuh semua. Kami sudah minta untuk ditambah kelas tapi gimana lagi. Terpaksa harus bikin kelas besar. Banyak anak, banyak yang nakal juga”penjelasan seorang guru membuatku tersenyum masam.
Tidak, Pak. Aku dengan berani akan menyangkalnya. Muridmu adalah anak-anak istimewa. Lihatlah hasil tulisan mereka yang begitu apik. Mereka tidak nakal, mereka pintar. Mereka hanya berebut perhatianmu. Sungguh.

Lalu, perjalanan paling jauh yang aku tempuh menjadi perjalanan paling menyakitkan.
Menuju sekolah tertinggi dan terindah yang pernah aku datangi. Sekolah sederhana di lereng barat Merapi. Menghamparkan pemandangan lading-ladang hijau dan awan-awan yang berarak. Sekolah Atap, sekolah di atas awan.
Mereka bilang kalian adalah sekolah tersulit. Sekolah dengan tingkat pendidikan terendah. Bolehkah aku mengakuinya? Iya. Kalian memang sedikit sulit, kalian sering membuatku berdecak. Namun, kalian tetap tidak bisa membuatku membenci kalian. Aku tetap jatuh cinta.
Kepolosan kalian, juga usaha kalian untuk memecahkan soal yang kami berikan merupakan usaha terkuat yang pernah aku lihat. Ketidakmampuan kalian, kesulitan kalian dalam membaca, lamanya kalian memahami sebuah kata tidak terhitung dengan usaha kalian.
“Mbak, aku naik kelas lho. Untungnya aku bisa naik kelas. Soalnya dikelas ada 3 orang yang gak naik kelas,” kalimat penuh semangat itu masih melekat dalam otakku. Wajah cerahmu saat itu adalah sebuah harapan. Aku hanya bisa menitipkan pesan untuk belajar yang rajin, yang kamu jawab dengan anggukan kuat. Saat aku menceritakan dirimu, seorang teman menimpali. Sekolah hingga tamat adalah konsep menyelesaikan sekolah hingga SD. Tidak ada SMP yang dekat dan terjangkau, kalaupun ada itu adalah sekolah pesantren.
“Anak disini jarang mandi. Jarang sekolah juga, apalagi saat masa panen. Mereka harus bantuin orang tua panen. Ngambil di ladang, membawa kerumah. Itu juga kenapa terpaksa mengijinkan mereka membawa motor. Biar mereka mau berangkat ke sekolah habis bantu di ladang.” Tidak tau lagi respon seperti apa yang harus aku keluarkan. Sungguh.

Sekolah favorit. Bersama kalian adalah waktu yang paling berkesan. Bercengkrama dengan kalian adalah saat yang paling membekas.
Masih dengan sekolah sederhana. Dengan posisi yang juga tak kalah indahnya. Namun dengan anak-anak istimewa didalamnya. Anak-anak paling pintar. Anak-anak yang sering aku harapkan sebagai penerus masa depan bangsa ini.
Tidak terlalu banyak hal istimewa sebenarnya. Kalian tidak begitu memberikan banyak kesan. Kalian tidak memberikan banyak tamparan, kalian tidak memberikan banyak kesulitan bagi kami. Namun, kalian aku anugerahi label sebagai sekolah favorit.
Beberapa jam bersama kalian membuat aku antusias dan optimis. Beberapa jam bersama kalian cukup membuatku yakin bahwa apa pun keadaan dan keterbatasan kalian tidak menutup kemungkinan bagi kalian. Di antara wilayah yang sepi dan jauh dari keramain kota atu fasilitas memadai, tidak menghalangi kalian menjadi anak yang pintar. Kalian membuat aku optimis bahwa ada banyak bibit yang tersemai dan tumbuh dengan baik. Itu kalian. Sungguh. Pancaran mata kalian dan antusiasme kalian adalah semangat, keyakinan.

“Kalo hujan deres memang becek, Mbak. Kami harus berdesakan mencari ruangan yang gak bocor di kelas,” ujarmu sambil menatap langit-langit kelas yang bocor. Dengan tersenyum seolah itu bukan masalah besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar