Kamis, 12 Juni 2014

Saking Seringnya

Dengan sistematis Blu menarik earphone dari telinganya dan meletakkan iPod-nya di atas meja rias. Dia lalu menutup mata, menundukkan kepala dan menjali kedua telapak tangannya di depan dada untuk berdoa. Meskipun pernah melihat rutinitas ini sebelumnya, Dara masih tetap terkesima ketika melihatnya lagi. Setelah menyentuh kening, dada bahu kiri dan bahu kanan* untuk membuat tanda salib dengan tanga kanannya, Blu membuka mata dan berkata, “Let’s go”. Sekali lagi Dara terkesima dengan perubahan pada wajah Blu dari seorang anak remaja menjadi penyanyi professional.
-The Devil In The Black Jeans, AliaZalea, hal 176-

Aku tertegun dan terdiam cukup lama membaca bagian cerita diatas.
Membaca bagian itu membuatku terdiam lama. Memikirkan dengan cermat keseluruhan makna dan maksud bagian tersebut.
Aku mencermatinya bukan karena, kebetulan, ritual diatas adalah ritual yang biasa aku jalankan saat berdoa, atau ritual keagamaanku. Aku menggaris bawahi dan tersadar dengan kalimat terakhirnya, sekali lagi Dara terkesima dengan perubahan pada wajah Blu dari seorang anak remaja menjadi penyanyi professional.

Aku merasa bahwa itu adalah bagian yang paling magis dan kalimat terakhir itu adalah kalimat paling bermakna.
Aku mencoba merenungi itu dalam-dalam. Aku belajar dan mencoba berkaca dari apa yang Blu lakukan. Berdoa dengan sepenuh hati dan bermetamorfosis. Dari anak remaja biasa menjadi seorang penyanyi professional. Aku bisa merasakan bahwa sebuah ritual kecil bisa memberikan kita kekuatan yang begitu besar. Yang membuat kita tangguh dan sanggup menghadapi dunia. Aku merasakan hal itu juga merasa sedikit tertohok.
Metamorphosis Blu, perubahan yang Blu alami dan bagaimana sebuah ritual kecil menjadi sangat berarti. Blu terlihat sangat menghargai dan meresapi ritual kecil yang ia lakukan. Ia seperti begitu sangat mempercayai dan menggantungkan dirinya pada kekuatan Tuhan.

Membaca bagian itu membuatku bertanya, pernahkah kita benar-benar menghayati ritual kecil kehidupan kita?
Pernahkah kita menghayati makna sebuah tanda salib? Menghayati rasa dingin air yang menyentuh tubuh kita saat wudhu? Menghayati sesaji bunga yang kita siapkan?
Pernahkah menghayati tarikan nafas yang kita ambil? Kedipan mata kita atau tawa yang kita keluarkan?
Pernahkah kita mencoba menghayati dan mempercayai kekuatan sebuah ritual kecil? Bahwa hal itulah yang bisa menjadi kekuatan diri kita.

Blu dan ritual kecilnya sebelum naik panggung, jujur, membuatku terhenyak. Sering kali aku lupa menikmati dan menghayati hal kecil yang aku lakukan. Saking seringnya membuat tanda salib atau bernafas, membuatku kadang lupa bahwa ada makna dan kekuatan dari hal kecil yang aku lakukan. Saking seringnya, membuat kita abai.



*Aku sedikit merubah bagian yang aku beri bintang, khususnya pada cara melakukan tanda salib. Dalam buku tertulis, "setelah menyentuh kening, dada, bahu kanan dan bahu kiri untuk membuat tanda salib…" sedangkan sebenarnya saat melakukan tanda salib, bahu kiri dulu baru kanan. Memang ada, Gereja lain, yang melakukan tanda salib dari bahu kanan ke bahu kiri, namun itu terlalu panjang untuk diceritakan. Aku hanya memperbaiki sesuai apa yang aku lakukan, biar terasa semakin dekat denganku, hehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar