Senin, 02 Juni 2014

Ada Game-nya Gak?

Aku melangkah mantap. Memasuki ruangan terbuka yang hiruk pikuk, kuat dengan aroma makanan dan rokok. Aku berusaha mencari tempat kosong untukku duduk. Bersama dengan temanku, aku berusaha mencari tempat yang nyaman untukku makan.
Setelah mendapatkan tempat dan memesan makanan, aku duduk. Asik dengan duniaku. Dari kejauhan, aku melihat sepasang mata penasaran menatapku. Mata kecil itu berbinar. Memperlihatkan minat dan rasa ingin tahu yang besar. Aku berusaha mengacuhkannya. Berusaha tidak semakin menarik perhatiannya.

Namun, si kecil itu cukup bernyali ternyata.
Walau aku sudah memasang wajah angkuh, kaki kecilnya tetap berjalan yakin mendatangiku. Senyum lebarnya tercetak jelas pada wajah bundarnya. Oh aku tidak suka ini, erangku dalam hati. Aku melihat teman didepanku mengernyit bingung. Tiba-tiba si kecil sudah berdiri didekatku. Tersenyum dengan lebar.
“Ada game-nya gak?” tanyanya lantang. Dengan senyum berbinar.
Aku ingin menjawab tidak. Namun teman didepanku terlalu membuka diri untuk kedatangannya. Akhirnya, aku terpaksa menunjukkan koleksi game yang aku miliki. Aku terpaksa membiarkannya memainkan memainkan game-ku.
Aku tidak begitu suka. Sedang temanku hanya tersenyum menenangkan.

Seperti anak kecil pada umumnya.
Ia mudah sekali bosan. Tidak lama bermain game-ku, ia mengedarkan pandangannya. Aku tau apa isi kepala kecil itu. dia berusaha mencari mangsa lain. Yang bisa dimainkan game-nya.
Benar saja. Ia langsung turun dari kursi dengan lincah. Berusaha mendekati orang lain. Sayup-sayup aku mendengar suara cemprengnya bertanya. Pertanyaan yang sama yang diberikan padaku.
Aku tersenyum miris. Anak kecil ini.

Keesokan harinya, aku memperhatikan apa yang si kecil itu lakukan. Ternyata benar. Dia memang selalu mencari orang agar bisa memainkan gadget ditangan mereka. Ia akan melemparkan pertanyaan yang sama. Duduk dikursi dengan berani. Mendekat pada si pemilik lalu memainkan game didalamnya. Selalu seperti itu. Begitu setiap harinya.
Lagi-lagi, aku hanya bisa tersenyum miris.

Suatu hari, temanku datang bersama sekotak pensil warna dan buku kecil penuh gambar. Aku tersenyum lebar melihatnya.
Dengan semangat, temanku itu mencegat si kecil. Mengajaknya bermain warna-warni pensil kayu. Mewarnai berbagai gambar yang ada didalam buku. Ia berusaha sebisa mungkin membuat si kecil betah. Jika ia mulai bosan dengan mewarnai, ia membuatkan pesawat terbang kertas. Ia mengajak si kecil memainkannya, menerbangkannya jauh. Aku bisa melihat binar antusias dimatanya. Aku bisa mendengar mulutnya berteriak girang dan tertawa lepas. Aku bisa melihat diri si kecil itu. Hanya dengan sebuah pesawat lipat.
Namun, kegembiraanku tidak lama.
Bersama dengan bosan yang selalu menghampiri jiwa kecil ini. Begitu pula si kecil ini mudah melupakan pensil warna dan pesawat terbang kertas. Segera setelah bosan menghampiri, ia mengedarkan pandangannya. Mencari seseorang untuk dihampiri. Dan benar saja. Ia langsung melangkahkan kakinya. Bertanya pertanyaan khas mulut kecil itu, “ada game-nya gak?” Lalu dengan mudah, banyak yang tersenyum bangga dan segera merengkuhnya, membawanya duduk dekat dan memainkan game bersama.

Aku tidak suka pemandangan itu.
Aku memandang kosong si pensil warna, buku kecil dan pesawat terbang kertas. Aku bisa melihat senyum lemah mereka. Aku melihat semangat mereka kembali meredup.
Aku lalu mengedarkan pandanganku. Melihat keadaan sekeliling kantin ini. Ditengah ramainya manusia diruangan ini, aku bisa melihat kegiatan serupa. Makan dengan tenang, berhadapan dengan teman mereka dan memainkan gadget ditangan mereka. Berbicara pada layar menyala yang pas digengaman tangan.
Aku tersenyum tipis melihat keadaan itu.
Dan aku mendongakkan kepalaku. Pemilikku tengah tersenyum memandang layarku yang menyala. Asik ngobrol dengan seseorang. Ia tidak menghiraukan gadis manis didepannya yang tengah mewarnai sebuah matahari, sendiri tanpa berbicara. Pemilikku ini asik memainkan jarinya pada layarku.

Senyumku semakin lemah.
Aku bisa merasakan perasaan pensil kayu, buku gambar, pesawat terbang lipat juga gadis itu. Aku tau kenapa mereka hanya bisa tersenyum tipis.
Lalu, aku mencari si kecil itu lagi.
Aku tau kenapa ia dengan berani menghampiri banyak orang dan melontarkan kalimat “ada game-nya gak?” Aku tau kenapa ia memiliki kalimat itu. Si kecil ini terlalu terbiasa melihat banyak orang sibuk dengan gadgetditangannya. Pikiran si kecil itu merasa bahwa akan ada kebahagiaan dari sekotak kecil layar menyala yang bisa disentuh.


Dan aku kembali tersenyum tipis. Sedikit menertawakan keberadaanku saat ini.

4 komentar:

  1. Tengahnya bagus Des! Sebelum muncul kata 'pemilikku' aku nggak mikir itu gadget hehe. Akhirnya kurang greget deh, masih terlalu abu-abu buatku. Tapi apik :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih kaaak~ :*
      Hahaha, emang mau agak 'dihancurkan' dgn mengubah posisi jadi gadget. Menawarkan posisi baru sih, biar melihat kalo mungkin gadget sedih juga dirinya dikambinghitamkan :)

      Hapus
  2. yap aku juga terkejut dengan perubahan tokoh. aku merasa tertipu hahahaha..

    BalasHapus